-->

Notification

×

Iklan

Konflik Itu Indah

Tuesday, February 7, 2012 | Tuesday, February 07, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-02-07T13:27:34Z
Oleh: Rafika. S.Pd

Konflik itu indah, asik, menggigit, dan harus ada dalam karya sastra. Sema¬kin berkembangnya konflik semakin bernyawalah se¬buah karya sastra; Renne Wellek. Pengarang selalu antusias dan berlomba menciptakan dan meramu konflik sedemikian rupa, sehingga karyanya menjadi hidup. Yang disodorkan oleh pengarang dalam karya sastra adalah rangkaian konflik yang diramu hingga menjadi bacaan dan tontonan yang bisa membawa kita kepada alur cerita sekaligus menjadi tokoh dalam cerita tersebut. Konflik itu diburu dan diuber untuk lahirnya totalitas sebuah sastra yang berat. Tetapi eksistensi konflik amat kontra dengan rutinitas kita. Karena konflik itu harus dijauhi, dihindari,
sekaligus menghindari biangnya konflik. Dan kuncinya sederhana saja, janganlah mencari-cari kesalahan dan kekurangan orang lain, tetapi deteksilah kesalahan diri sendiri.
Dan urgensialnya adalah kita harus menciptakan suasana yang edukatif, dinamis dan harmonis; Umar H.M. Saleh, S.Pd (ketika rapat dinas 19 Januari 2012) Tetapi alangkah damainya hidup ketika kita dalam keadaan dan suasana yang tentram, kondusif, tidak saling sikut, tidak saling tuding, dan tidak saling menjatuhkan ! Gelisah kian mencekam merorong seluruh hati, perasaan nelangsa hingga tiada lagi semangat hidup . Semuanya karena keteledoran dan mengikuti alur pikiran dan perasaan yang mendewakan keegoisan dan keakuan yang terkini. Manusia memang selalu tak tahu diri, sehingga semuanya memihak kepada keegoisan belaka.
Humanisme ala Renaissance tersingkirkan oleh keinginan yang subjektif. Yah, homo homoni lupus, katanya Thomas Hobbes. Tidak ada kata lain selain bahtin yang mendesah, meliris alunan hati yang sarat dengan penyesalan. Yah, penyesalan yang tiada berujung dan buntu, seperti buntunya, Jalan Tak Ada Ujungnya, Muhtar Lubis. Mau mengadu pada siapa ? Mau lari ke mana ? Mau bertanya ke mana ? Sehingga harus kemana, kemana, dan Kemana ? Katanya Ayu Ting-Ting. Imbasnya adalah takut dan malu menjadi boomerang yang selalu mengganjal di setiap langkah ke depannya. Semuanya adalah dampak dari konflik yang kita ciptakan sendiri. Sebaliknya, Ciptakan Konflik Sebanyak-Banyaknya ! itu sangat diharapkan dan fenomenal dalam karya sastra. Para penyair menjadikan konflik sebagai tolak ukur penilaian terhadap karya sastra.
Konflik itu indah dalam terwujudnya karya sastra, semakin banyak konflik semakin menariklah karya sastra. Tetapi Konflik menjadi bomerang dan ditakuti, baik dalam birokrat, rumah tangga, rekan kerja, lembaga, paguyu-ban. Tetapi hati-hatilah ketika konflik diman¬faatkan dan dilirik oleh pihak ketiga ! Konflik akan dianggap ladang baru yang akan memuluskan niat-niat jahat bagi pihak-pihak yang berke¬pentingan. Jangan sampai kita ditunggangi oleh finansial semata. Jangan jadikan konflik seba¬gai kompetisi yang merugikan semua pihak. Tak akan ada kemunafikkan yang abadi, tak akan kefeodalan yang jaya, tak akan ada kebo¬hongan yang sempurna, tak akan ada kelicikan yang mulus, karena pada akhirnya akan sampai pada terminal yang akan menghukum dan menyiksa. Raga bisa membohongi dan menyum¬pahi, tetapi suara hati tak bisa dibohongi; William Shakespeare.
