-->

Notification

×

Iklan

Wakil Bupati Bima Sebaiknya Mundur

Monday, November 18, 2013 | Monday, November 18, 2013 WIB | 0 Views Last Updated 2013-11-18T04:35:38Z


Bima, Garda Asakota.-
Ketua Komisi I DPRD Kabu­paten Bima, Baharuddin Ishaka, SH,  meminta agar Wakil Bupati Bima, Drs. H. Syafruddin HM. Nur, M. Pd, dapat mundur dari jaba­tannya secara legawa.
Menurutnya, pernyataan Wabup yang ‘mengancam’ akan mengundurkan diri jika Drs. Zubaer HAR, M.Si, tidak dicopot dari jabatannya oleh Bupati Bima, H. Ferry Zulkarnain, ST, harus benar-benar direalisasikannya, dan Wakil Bupati diingatkannya harus konsisten dan professional. Sebab pernyataan itu, kata dia, dilontarkan bukan oleh H. Syaf­ruddin secara pribadi, melainkan sebagai Wakil Bupati Bima yang sah. “Dan memang pernyataan itu tidak terkait hukum me lain­kan persoalan etika kepemimpinan yang kita per­ta­nyakan. Membe­ri­kan pernyataan kepada pers un­tuk diketahui oleh publik itu sudah dipegang, ha­rus­­ nya secara etika Wabup legawa mundur, dan Wabup ha­rus konsisten dengan per­nyataannya itu ka­rena meru­pakan sosok yang menjadi con­toh bagi masya­rakat di Ka­bu­paten Bima,” ungkap Baharuddin,
kepa­da wartawan, Ka­mis (14/11). Diakuinya, Komisi I DPRD saat ini sedang me­la­­ku­kan upaya klarifikasi terkait dengan men­cuatnya span­duk ‘bermasalah’ saat kegiatan sosialisasi serti­fi­ka­si jaja­ran Dikpora di aula Paruga Nae Kecamatan Bolo, Senin lalu (4/11) lalu. Biasanya, pada setiap kegiatan dipam­pang foto Bupati dan Wakil Bupati, yang mengapit tema kegiatan dengan pakaian kebesarannya. Namun pada ke­giatan itu, bukannya foto Wakil Bupati (Wabup) yang dipasang berdam­pingan dengan Bupati, tetapi pihak penyelenggara mema­sang foto Kepala Dinas Dikpora Kabupaten Bima, Drs. H. Zubair HAR, M.Si.  Ironisnya, pada foto spanduk itu, Zubair mengenakan seragam kebe­saran Wabup yang biasa dipakai pada kegiatan-kegiatan resmi pemerinta­han, seperti pelantikan dan hari besar Nasional.
Mengetahui hal itu, Wabup mendesak Bupati Bima segera men­copot Kadis Dikpora yang telah dianggap melecehkan dirinya. Jika tidak, Wabup siap mundur dari jaba­tannya. “Pernyataan Wabup mundur jika Bupati tidak mencopot Kadis Dikpora itu terang-terangan dimuat media dan disebarluaskan ke publik. Penegasan Wakil Bupati ini menjadi persoalan moral dan etika sebagai pemimpin, karena itu saya minta Wakil Bupati lapang dada mengun­durkan diri, dan tidak bersikukuh memper­tahankan jabatannya sebagai Wabup, jangan sampai di cap plin plan atau tidak memiliki nilai tawar di hadapan Bupati,” tegasnya.
Baharuddin menilai, dengan tidak diindah­kannya keinginan Wabup oleh Bupati seakan-akan posisi Wakil Bupati tidak ada apa-apanya di mata masyarakat.
Di sisi lain, mantan anggota DPRD Kabupaten Bima, HM. Natsir, SH, justru sangat menyesalkan dan menilai pernyataan Wakil Bupati terlalu premature untuk disam­ pai­kan ke publik. “Namun karena sudah terlanjur dipublikasi, kembali kepada Wakil Bupati yang membuat pernyataan,” katanya, Kamis (14/11).
Natsir mengkhawatirkan pernyataan ini akan menjadi boomerang jika pada kenyataannya Bupati tidak mengindahkan keinginan Wabup, dan tetap mempertahan­kan Zubaer sebagai Kadis Dikpora. “Bisa menjadi boomerang, tidak seharusnya berstatemen seperti itu, kasihan rakyatnya.
Tapi saya melihat tipis Bupati untuk mencopot Zubaer, karena pertimbangan kedekatan emosional antara Ferry dengan Zubaer” katanya seraya mengungkapkan bahwa di sisi lain, dirinya dapat menangkap adanya semacam kekecewaan dari Wabup apalagi menyandang sebagai orang nomor-2 di Kabupaten Bima.
Natsir yang kini telah menjadi seorang Praktisi Hukum menilai pasca konflik ‘Spanduk Dikpora’ akan memunculkan hubungan disharmoni antara Ferry-Syaf­ruddin. “Selama ini saya melihat mereka harmonis, tapi begitu kejadian itu bisa jadi akan terjadi dishamoni.  Pernyataan Wabup yang disampaikan ke media itu kan, bahasa tingkat tinggi seorang Wabup loh. Saya melihat setelah statemen itu, akan terjadi disharmoni. Akan terjadi resistensi birokrat, terjadi pengkotak-kotakkan birorasi. Dan ini sudah kelihatan, rakyat sudah tahu,” tandasnya.

