-->

Notification

×

Iklan

Feri: Biarkan Hukum Berproses Sesuai Koridornya

Friday, August 23, 2013 | Friday, August 23, 2013 WIB | 0 Views Last Updated 2013-08-23T14:45:37Z
Kota Bima, Garda Asakota.-  
Wakil Ketua DPRD Kota Bima, Feri Sofiyan, SH, meminta masyarakat bersabar menunggu hingga keluarnya putusan akhir penyelesaian sengketa administrasi hasil Pemilukada Kota Bima. Sebab saat ini, kata dia, proses yang masih dipersoalkan oleh sebagian komponen masyarakat itu, bentuk penyelesaiannya masih berlanjut di tingkat banding Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya, usai para tergugat (KPUD, dan Qurma, red) menyatakan banding atas putusan PTUN Mataram yang memenangkan gugatan pasangan mantan Calon Walikota dan Wakil Walikota Bima, Bunda-Rum (Baru).
“Kalau bicara ingin menolak pelantikan, mungkin saya yang juga sebagai salah satu kandidat Pemilukada juga ingin hal yang sama. Tapi kita ini Negara hukum, dan biarkanlah hukum berproses sesuai koridornya,” katanya, Rabu lalu (14/8) menyikapi aspirasi massa yang mengatasnamakan Forum Penyelamat Konstitusi Kota Bima yang mendesak DPRD Kota Bima segera menggelar sidang paripurna istimewa untuk menganulir kembali dilantiknya pasangan terpilih, Qurais-Rahman (Qurma).
Saat beraudiensi di ruang rapat utama kantor DPRD Kota Bima, massa aksi saat itu menilai pelantikan pasangan Qurma cacat hukum, dan terkesan dipaksakan, karena tidak mengindahkan hasil putusan sela PTUN Mataram yang meminta agar proses pelantikan ditunda hingga ada kepastian hukum terkait dengan gugatan pasangan Baru. Massa-pun menuding DPRD-lah sebagai salah satu lembaga yang bertanggung-jawab atas pelantikan tersebut.
Menyikapi hal ini, Feri Sofiyan yang melayani massa aksi justru menegaskan bahwa lembaga DPRD tidak mempunyai kewenangan untuk melantik Kepala Daerah. “Keliru apabila legislatif dituding telah memuluskan agenda pelantikan Kepala Daerah Kota Bima beberapa waktu lalu. Justru pihak yang berwenang adalah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melalui Gubernur NTB.
Legislatif hanya menjadi mediator pelaksanaan acara seremonialnya saja dengan menggelar rapat paripurna istimewa sesuai dengan perintah aturan,” terangnya.
Feri mengakui hasil putusan sela PTUN Mataram secara resmi diterima pihaknya pada tanggal 25 Juni, sehari setelah agenda pelantikan. Sedangkan tanggal 23 Juni diakui hanya menerima salinan dalam bentuk faximile yang tidak diketahui pengirim dan tidak tertera pihak yang dituju.
“Kendati kami lebih awal menerima salinan faximile, namun hal itu tidak bisa dijadikan dasar dan rujukan untuk menentukan sikap karena tidak memiliki legalitas formal. Kita ini lembaga Negara sehingga segala sesuatunya mesti berjalan pada aturan legalitas formal. Tidak bisa kita menjadikan acuan hanya dengan salinan putusan fax tersebut,” sambungnya. Lagipula ujarnya, KPU sebagai penyelenggara pemilu tidak pernah berkoordinasi dengan DPRD Kota Bima terkait adanya salinan putusan itu sebelum diadakan pelantikan.
Untuk itu, pria yang juga Ketua DPD PAN Kota Bima ini mengingatkan kepada masyarakat dan massa aksi agar tidak lagi menggelar demonstrasi karena proses penyelesaian sesuai aturan sedang berjalan.
Menurutnya, cara yang ditempuh penggugat dengan mengajukan gugatan ke PTUN dinilai sudah tepat sebagai cerminan penyaluran aspirasi yang sesuai aturan. “Kami mengharapkan kesabarannya untuk bersama mununggu proses akhir di PTUN Surabaya dan mari kita kawal bersama prosesnya,” harap mantan calon Walikota ini. Berdasarkan pantauan wartawan, sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam wadah Forum Penyelamat Konstitusi Kota Bima menggelar aksi unjuk-rasa di kantor DPRD Kota Bima.
Mereka mempersoalkan, tidak diindahkannya putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Mataram yang meminta penundaan pelantikan Walikota dan Wakil Walikota Bima terpilih periode 2013-2018 karena.  Perwakilan massa, Farhan dalam orasinya meminta Legislatif bersikap tegas untuk menegakkan aturan.
Salah satu solusinya yakni dengan menggelar sidang paripurna istimewa dan menghadirkan karateker untuk mengambil alih tampuk jabatan Kepala Daerah Kota Bima yang dianggap melanggar konstitusi.
“Tidak ada peraturan atau kebijakan lain yang bisa mengalahkan Undang-Undang karena aturan tertinggi di negeri ini adalah Undang-Undang. Maka sangat keliru bila ada pihak yang mengabaikan putusan PTUN sebagai lembaga hukum,” ujar Farhan. (GA. 355)*

×
Berita Terbaru Update