-->

Notification

×

Iklan

Putusan PTUN, Tak Pengaruhi Jabatan Walikota dan Wawali Bima

Friday, August 23, 2013 | Friday, August 23, 2013 WIB | 0 Views Last Updated 2013-08-23T14:48:07Z
Kota Bima, Garda Asakota.-
Putusan PTUN Mataram yang membatalkan Surat Keputusan (SK) KPU Kota Bima tentang penetapan pasangan HM. Qurais H. Abidin dan H. A. Rahman H. Abidin, SE (Qurma), dipredikasi tidak akan membatalkan jabatan Walikota dan Wakil Walikota Bima periode 2013-2018.
Hasil Pemilukada yang memenangkan pasangan, tersebut dianggap sudah sah secara hukum, sehingga putusan apapun di luar itu,
tidak bisa dilaksanakan. Praktik di lapangan, biasanya keputusan ini (PTUN, red) tidak bisa dilaksanakan, karena di lain pihak sudah muncul fakta hukum baru. Yang dimaksud dengan fakta hukum baru dalam kasus ini ialah proses Pemilukada Kota Bima sudah selesai dan hasilnya memenangkan pasangan Qurma yang sudah disahkan secara hukum. Fakta hukum ini, tidak bisa dicabut ataupun dikesampingkan begitu saja.
Sebab proses Pilkada sudah selesai, Mahkamah Konstitusi (MK) juga sudah membenarkan hasilnya, pasangannya sudah dilantik.
Artinya apa yang didapat oleh incumbent sekarang adalah sah, melalui proses yang benar. Tidak boleh dirugikan oleh keputusan KPU yang tidak ada kaitannya dengan jabatan Walikota dan Wakil Walikota Bima sekarang ini.
Kompetensi absolut untuk memeriksa dan memutus sengketa Pemilukada hanya ada di MK. Maka lingkungan peradilan lain, termasuk PTUN, tidak mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutus sengketa Pemilukada. Kewenangan MK itu diberikan oleh konstitusi. Maka peraturan hukum di bawahnya tidak dapat menilai putusan MK tersebut. Dalam hal ini, putusan yang dikeluarkan MK yang sudah bersifat final dan mengikat, tidak dapat lagi diadili di lingkungan peradilan lain, dalam hal ini PTUN. Hal ini dapat dimengerti sebab bisa dibayangkan kerumitan hukum jika PTUN masih dibolehkan menilai apalagi membatalkan putusan MK yang sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde).
Selain bersifat inkrah, putusan MK itu bersifat “erga omnes” artinya dia tidak hanya mengikat pihak-pihak yang berperkara di MK tetapi juga orang-orang atau instansi-instansi lain di Republik ini. Maka, tidak boleh ada lagi orang yang menggugat putusan MK itu. Sebab dengan penerapan asas “erga omnes” itu maka semua orang di Republik ini tunduk pada putusan MK tersebut. Hal inilah yang mendasari pernyataan Walikota Bima, HM. Qurais H. Abidin, menyikapi aksi demonstrasi yang meminta jabatan Walikota dan Wakil Walikota dianulir kembali menyusul putusan PTUN Mataram. Saat memimpin apel pagi di depan ribuan PNS beberapa waktu lalu, Qurais menegaskan bahwa, putusan PTUN tidak berwenang mengeksekusi hasil Pemilukada yang telah ditetapkan oleh KPU Kota Bima. Bahkan, tidak pernah ada putusan PTUN yang bisa menggugurkan pasangan Kepala Daerah terpilih.
“Tidak ada dalam sejarah bahwa putusan PTUN menggugurkan pasangan Kepala Daerah terpilih,” tegas Qurais saat memimpin upacara apel pagi, Senin awal Agustus lalu (12/8). Pernyataan senada, juga kembali ditegaskan oleh Wakil Walikota Bima, H. A. Rahman H. Abidin, ketika memimpin apel pagi di halaman kantor Walikota Bima, Senin (19/8). “Keputusan MK itu sudah final, jika ingin bertarung silahkan tunggu 2018 mendatang,” tegasnya.
