Bima, Garda Asakota.-
Kasus
kehilangan uang yang nilainya cukup fantastis yakni sebesar Rp643. 210. 200.-
tanggal 3 Mei 2011 silam, hingga kini masih menjadi teka-teki hukum yang belum
mampu terpecahkan. Uang yang nilainya ratusan juta tersebut sedianya untuk pembayaran
sebanyak 218 orang guru se-Kecamatan Langgudu Kabupaten Bima.
Kasus
yang sempat heboh dan menggegerkan warga Kota dan Kabupaten Bima itu, juga
kini masih menyisahkan dan akan terus menjadi polemik bagi Yaman, S. Pd,
mantan bendahara Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Dikpora Kecamatan Langgudu.
Pasalnya, hingga berita ini diturunkan, para guru se-Kecamatan Langgudu masih
dan akan terus menagih pembayaran gaji mereka untuk bulan Mei tahun 2011 kepada
Yaman, selaku bendahara yang bertanggungjawab atas pembayaran gaji guru pada
waktu itu. “Hingga kini, gaji satu bulan yang belum terbayar oleh mantan
bendahara, masih kami tagih kepada yang bersangkutan,” ungkap Ismail Makasau,
kepada Garda Asakota, Sabtu (15/3).
Guru
Sekolah Dasar (SD) di Langgudu mengungkapkan bahwa dirinya bersama guru-guru
lain sebagai korban akan membuat pernyataan bersama bahwa gaji tersebut belum
terbayar. Selanjutnya sebagai upaya penyelesaian terakhir adalah menempuh
jalur hukum dengan melaporkan mantan bendahara UPTD Dikpora Langgudu ke pihak
berwajib. “Kami akan melaporkan secara pidana dengan dugaan penggelapan dan
gugatan perdata untuk ganti rugi uang gaji yang tidak terbayar. Dan kami minta
kepada Polisi untuk mengusut tuntas,” ucapnya. Beberapa guru lain sebagai
korban yang sempat dikonfirmasi juga membenarkan gaji mereka yang belum
terbayar serta berharap segera dibayar.
Selain
itu guru-guru lain yang ditemui Garda Asakota juga merasa kecewa, sebab selain
korban gaji, mereka juga merasa ditipu lantaran adanya penarikan uang lainnya
dari gaji yang pernah dilakukan guna kepentingan pembayaran pengacara dan
operasional lainnya. Namun hingga kini tidak ada laporan balik dari Yaman
tentang laporan penggunaan uang tersebut.
Sebelumnya, pihak guru-guru di Langgudu juga
mengeluarkan iuran masing-masing Rp5 ribu dan sejak kehilangan uang ditambah
Rp10 ribu menjadi Rp15 ribu sebagai uang pengurusan, ongkos pengamanan gaji
serta kebutuhan lainnya oleh Bendahara UPTD Langgudu, dan hal itu masih
berlaku hingga sekarang. “Kami sudah korban tidak digaji satu bulan, kemudian
oleh pihak bendahara dipotong tarik iuran dengan alasan untuk pengurusan uang
yang hilang, selain itu setelah kehilangan uang maka ditambah Rp10 ribu per
guru untuk ongkos pengurusan gaji oleh bendahara dan itu masih berlanjut hingga
sekarang,” tegas Syamsuddin kepada wartawan, seraya menambahkan bahwa pihaknya
tetap akan menagih komitmen Yaman pada saat itu.
Yaman,
S. Pd, mantan Bendahara UPTD Dikpora Langgudu, yang berusaha dikonfirmasi
wartawan membenarkan bahwa gaji ratusan guru di Langgudu belum ada yang
terbayar hingga saat ini. “Belum ada yang saya bayar, adapun yang datang meminta
karena kesulitan bayar kuliah anaknya, saya hanya bisa bantu sesuai kemampuan,”
jelasnya. Kepada wartawan ditegaskannya bahwa uang gaji guru sebanyak 218
orang bernilai ratusan juta rupiah telah dicairkan saat itu, namun sebelum
diberikan kepada yang berhak uang tersebut dirampok. Setelah memastikan bahwa
uang yang dibawanya hilang, dirinya langsung melapor secara resmi perilah kehilangan
tersebut kepada Polres Bima Kota tanggal 3 Mei 2011. Namun diakuinya, kasus
yang dilaporakannya itu hingga kini belum terungkap siapa yang menjadi pelaku
perampokan uang gaji guru tersebut.
Sementara
itu, Kasat Reskrim Polres Bima Kota, Iptu. Didik Haryanto, SH, yang dimintai
tanggapannya menjelaskan bahwa kasus yang dilaporkan Yaman masih dalam tahapan
penyelidikan. “Sudah belasan saksi yang sudah diperiksa, namun hingga kini
belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka,” ucapnya. Kasat Reskrim memastikan
bahwa kasus itu akan tetap berlanjut dan pihaknya bersama penyidik Bripka
Husain, akan tetap bekerja keras dan semaksimal mungkin demi terungkapnya kasus
kehilangan yang dilaporkan oleh masyarakat, termasuk kasus lain yang ditangani
pihaknya saat ini. (GA. Nurdin*)
Post a Comment