-->

Notification

×

Iklan

Bupati Ngotot, Massa Ancam Kembali Boikot Pelabuhan Sape

Wednesday, January 25, 2012 | Wednesday, January 25, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-01-25T01:13:05Z
Bima, Garda Asakota.-
Sikap keras Bupati Bima, Ferry Zulkarnain, yang belum juga merespon tuntutan pencabutan SK 188 tentang pemberian ijin eksplorasi pertambangan kepada PT. SMN (Sumber Mineral Nusantara) memaksa belasan ribu warga Lambu, Sape, dan Langgudu, kembali turun jalan, Jumat (20/1). Massa gabungan di tiga kecamatan yang terkena ijin pertambangan (Sape, Lambu, dan Langgudu) menggalang kekuatan dan sudah berkumpul sejak
Jumat pagi mulai bergerak dari ‘Temba Romba’ Desa Rato menuju kawasan Pelabuhan Sape.
Sampai di cabang Desa Bagus Sape arah Pelabuhan, massa Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) yang menggelar spanduk itu mencoba menerobos barikade polisi yang sudah lebih dahulu mengamankan akses jalan menuju pelabuhan. Kondisi ini sempat diwarnai keributan, namun karena situasi memanas, polisi memilih mundur dari kerumunan sambil berusaha menenangkan massa. Beberapa anggota TNI yang diturunkan mencoba membantu menenangkan massa yang mulai marah. Sejumlah anggota TNI sengaja diturunkan untuk membantu menenangkan warga.
Sementara itu, gerakan ribuan massa dari arah Kecamatan Sape mulai dari pertigaan Masjid Almunawwarah Sape melewati kantor Camat dan Polsek menuju perempatan jalan Pelabuhan Sape. Saat kedua massa gabungan itu berkumpul di perempatan pelabuhan Sape, menyebabkan ruas jalan dari arah Barat-Timur-Utara, dan Selatan macet total. Itulah sepintas, gerakan rakyat Lambu, Sape, dan Langgudu, seperti tergambarkan di atas, meru¬pakan gerakan kesekian kalinya untuk mendesak pencabutan SK IUP bernomor 188/45/357/004/2010 tentang pertambangan emas di wilayah mereka seluas 24.980 Hektare, 188. Warga Lambu, Sape, dan Langgudu, kembali meluapkan kemarahannya karena merasa dibohongi izin pertambangan ternyata tetap tidak dicabut oleh Bupati Ferry, meskipun masyarakat telah mengorbankan nyawanya sekalipun. Massa dari belasan desa yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak itu, juga marah karena saudara-saudara mereka yang ditangkap pasca pembubaran paksa di kawasan Pelabuhan Sape 24 Desember 2011 lalu, sampai saat ini nasibnya tidak jelas.
Dalam aksinya massa juga tidak menginginkan adanya pihak Kepolisian dan anggota Brimob yang melakukan penjagaan di lokasi tersebut. Karena menurut mereka, aksi yang digelar itu merupakan aksi damai, dan mereka berjanji tidak akan melakukan aksi anarkis. Dalam aksinya kali ini massa tidak dilengkapi dengan senjata tajam seperti pada aksi-aksi sebelumnya.
Selain warga Lambu dan Langgudu, aksi tersebut dihadiri juga oleh ribuan warga Sape yang juga menuntut hal yang sama. Koordinator lapangan aksi, Umran, meng¬ungkapkan bahwa, aksi tersebut digelar karena tidak adanya perhatian serius peme¬rintah terhadap apa yang menjadi tuntutan mereka. Mereka berjanji akan terus melaku¬kan aksi yang sama hingga tuntutan mereka dipenuhi oleh pemerintah. “Jika tuntutan kami tidak dipenuhi selama 5 X 24 jam, maka kami akan melakukan tindakan yang lebih besar,” tegasnya dalam pernyataan sikap yang dibacakan. Menurutnya, kegiatan pertambangan yang akan dilaksanakan di wilayah Keca¬matan Lambu, Sape dan Langgudu tersebut hanya akan menyisakan kesengsaraan bagi masyarakat. “Tidak ada kegiatan pertam¬bangan yang bisa memakmurkan rakyat, kegiatan tambang hanya akan menyisakan kesengsaraan bagi rakyat lemah seperti kami ini,” ujarnya. Apalagi, kata dia, kebijakan lahinya izin pertambangan di Sape, Lambu, dan Langgudu, disinyalir tidak melalui mekanisme dan prosedur yang berlaku.
“Wajar jika rakyat melakukan perlawa¬nan terhadap kebijakan yang merugikan rakyat, apalagi tidak pernah disosialisa¬sikan,” katanya.
Pantaun langsung Garda Asakota, akibat aksi ini, aktivitas warga di Kecamatan Lambu dan sebagian Kecamatan Sape lumpuh total, bahkan sekolah-sekolah terpaksa diliburkan demi mengantisipasi terjadinya kerusuhan. Usai memblokade jalan menuju Pelabuhan Sape, warga Lambu akhirnya membubarkan diri dan pulang ke desa mereka masing-masing, pada Jumat (20/1) petang. Warga Kecamatan Lambu yang sebelumnya menutup Cabang Empat Sumi yang merupakan satu-satunya jalan masuk menuju Pelabuhan Sape sepakat mengakhiri aksi. Sebelum akhirnya membu¬barkan diri dan pulang ke desa masing-masing, mereka sempat menunaikan salat Jumat di jalan raya. Usai salat, sebagian warga mulai pulang dan baru pada Jumat petang seluruh pengunjuk rasa benar-benar meninggalkan lokasi sebagai bentuk aksi damai dalam unjuk rasa kali ini. Meski akhirya mem¬bubar¬kan diri, warga Lambu mengancam akan kembali turun ke jalan dengan jumlah massa yang lebih banyak jika SK Bupati Bima Nomor 188 tentang izin pertambangan tidak juga dicabut dan warga Lambu yang masih ditahan tidak juga dibebaskan. Warga memberi batas waktu lima hari kepada Bupati Bima Feri Zulkarnain dan Kapolresta Bima untuk memenuhi tuntutan mereka. (GA. 333*)
×
Berita Terbaru Update