Menurut Walikota dan Wakil Walikota Bima yang baru saja dilantik itu, sangat keliru apabila kasus Pemilukada di Kota Bima disamakan dengan kasus Pemilukada Gubernur Jawa Timur karena objek perkaranya tidak sama. Kasus yang dialami pasangan calon Gubernur Jawa Timur dengan putusan Pilkada ulang merupakan hasil putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), bukan hasil putusan PTUN. “Kalau memang ada yang tidak suka dengan hasil Pilkada 13 Mei lalu, itu wajar saja. Tapi, saya yakin lebih banyak yang suka dengan saya,” ujar Aji Qurais, pada kesempatan apel pagi sebelumnya.
Kembali ditegaskan bahwa, masalah ataupun sengketa hukum Pilkada telah berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK). Apabila ada persoalan hukum lainnya, maka tidak ada Pengadilan lain yang mampu menggugurkan hasil Pemilukada.
“Sengketa Pilkada final di MK, bukan Pengadilan lain. Insya’Allah orang yang mengerti hukum Tata Negara pasti paham,” terangnya. Katanya, di Pengadilan lain seperti di PTUN hanya mengurus masalah administrasi dan tidak berwenang menjatuhkan hukuman.
Namun demikian, pihaknya sangat menghargai dan tidak alergi dengan aksi demonstrasi sebagian elemen masyarakat Kota Bima yang mempersoalkan hasil putusan PTUN Mataram tersebut, karena hal itu merupakan hak masyarakat yang diberi ruang oleh UU. “Hak masyarakat diberikan ruang berdemokrasi dan menyatakan pendapat. Kita wajib menghormati hak-hak hokum masyarakat,” tutur Walikota Bima.  
Seperti ditegaskan juga oleh Kepala Biro Hukum Setda NTB, H. Mahdi Muhammad, SH, MH. Kepada wartawan awal Agustus lalu, Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram yang mengabulkan seluruh gugatan yang diajukan mantan calon Walikota dan Wakil Walikota Bima Hj. R. Soesi Whidiartini, dan Muhammad Rum, SH (BARU) dinilai tidak mempengaruhi eksekusi pelantikan Walikota dan Wakil Walikota Bima, H. Qurais H. Abidin dan A. Rahman (Qurma). Karena keputusan itu tidak bisa menghambat eksekusi terhadap keputusan administrasi Negara.
Pelantikan Walikota dan Wakil Walikota Bima didasarkan pada administrasi Negara. “Hal itulah yang menjadi dasar pak Gubernur NTB melakukan pelantikan Walikota dan Wakil Wali Kota Bima, yakni pasangan Qurma. Jadi, keputusan PTUN Mataram itu tidak dapat menghambat eksekusi pelantikannya. Lagi pula tidak ada kewajiban bagi pejabat untuk mengeksekusi putusan PTUN,” katanya.
Mahdi menuturkan, sengketa Pemilukada itu ada pada Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara, MK sudah ada final memutuskan pasangan Qurma sebagai pemenang Pemilukada di Kota Bima. Dengan keputusan MK itu dan keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), maka Gubernur NTB sebagai wakil pemerintah melakukan pelantikan kepada pasangan Qurma. Dampak putusan PTUN Mataram itu lanjut Mahdi, hanya pelanggaran administrasi yang mengarah ke putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bima.
Di mana, KPU Kota Bima bisa dikenakan sanksi berupa pemecatan atau membayar denda. Tapi KPU Kota Bima akan melakukan banding ke PTTUN Surabaya terkait keputusan PTUN Mataram. Putusannya, yakni membatalkan surat keputusan KPU Nomor 18 Tahun 2013 tentang penetapan pasangan calon Walikota dan Wawali tanggal 25 maret. (GA. 212*)

×
Berita Terbaru Update