-->

Notification

×

Iklan

Bantahan Ade, Memantik Tanggapan

Friday, December 13, 2013 | Friday, December 13, 2013 WIB | 0 Views Last Updated 2013-12-13T01:25:50Z
 Bima, Garda Asakota.-Pernyataan Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bima, Ferdiansyah Fajar Islami, ST, (FFI) sebagaimana dilansir oleh Ketua BK DPRD di berbagai media massa, yang membantah keterlibatan FFI dalam penanda-tanganan kontrak kerja proyek pengadaan sampan fiberglas senilai Rp198 juta di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Bima, memantik sejumlah pertanyaan dari berbagai kalangan. 
Koodinator Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK NTB), Gufran, S. Pd, mengungkapkan bahwa, jika memang benar-benar bantahan FFI itu bisa dipertanggung-jawabkan secara moral dan hukum, maka Kadis PU, Pejabat Pengadaan Barang, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), diduga telah melakukan upaya pembiaran terhadap oknum yang telah dengan berani menandatangani kontrak kerja proyek atas nama FFI, memasukan nama FFI sementara yang bersangkukan mengakui tidak tahu menahu tentang hal itu.  “Jika memang pengakuan Dae Ade (FFI, red) itu benar adanya, maka patut diduga ada upaya persekongkolan jahat dalam kasus proyek pengadaan sampan fiberglas,” duga pria yang kerap menggelar aksi unjuk-rasa di kantor Kejati maupun Polda NTB ini. Dia mempertanyakan, kenapa pada saat dilakukan penandatanganan kontrak tahun 2012 lalu, baik pihak PU, PPK, maupun PPA, yang diduga sudah mengetahui pencantuman nama FFI tertuang dalam dokumen kontrak proyek, tidak melakukan upaya klarifikasi kepada yang bersangkutan?, padahal semua orang mengetahui bahwa yang dilibatkan itu adalah nama orang besar, Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bima yang nota-bene adik kandung Bupati Bima, H. Ferry Zulkarnain, ST?. 
“Apalagi mereka-kan bekerja dibawah pemerintahan Bupati Bima, Ferry Zulkarnain?. Mestinya ada upaya klarifikasi dulu kepada yang bersangkutan. Jangan hanya asal mencaplok nama orang, karena ini menyangkut kredibilitas nama keluarga besar Bupati Bima,” cetusnya.         
Di lain pihak, seorang Pengacara Bima-NTB, HM. Natsir Yusuf, SH,  justru mencurigai bahwa upaya bantahan yang dilakukan oleh FFI sebagaimana dilansir oleh Ketua BK DPRD Kabupaten Bima usai menghelat klarifikasi dengan FFI, dinilainya hanya sebatas ingin lepas dari tanggung-jawab. “Tidakkah hal itu patut dicurigai sebagai upaya cuci tangan atau lepas tanggungjawab FFI?,” katanya kepada Garda Asakota, Kamis (11/12).
Menurut mantan anggota DPRD Kabupaten Bima yang dikenal vocal ini,  terlampau nekat orang lain berani menandatangani kontrak kerja proyek pada nama FFI, apalagi FFI ini merupakan sosok yang dikenal sebagai keluarga besar Bupati Bima. “Dan kalaupun betul itu tanda-tangan FFI dipalsukan, kenapa diam? Dia (FFI, red) harusnya melapor masalah ini secara pidana ke Polres Bima Kota atas dugaan pemalsuan tanda-tangan Pasal 263 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara,”sarannya.
Dijelaskannya bahwa, tanda-tangan yang diduga palsu tidak cukup dibantah seolah-olah urusan selesai, tapi harus ditindaklanjuti ke ranah proses pidana. Tanda-tangan yang diduga dipalsukan dengan sampel tanda-tangan asli diperiksa secara laborat atas permintaan penyidik, dan lazimnya dilakukan pemeriksaan sampel itu di Denpasar Bali. “Setelah dilakukan pemeriksaan di laboratorium forensic, baru nanti akan ketahuan mana tanda-tangan yang benar dan mana yang dipalsukan. Dan saya meminta kepada BK maupun lembaga Dewan, agar tidak terlena dengan bantahan itu,” tukas Natsir mengingatkan. 
Hingga berita ini diturunkan, baik Kadis PU, PPK, maupun Pejabat Pengadaan Barang dalam proyek pengadaan sampan fiberglas tahun 2012, yang berusaha dikonfirmasi wartawan, tidak memberikan tanggapannya. Kelihatannya, ketiga pejabat itu lebih memilih bungkam dalam melakukan upaya klarifikasi kepada publik. (GA. 212*)

×
Berita Terbaru Update