-->

Notification

×

Iklan

Komnas HAM: SK Bupati Picu Kekerasan Berdarah

Tuesday, January 10, 2012 | Tuesday, January 10, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-01-10T00:18:47Z
Polri dan Komnas HAM Investigasi Bersama di Bima
Sebagai kepala daerah, Bupati Bima seharusnya berunding dulu dengan masyarakat maupun DPRD sebelum memberikan izin tersebut. Ia menilai, tuntutan warga Bima dalam persoalan ini sangat wajar, karena mereka memperjuangkan hak-haknya sebagai warga negara. Bupati Bima juga harus bertangung jawab dengan memberikan jaminan dan kepastian santunan bagi para korban atau keluarga korban yang meninggal dunia atau luka-luka serta harus menanggung semua biaya rumah sakit dan perawatan bagi warga yang luka-luka dalam kasus tersebut ungkap Ridha Saleh

Jakarta, Garda Asakota.-
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, Bupati Bima, Ferry Zulkarnain, diduga bertanggung-jawab terkait penerbitan Surat Keputusan (SK) yang menjadi pemicu terjadinya peristiwa kekerasan di Pelabuhan Sape, Sabtu lalu (24/12). Menurut Komnas HAM,
tuntutan pencabutan SK Bupati terjadi sejak awal Februari 2011, namun desakan itu tidak mendapat tanggapan dari Bupati, sehingga aksi demo melampiaskan emosi dan kekesalan dengan melakukan pembakaran kantor Camat Lambu, rumah Dinas Camat dan beberapa mobil dan motor.
Ketua Tim Investigasi Kasus Bima, yang juga anggota Komnas HAM, Ridha Saleh, dalam konferensi persnya di Jakarta, Selasa (3/1), menyatakan bahwa, berdasarkan keterangan warga, keberadaan PT Sumber Mineral Nusantara (PT SMN) yang diberi izin Bupati Bima dalam melaksanakan eksplorasi mineral logam emas dan mineral dikhawatirkan merusak sawah, ladang, sumber mata air, dan pemukiman warga. Izin Bupati itu berlaku untuk lima tahun dengan luas eksplorasi mencapai 24.980 hektare di Kecamatan Sape, Lambu dan Langgudu. Oleh karena itu, Komnas HAM mendesak Bupati Bima agar segera mencabut Surat Keputusan (SK) bernomor 188/45/357/004/2010 tertanggal 28 April 2010 itu. “Kita rekomendasikan dan mendesak SK 188 itu agar segera dicabut, karena berawal dari SK itu peristiwa kekerasan di Pelabuhan Sape bisa terjadi,” desak Ridha Saleh.
Sebagai kepala daerah, ungkapnya, Bupati Bima seharusnya berunding dulu dengan masyarakat maupun DPRD sebelum memberikan izin tersebut. Ia menilai, tuntutan warga Bima dalam persoalan ini sangat wajar, karena mereka memperjuangkan hak-haknya sebagai warga negara. Bupati Bima juga harus bertangung jawab dengan memberikan jaminan dan kepastian santunan bagi para korban atau keluarga korban yang meninggal dunia atau luka-luka serta harus menanggung semua biaya rumah sakit dan perawatan bagi warga yang luka-luka dalam kasus tersebut. “Mereka juga harus melakukan rekonsiliasi dengan warga dan segera membangun kembali kantor-kantor yang rusak pasca insiden bentrokan itu,” ucapnya.
Selain itu, Ridha menambahkan, Kapolda Nusa Tenggara Barat diduga bertanggung jawab secara umum sehubungan dengan sampai terjadinya peristiwa kekerasan oleh aparat. Begitu pula Kapolresta Bima. “Karena pada saat peristiwa bertindak sebagai penanggung jawab di lapangan sehingga terjadinya peristiwa kekerasan serta tidak melakukan pencegahan yang efektif guna menghindari jatuhnya korban jiwa yang meninggal dunia maupun yang luka-luka,” ujar Ridha.
Sementara itu, usai pertemuan Kapolri dan Komnas HAM, yang dihelat Jumat (6/1), keduanya akan melakukan investigasi bersama untuk memastikan berapa sebe¬narnya jumlah korban dalam kasus pem¬bubaran demonstrasi di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat. Investigasi itu termasuk dua korban yang tertembak di luar pelabuhan. “Itu juga akan kami dalami lebih jauh untuk memastikan korban ini tewas dengan peluru apa. Ini yang belum dipas¬tikan sampai sekarang jenis pelurunya agar mendapat kejelasan,” ujar Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim, usai pertemuan dengan kapolri di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 6 Januari 2012, seperti dilansir okezone.com.
Dalam pertemuan yang digelar di Mabes Polri, Komnas HAM juga menyerahkan hasil temuan, bentuk pelanggaran HAM, dan rekomendasi terkait dengan apa yang terjadi di Pelabuhan Sape, Bima. “Kami harapkan kapolri bisa mengambil tindakan-tindakan penyidikan terhadap apa yang terjadi di sana dan memproses mereka yang bersalah dalam kejadian tersebut,” kata dia.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengatakan joint investigation ter¬sebut untuk mencari titik temu apa sebenar¬nya masalah yang terjadi, dan tindak lanjut seperti apa. “Intinya Polri akan menindak¬lanjuti temuan Komnas HAM, sehingga apa yang menjadi permasalahan bisa clear. Jika ada aparat yang terbukti bersalah akan di¬proses hingga pengadilan umum,” tuturnya. “Kami akan terbuka untuk proses penyelidi¬kan dan penyidikan.” Sambungnya. Temuan jumlah korban dan jenis pelanggaran HAM yang masih berbeda antara pihak kepolisian dan Komnas HAM juga termasuk dalam pembahasan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyebut tiga orang tewas.
Korban luka tembak 30 orang dan korban kekerasan 9 orang. Komnas HAM menemukan masih ada satu orang yang belum kembali. Sementara itu, versi Mabes Polri, korban tewas dua orang. Satu orang yang disebut Komnas HAM, menurut Polri meninggal karena sakit. Dalam kasus ini, polisi menetapkan 47 demonstran sebagai tersangka.Tiga korban yang tewas menurut Komnas HAM yakni: 1. Arif Rahman usia 18 tahun. Arif ditemukan tewas di Kampung Jala, Desa Bugis, sekitar 700 meter dari pelabuhan. Arif terkena tembakan pada dada kiri. Penyebab kematiannya dalam proses penyelidikan. 2. Syaiful alias Fu, usia 17 tahun. Syaiful ditemukan tewas di Kampung Jala, Desa Bugis, sekitar 700 meter dari pelabuhan. Dia terkena tembakan pada dada kanan. Sesuai keterangan saksi, Syaiful ter¬kena tembakan saat menolong Arif Rahman. Penyebab kematiannya dalam proses penye¬li¬dikan. 3. Syarifudin usia 46 tahun. Sesuai dengan keterangan saksi, korban ikut aksi pem¬blokiran Pelabuhan Sape sejak hari per¬ta¬ma. Dan pada 24 Desember 2011 Syarifu¬din ikut aksi lalu lari menyelamatkan diri. Se¬suai keterangan kakaknya, Syarifudin di¬te¬mukan terjatuh di depan rumah, kemudian dibawa ke dalam rumah kondisi ada bercak darah di bagian pantat dan basah berlumu¬ran lumpur. (mtrtvc/ant/tmpc/okzc*)
×
Berita Terbaru Update