Suara hati akan menghukum kita sendiri, ketika kita tidak menyikapi setiap derap dan langkah yang tidak relevan dengan tataran. Konflik bathin lebih menarik dan tidak bersa¬habat alias tidak bisa ditolerir. Konflik bathin tidak bisa dibeli, tidak bisa diciptakan, tidak bisa dipolitisir, tidak bisa direkayasa, tidak bisa disuap dan tak memiliki daya untuk menyuap. Konfik bathin sangat menganggu, dan semua orang tidak ingin terperangkap dengan konflik bathin. Jangan sampai kita menciptakan konflik untuk memanasi lawan, untuk promosi jabatan, dan untuk kepentingan politik ! Semuanya harus kita sikapi dengan objektif , sportif, dan mawas. Tetapi pada dasarnya tidak ada personal yang dengan sengaja dan bertujuan untuk mencip¬takan konflik untuk dirinya sendiri. Okelah ketika konflik bisa merubah person ke arah yang lebih baik, seperti merubah performant, mengejar pendidikan agar bisa mengalahkan rival, menciptakan karier yang handal. Yang pada akhirnya, Hasilnya sim salabim. Demi cita-cita horisontal, konflik bisa di menej dengan baik dan hasilnya maksimal. Dan yang terlibat konflik bathin, bisa terekpresi dan terdeteksi dari sikap, bisa dibaca dari tuturan, bisa dilihat dari sorot mata, dan bisa terpancar dari aura. Apa yang terpancar dari body linguage itulah suara hati yang terwakilkan; Mario Teguh. Apa yang ada dalam pikiran dan hati tidak bisa didempul oleh salon dan dokter kecantikan.
Kapan konflik itu ada ? Dan pada moment apa? Apakah ketika promosi jabatan? Apakah ketika sengketa ? ketika pailit ? Ketika mengejar karierkah ? Ketika kita tidak punya malukah ? Ketika kita menemui jalan buntukah? Jangan coba-coba menciptakan masalah, kalau tidak ingin dililit masalah, dan jangan lari dari masalah kalau sudah mempimpong masalah. Konflik itu bisa tercipta ketika hati tidak mampu melihat orang yang lain lebih unggul dari diri sendiri. Ingin “Wah”, dan ingin lebihdari yang lain pada¬hal kompeten tidak mendukung. Jadilah pikirannya hanya ingin semata-mata objeknya kualat. Yang begini modelnya, pikirannya suka tidak tenang, selalu ingin sasarannya jatuh tersungkur dan menderita, barulah dia merasa aman dan terpuaskan. Agendanya hanya membual dan menghasut sekelilignya yang selefel. Gila memang, karena kegilaannya bisa membuat kegilaan yang membabi buta.
Belum lagi cerita 1001 malam yang dikarangnya dalam hitungan menit, kalau diterbitkan bisa menjadi CD yang berseri dan bersambung hingga karyanya menduduki the best seller. Sasaran penceritaannya ragam, seperti topeng monyet yang keliling dan keluar masuk kampung. Dibayar ok, gratisanpun lumayan, yang penting pentas sudah selesai dan ada penonton yang mendengar bualannya. Yah layaknya, sekerat ular sekerat belut. Yang lebih tragis , ketika penontonnya malah diberi tips. Semakin antusias memberikan respon, semakin tinggilah reword yang diterima. Pokoknya variatif, tergantung suasana hati yang sedang menggigit. Harus ada konflik, itulah nilai akhirnya. Karena ketika terjadi konflik berarti bualannya sukses dan membawa armada. Bisa hanya sekedar memberikan umpatan, cibiran, kontra, tidak dukung, apatis, dan terakhir anarkis. Yang menjadi Subjeknya bisa aneka golongan; remaja, manula, balita pun kena batunya. Benar-benar murahan, karena memang dari golongan pembohong kelas teri. Mereka ini ada dimana-mana mencari mangsa. Kalau tidak ingin salah langkah kita harus cermat menyikapi setiap tingkah laku di pembawa konflik. Mari kita ciptakan suasana yang damai, agar generasi kita damai pikiranya. Karena ketika generasi dibesarkan dalam lingkungan “mendung” maka akan lebih mendunglah pikiran mereka. Ketika dibesarkan dalam suasana anarkis, akan lebih sadislah jiwa mereka. Dan ketika generasi dibesarkan dalam lingkungan korupsi, akhirnya tidak jauh dari koruptor, dorothe law . Semoga kita bukan golongan individu yang doyan berkonflik, amin.

Penulis: Pemerhati Pendidkan dan Budaya, Aktif di SMA Negeri I Bolo
×
Berita Terbaru Update