-->

Notification

×

Iklan

Warga Lambu Rekonsiliasi, Pemerintah Daerah Kok Takut?

Tuesday, February 14, 2012 | Tuesday, February 14, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-02-14T07:30:27Z
Ketua FRAT Nilai Bupati Tak Punya Itikad Baik
Bima, Garda Asakota.-
Rapat Akbar yang digelar ribuan masyarakat Lambu dan Sape, di lapangan Temba Romba Kecamatan Lambu Kabupaten Bima, Senin lalu (6/2), tidak dihadiri oleh Bupati Bima, Ferry Zulkarnain maupun pihak-pihak terkait lainnya seperti Kapolresta, Kapolda, dan Gubernur NTB. Meski sangat kecewa dengan sikap Bupati Bima yang dikabarkan tidak hadir karena alasan keamanan,
namun warga masyarakat tetap antusias mengikuti pertemuan tersebut, meskipun hanya diwakili Camat Lambu, Drs. Mustafa, M.Ap., dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bima, Drs. HM. Najib Ali (Hanura), bersama lima anggota Dewan dari Daerah Pemilihan (Dapil) IV minus Ir. Suryadi dari Partai Golkar. Mereka yang hadir itu yakni, Firdaus, SH (PKS), Muhammad Aminurlah, SE (PAN), Ahmad (PDI-P), I Julkarnain (Demokrat), dan Sumardin (PPP). Rapat itu bertemakan rekonsiliasi pasca konflik antara masyarakat dan pemerintah.
Anggota DPRD Kabupaten Bima dari Daerah Pemilihan (Dapil) IV, M. Aminurlah, SE, melihat adanya ‘ketakutan’ Pemerintah Daerah untuk menghadiri undangan masyara¬katnya sendiri. “Saya melihat sangat ketakutan. Kenapa harus takut, padahal tujuan masyarakat hanya ingin rekonsiliasi kok?. Pemerintah daerahkan sudah diundang secara resmi, dan masyarakat akan menjamin keamanannya,” ungkapnya kepada Garda Asakota. Pria yang akrab disapa Maman ini menegaskan bahwa, tidak ada yang perlu ditakutkan dari masyarakat Lambu-Sape, karena pada dasarnya mereka sudah membuka diri, apalagi faktanya SK 188 itu sudah dicabut secara permanen.
“Faktanya, masyarakat sangat terbuka dan menerima kedatangan semua pihak, termasuk pemerintah dan aparat kepolisian. Karena Bupati tidak ada, mereka sangat kecewa, padahal sangat diharapkan kehadirannya,” cetusnya.
Anggota Komisi III DPRD ini berharap Pemerintah Daerah tidak terus menerus menutup diri, karena tidak akan ada penyelesaian bila sikap itu terus diperlihatkan. “Saya justru menilai, bila terus menutup diri, akan menimbulkan masalah dimana-mana. Tadi saya dengar masyarakat sesalkan ketidak hadiran pihak Pemda, minimal Sekda-lah sebagai putra daerah,” tuturnya. Di sisi lain, Mulyadin selaku juru bicara Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) untuk wilayah NTB, menjelaskan, rapat akbar tersebut digelar dalam rangka rekonsiliasi pasca konflik yang terjadi antara warga Lambu dengan pihak Kepolisian dan Pemerintah. Dengan rekonsiliasi tersebut diharapkan supaya konflik yang sempat terjadi tersebut tidak berlanjut. “Kita akan sama-sama carikan solusi agar warga bisa hidup damai dan tenteram. ,” ujarnya. Diakuinya, Rapat Akbar ini merupakan langkah awal menuju rekonsiliasi pemuli¬han, namun sayangnya Pemerintah Kabupaten Bima dalam hal ini Bupati Bima atau yang mewakili, Kapolresta Bima dan serta Kapolda NTB tidak hadir.
“Padahal kami telah melayangkan undangan. Ini menandakan bahwa Bupati Bima tidak ada I’tikad baik dalam hal ini. Sebenarnya kami tidak benci dengan Bupati Bima, hanya saja kami sangat benci dengan kebijakannya, dimana telah mengeluarkan SK 188 tentang pertambangan,” cetusnya.
Sebagai masyarakat pihaknya tentunya sangat bersyukur sudah di cabutnya SK 188, namun pihaknya berharap agar pencabutan itu di sosialisasikan kepada seluruh masya¬rakat bahwa SK ‘Maut’ itu benar-benar sudah di cabut, karena masih ada sebagian masyarakat yang belum mengetahuinya.
