-->

Notification

×

Iklan

Awasi Pulau di NTB, BPN Lakukan Pendaftaran

Wednesday, September 19, 2012 | Wednesday, September 19, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-09-19T01:57:21Z
Mataram, Garda Asakota.-
Suatu pulau tidak bo¬leh dimiliki secara abso¬lut oleh satu orang. Apa¬lagi, wilayah pantai yang menjadi ba¬gian dari sebuah pu¬lau itu adalah hak milik publik. Namun, dalam ke¬nyataannya, terda-pat indikasi penguasaan pulau secara personal. Mengatasi problematika seperti ini, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi NTB berjanji akan mengatasi penguasaan absolute secara personal atas suatu pulau di NTB. “Kami akan mengatur hak atas pulau itu dengan tidak akan memberikan hak penguasaan pulau itu pada satu orang,” tegas Kakanwil BPN Propinsi NTB,
RB. Agus Widjayanto, SH., M. Hum., kepada wartawan media ini beberapa waktu lalu. Hanya saja, pihaknya mengeluhkan belum lengkapnya regulasi terkait dengan pengaturan penguasaan suatu pulau seba¬gaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 tahun 1996. “Pengaturan tentang hal ini didalam PP Nomor 40 tahun 1996 itu belum lengkap. Artinya didalam PP ini, tidak diatur berapa persen tanah yang boleh dikuasai secara personal di dalam suatu pulau itu, berapa luasan maksimalnya dan lain sebagainya. Karena belum lengkap¬nya pengaturan penguasaan pulau yang diatur dalam PP tersebut, makanya diatur melalui Surat Edaran,” jelas Agus Widja¬yanto. Untuk mengontrol penguasaan suatu pulau oleh masyarakat, maka yang harus dilakukan BPN menurutnya adalah melaku¬kan pendaftaran atas pulau-pulau itu yang kegunaannya adalah sebagai sarana pengontrol atas keberadaannya. “Siapa yang menguasai tanah atas pulau itu dapat terkontrol. Kalau pulau itu tidak didaftar, maka pemerintah akan susah mela¬kukan pengontrolan akan keberadaannya,” ujarnya. Menurutnya, seseorang bisa saja menguasai hak atas pulau itu baik berupa hak milik, hak bangunan, maupun hak guna usaha. “Hanya saja untuk penggunaan dan pemanfaatannya saat sekarang yang harus diatur sesuai dengan jenis usaha yang akan dilakukan,” cetusnya. Sementara bagi Warga Negara Asing (WNA) yang ingin menguasai suatu pulau di Indonesia bisa diperkenankan asalkan WNA tersebut bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia, bekerja di Indonesia dalam jangka waktu 25 tahun dan ia akan diberikan hak penguasaan dengan menggunakan Hak Pakai. “Kalau tidak dengan Hak Pakai, bisa juga dengan menggunakan sistim perjanjian sewa dengan pemegang hak baik itu atas bangunan maupun atas hak milik. Dan perjanjian ini juga maksimal berlaku sampai dengan 25 tahun. Dan harus dibuatkan Akte PPAT serta didaftarkan ke Kantor BPN, dibukukan atau dicatat di Buku tanah Hak yang dia sewa sebagai¬mana diatur dalam PP 41 tahun 1996. Kalau pun digunakan untuk usaha, maka tidak boleh dipergunakan Hak Pakai. Akan tetapi, harus berbentuk Badan Hukum, dan harus mendapatkan ijin inves¬tasi dari BKPM, kemudian mengajukan ijin lokasi, baru diajukan hak perolehan tanah yang kemudian bisa diterbitkan untuk resort, villa maupun hotel dalam bentuk Hak Bangunan, dan kalaupun untuk perkebunan maka diberikan Hak Guna Usaha,” terang¬nya panjang lebar. Berdasarkan data yang dimilikinya, tidak ada seorang pun WNA yang mendapatkan Hak Sewa atas pulau-pulau di NTB, begitu pun di Gili Nanggu. “Dan kalau pun ada, mudah-mudahan ma¬sih dalam tataran sesuai ketentuan yang ada. Artinya kalau WNA mau mengelola suatu usaha di atas pulau itu, yah harus berbadan hukum dan mendapatkan ijin investasi terlebih dahulu,” tegasnya. (GA. 211*).
×
Berita Terbaru Update