-->

Notification

×

Iklan

Isteri Walikota Bima Diperiksa Penyidik Tipikor

Thursday, January 29, 2015 | Thursday, January 29, 2015 WIB | 0 Views Last Updated 2015-01-29T01:51:26Z
Syarif Rustaman Akui Kasus Pengadaan Tanah 2009, Clear
Kota Bima, Garda Asakota.-
Kasus pengadaan tanah oleh Pemkot Bima melalui Bagian Tata Pemerintahan tahun anggaran 2009 silam, saat ini tengah diselidiki oleh penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Bima Kota berdasarkan laporan dari salah satu LSM Anti Korupsi. Diduga, pengadaan tanah ini melibatkan Hj. Yani Marlina dan suaminya, HM. Qurais H. Abidin, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Walikota Bima di era Walikota, Alm. HM. Nur A. Latief. Bahkan untuk mengungkap kasus ini, belum lama ini, penyidik telah memeriksa Hj. Yani Marlina,
sebagai salah satu pemilik tanah seluas 8,60 are dengan total harga sebesar Rp258 juta, mantan Kabag Tatapem, Abdul Haris, SH, pihak BPN, dan Kabag Tatapem, Syarif Rustaman, S. Sos, M. AP.
Berdasarkan informasi Tipikor, ada dua obyek tanah pengadaan yang terindikasi bermasalah. Yang pertama, tanah milik Hj. Yani Marlina seluas 8,60 are, dan tanah milik HM. Qurais yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Walikota.
“Cuman yang kita dalami sekarang tanah milik Hj. Yani Marlina seluas 8,60 are di tahun 2009,” ungkapnya. Namun idak menutup kemungkinan, penyidik juga akan memeriksa Walikota Bima, HM. Qurais H. Abidin, sebagai pemilik tanah seluas 33 are yang juga turut dibebaskan saat itu dengan total pembayaran sebesar Rp975 juta. “Tetap akan kami proses,” tuturnya.  
Menanggapi proses penyelidikan pengadaan tanah milik HM. Qurais dan isteri, Hj.  Yani Marlina oleh Tipikor Polres Bima Kota, Kabag Tata Pemerintahan (Tatapem) Pemkot Bima, Syarif Rustaman, S. Sos, M. AP, mengaku tidak ada persoalan dibalik pengadaan era Kabag Tatapem, Abdul Haris, SH, tersebut. Syarif menegaskan, jika dilihat dari prosedur dan kelayakan harga, proses pengadaan tanah milik Hj. Yani Marlina (isteri Walikota Bima, red) tidak ada masalah, dan tidak ada indikasi markup harga.  Bahkan diakuinya, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat, juga dinyatakan clear alias tidak ada temuan. “Kalau dari sisi prosedur dan kelayakan harga tidak ada masalah, apalagi cata tan BPK tidak menemukan adanya penyimpangan. Saya sendiri nggak paham jika ada pihak-pihak yang berpandangan lain,” tegas Syarif, kepada wartawan, Senin (26/1).
Ketika disinggung indikasi kasus itu ‘modus’-nya sama dengan kasus pengadaan tanah di Kelurahan Penaraga seperti yang dialami Plt. Kabag Tatapem,  H. Syahrullah, SH, MH.?.  Syarif menjelaskan bahwa dalam proses pembebasan lahan tahun 2009 itu, mengacu pada adanya analisis kebutuhan Dinas Kesehatan (Dikes) terhadap kebutuhan lahan tersebut.
“Analisanya untuk kebutuhan perluasan lahan Puskesmas Penanae. Jadi kebetulan saja perluasan Puskesmas Penanae itu terkena lahannya, Hj. Yani Marlina,” jelasnya.  Bagaimana dengan lahan atas nama HM. Qurais sebagai Wakil Walikota Bima saat itu?. “Sama pak, itukan dalam satu kawasan. Tanahnya sekarang sudah dipakai bangun Labkesda dan perluasan Puskesmas. Hanya saja sertifikat atas keduanya beda,” imbuhnya.
Disinggung masalah patokan harga Rp30 juta per are?, apa sudah memenuhi standar NJOP?, Syarif mengakui bahwa harga Rp30 juta per are itu sudah termasuk pajak untuk tahun 2009, dan hal itu dinilainya sangat wajar. “Saya rasa wajar pak, karena untuk saat ini di kawasan tersebut harganya sudah minimal Rp75 juta per are. Empat tahun yang lalu, pantaslah,” tegasnya.
Pria berkacamata ini juga memastikan adanya kelengkapan dokumen administrasi dalam proses pengadaan, juga termasuk kelengkapan berita acara negosiasi harganya. “Kalau pengadaan kurang dari 1 hektar, nggak perlu pakai tim,” tandasnya. (GA. 212*)

×
Berita Terbaru Update