Pihaknya berharap agar pemerintah mau melihat apa yang sebenarnya diinginkan oleh warga Lambu saat ini. Insiden yang terjadi di Pelabuhan Sape Bima tanggal 24 Desem¬ber lalu agar dijadikan memori kelam, seba¬gai kenang-kenangan dan pelajaran untuk ke depannya. “Tidak ada perjuangan yang tanpa pengorbanan,” akunya.
Mulyadin juga membantah terkait adanya informasi dan anggapan bahwa aksi mereka tersebut ditunggangi oleh pihak tertentu. Aksi mereka tersebut, menurutnya, murni untuk mempertahankan tanah kelahiran yang dititipkan oleh nenek moyang mereka. “Ini aksi murni untuk memperta¬han¬kan tanah kelahiran nenek moyang kami,” ujarnya. Ia meminta warga Lambu untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan serta menjalin kerjasama yang baik. Rapat akbar yang digelar tersebut, menurutnya, rekonsiliasi tahap awal, karena rencananya masih akan ada rekonsiliasi lanjutan.
Pantauan langsung wartawan, meskipun tanpa kehadiran Bupati Bima dan jajaran¬nya, masyarakat Lambu-Sape tetap meng¬gelar rapat yang bertemakan rekonsiliasi pasca konflik antara masyarakat dan peme¬rintah. Sejumlah warga terlihat menitikkan air mata saat Wakil Ketua DPRD Kabu¬paten Bima, Drs. HM. Najib, menyerahkan surat keterangan pencabutan permanen Keputusan SK 188 soal izin tambang PT. SMN kepada perwakilan FRAT, Mulyadin. Selain menitikkan air mata dan histeris, adapula warga yang berteriak kegirangan. Rapat seolah-olah menjadi pesta keme-nangan bagi warga yang telah berhari-hari berunjuk rasa mengecam surat keputusan Bupati Bima terkait izin penambangan. Najib-pun mengucapkan selamat kepada seluruh komponen masyarakat Lambu, Sape, dan Langgudu, karena telah berhasil memperjuangkan sehingga SK 188 tahun 2010 tersebut dicabut. Kepada warga yang terlibat masalah bisa menyelesaikan kasusnya dengan baik-baik, sementara untuk pemulihan keamanan, Najib menegaskan, pihak Polres Bima Kota tidak akan melakukan sweeping.
Ketua FRAT untuk Kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu, Hasanuddin, juga menjelaskan bahwa rapat akbar tersebut merupakan hari perdamaian antara warga dan pemerintah. Terkait insiden yang terjadi di Lambu, ia berharap agar pemerintah dae¬rah, provinsi dan pusat tidak saling menya¬lah¬kan. “Jadikan ini sebagai pelajaran untuk ke depannya, tidak usah saling menyalah¬kan, kita tidak bisa salahkan polisi juga,” tuturnya. Insiden Lambu tersebut terjadi hanya karena adanya sedikit kesalahan dalam pengambilan sebuah kebijakan oleh pimpinan daerah. “Kalau saja pemerintah bisa komit, insiden di Palabuhan Sape itu tidak akan terjadi, untungnya kebijakan yang salah dan tidak memihak ke rakyat itu sekarang sudah kembali adil,” jelasnya.
Hasanuddin menegaskan, saat ini seluruh jajaran pemerintah bersama TNI dan Polri sedang memperjuangkan nasib 40 warga Lambu yang menjadi tersangka atas insiden Pelabuhan Sape. Ia juga meminta warga untuk tetap taat hukum.
“Kita harus memulai perdamaian dari sekarang, insiden di Pelabuhan Sape itu membuktikan bahwa tidak ada yang lebih berkuasa dari Allah,” tegasnya.
Di lain pihak, Camat Lambu Drs. Mustafa, M.AP, menegaskan kepada anggota Dewan bahwa saat ini masyarakat Lambu tidak menginginkan adanya suasana permusuhan dengan pemerintah.
Bahkan menurutnya, warga Lambu sangat membutuhkan kedamaian. “Kondisi Lambu saat ini sangat kondusif,” tegasnya. Ia mengajak seluruh warganya untuk kerjasama dan mendukung dirinya sehingga mampu bersaing dengan 18 Kecamatan lainnya. (GA. 333/212*)
×
Berita Terbaru Update