Zubaer: Daripada Wabup Mundur, Saya saja yang Dipecat
Kasus foto spanduk yang diduga mele­cehkan Wakil Bupati Bima, Drs. H. Syafruddin H. M. Nur, MM ditanggapi Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bima, Drs. Zubaer HAR M.Si. Saat menggelar konfrensi pers di Bandara Sabtu lalu (9/11) Zubaer tak ingin berpolemik dan siap dipe­cat dari pada Wakil Bupati mengundurkan diri. Menurutnya, foto dia dan Bupati Bima yang ada di spanduk saat acara sosialisasi di Paruga Nae Kecamatan Bolo beberapa waktu lalu tak diketahui persis.
Dirinya pun tak ingin berpolemik dalam kasus ini, apalagi perang opini di media. Tapi, sisi positifnya, lewat media juga bisa diklarifikasi persoalan ini. “Saya rasa hanya orang yang gila dan bodoh saja yang mau merusak citra dirinya. Dan tidak mungkin Saya melakukan itu,” jelasnya.
Menurut Zubaer, wajar saja kalau Wakil Bupati marah dan emosi terkait foto ter­sebut. Tapi, jangan di lihat dari satu sisi itu saja. “Tidak mungkin saya secara pribadi mencederai citra pemerintah. Kalau pun ini ada peranan pihak ketiga, Saya tak ingin su’udjon ke arah itu,” ketusnya. Pada inti­nya, jajaran Dinas Dikpora tak mengetahui tentang hal tersebut. “Memang, saat kegiatan saya ada di situ. Dan saya tak meli­hat ada spanduk yang menjadi biang kesa­lahpahaman ini,” ujarnya. Dia tahu adanya spanduk itu, ketika H. Ali, Kabid KPMP yang akhirnya di mutasi datang ke rumah­nya. “Dari cerita H. Ali memang benar ada spanduk itu. Saya bilang, kalau spanduk benar ada, itu adalah kesalahan,” ceritanya.
Saat itu, dirinya langsung menghubungi Wakil Bupati untuk meluruskan persoalan dan memohon maaf atas kejadian tersebut. Dia pun menghubungi Pak Bupati lewat Ajudannya, Armin. Sedangkan H. Ali selaku penanggungjawab kegiatan langsung diarahkan bertemu Wakil Bupati untuk mengklarifikasi dan meminta maaf.
“Saat 1 Muharram, Saya dan H. Ali su­dah menghadap Wakil Bupati dan meminta maaf secara langsung. Langkah saya ini patut diapresiasi,” tukas Zubaer. Adanya tanggapan Wakil Bupati yang mengingin­kan dia dicopot, bagi Zubaer, lebih baik dirinya yang dipecat dari pada Wakil Bupati mengundurkan diri. “Saya tidak ingin dalam masalah ini terjadi disharmonisasi antara Bupati dan Wakil Bupati,” terangnya.
Sementara itu, ia pun berhak untuk menjaga citra pribadi. Dan ketika  pihaknya dianggap melakukan pelanggaran, sebagai PNS tentu ada tahapan sanksi yang dibe­rikan. “Saya kira kedua pimpinan di Pem­kab Bima itu adalah orang yang bijak. Dan bila harus dipecat sebagai kepala Dinas, no problem bagi saya. Dan saya tidak akan me­la­kukan apa-apa. Sebab ini bukan jabatan keluarga atau warisan,” katanya.
Saat bertemu Wakil Bupati, kata dia, sebenarnya tak ada masalah. “Komunikasi kami baik-baik saja. Tapi, di media statemen beliau seolah emosional. Sebenarnya, saya yang harus marah. Karena seragam di foto itu adalah seragam Kepala Desa. Masa Kepala Dinas dibandingkan dengan Kepala Desa. Dan sebenarnya itu pelecehan bagi saya,” tuturnya lagi.
Pria berbadan tinggi itu melanjutkan, sebenarnya pemasangan spanduk selama ini tidak pernah ada masalah. “Karena staf yang tak tahu aturan yang mengerjakan, sehingga terlihat fatal seperti ini. Atau mungkin ada pihak ketiga yang sengaja menciptakan kondisi ini. Yang jelas, Saya tidak gila dan bodoh dan tak mungkin anak buah saya juga melakukan hal ini,” sorotnya.
Kata dia, jika anak buah berbuat kesalahan, semestinya harus dilakukan pembinaan terlebih dahulu. Dan terkait mutasi tiga pegawai Dinas Dikpora imbas masalah ini, Zubaer mengaku bukan ranahnya menanggapi hal tersebut. “Agar jelas, silahkan ke Pak Bupati kaitan masalah mutasi,” pungkasnya. (GA. 335*)
×
Berita Terbaru Update