-->

Notification

×

Iklan

PH Minta Majelis Hakim Bebaskan Mantan Kepala BPKD Kota Bima

Tuesday, December 13, 2011 | Tuesday, December 13, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-12-13T02:25:16Z
foto: Suasana persidangan Djalil di PN Tipikor Mataram-NTB
Mataram, Garda Asakota.-
Keberadaan hukum sejatinya bukan untuk menghukum, akan tetapi hukum hadir memberikan nilai keadilan bagi para pencari keadilan hukum. Salah satu asas hukum ini menjadi paradigma utama dalam proses penegakan hokum di dalam system penega¬kan hokum kita yang harus dihormati oleh setiap elemen masyarakat kita.

Dua Penasehat Hukum (PH) terdakwa kasus korupsi dugaan penyimpanan rekening Pemkot Bima yang melibatkan mantan Kepala BPKD Kota Bima, Drs. HM. Djalil AR, BAF., MM., saat menyam¬paikan nota pembelaan atas dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Raba Bima di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram NTB pada Senin (05/12), menyatakan sangat keberatan, kecewa, dan menolak tegas segala sesuatu yang didakwakan pada diri terdakwa dan terutama menolak segala apa yang dituntut oleh JPU dalam Requisitoirnya pada Majelis Hakim. “Tuntutan (Requisitoir) Penuntut Umum terhadap diri terdakwa merupakan tuntutan yang tidak rasional, tidak menggunakan bukti-bukti yang ada bahkan terkesan sebagai tuntutan yang spekulatif. Lebih spekulatif lagi, tuntutan Penuntut Umum menggunakan kesaksian orang yang tidak pernah hadir disidang, bahkan orangnya sudah meninggal dunia. Dalam surat tuntutan diuraikan keterangan saksi Mustara, S.Sos dan saksi Kamran, S.Sos dan mengatakannya memberikan keterangan dibawah sumpah. Padahal kedua orang itu telah meninggal dunia 2 tahun yang lalu. Bagaimana mungkin disumpah atau memberikan keterangan?,” urai PH terdakwa dihadapan Majelis Hakim PN Tipikor Mataram-NTB, HM. Lubis, SH., dan H. Muhammad, SH., Senin (05/12).
Menurut PH Djalil, perbuatan terdakwa mengalihkan dan mendepositokan uang Pemkot Bima sebesar Rp2 Milyar pada tahun 2005 dan sisa belanja Pemkot Bima dari Rp2 Milyar itu yakni sebesar Rp350 juta didepositokan pada tanggal 3 Februari 2006 tidaklah mengandung sifat melawan hukumnya suatu perbuatan. Baik sifat melawan hukum formil maupun sifat melawan hukum materil positif dan negatif. Hal itu kami pastikan dengan alasan-alasan sebagai berikut yakni Pasal 33 ayat (1) dan (3) Kepmendagri No.29 Tahun 2002 yang dijadikan acuan oleh Penuntut Umum dalam menuduh atau mendakwa, bahwa perbuatan terdakwa membuka rekening dan mendepo¬sito¬kan uang pemkot Bima pada Bank BNI Cabang Bima, sebagai perbuatan melawan hukum, perlu mendapat pembahasan ter¬lebih dahulu. “Penuntut Umum telah me¬menggal jiwa pasal itu dengan mengabaikan jiwanya pada ayat (2). Padahal untuk me¬mahami apa maksud yang sebenarnya yang terkandung dalam jiwa pasal itu, haruslah dilihat dan dikaji secara keseluruhan, tidak sebahagian-sebahagian.
Maksud dari jiwa pasal itu dari keselu¬ruhan ayatnya secara utuh dan benar adalah bahwa bilamana Pemerintah Daerah Cq. Kepala Keuangan Daerah atau Kepala BPKD bermaksud membuka rekening baru sebagai rekening kas daerah pada Bank tertentu yang sebelumnya Bank tertentu itu belum sama sekali menjadi mitra pemerintah daerah setempat dan belum atau tidak ada rekening kas daerah pada Bank tertentu itu, maka syaratnya Bank yang dituju oleh BUD itu harus Bank yang sehat dan untuk itu harus terlebih dahulu ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dan diberitahu¬kan kepada DPRD. Pemahaman jiwa pasal 33 Kepmendagri No. 29/2002 seperti terurai diatas, tidak dimiliki oleh Penuntut Umum. Dengan kata lain, Penuntut Umum telah sa¬lah kaprah dalam memahami dan menggu¬na¬kan pasal tersebut,” sorot PH Djalil.
Baik dari alat bukti surat maupun dari keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa, menurut mereka, ternyata Bank BNI 46 Cabang Bima tempat terdakwa mendepositokan uang Pemkot Bima tersebut bukanlah Bank baru tetapi Bank yang sudah lama menjadi mitra Pemkot Bima dimana Rekening Kas Daerah Pemkot Bima sudah ada, dibuka di Bank BNI 46 Cabang Bima sejak Tahun 2003/2004. “Dengan bukti Rekening Koran tahun 2005, untuk Reke¬ning Pemkot Bima, sumber dana dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Tahun 2005 di Bank BNI, ternyata dan terbukti bahwa Rekening Kas Umum Daerah Kota Bima pada Bank BNI Cabang Bima sudah ada dan keadaan keuangannya atau Saldo nya sejumlah Rp. 133 505 638.-. Jadi apa yang dilakukan oleh terdakwa berupa menarik uang dari Rekening Kas Daerah pada Bank BNI 46 Cabang Bima sejumlah Rp.1 miliar pada tanggal 8 Agustus 2005 lalu pada waktu yang sama didepositokan sebagai dana cadangan Pemerintah Daerah Kota Bima di Bank yang sama, tidaklah berten¬tangan dengan jiwa dan maksud pasal 33 Kepmendagri No.29 /2002,” tegasnya.
Menurutnya, empat (4) rekening deposito dimaksud, tiga sudah ditutup, satu masih berjalan, bukanlah kategori rekening Kas Umum Daerah yang dimaksudkan oleh pasal 33 Kepmendagri No.29 Tahun 2002.
“Sedangkan rekening baru yang menam¬pung bunga deposito, yang sekarang bunga¬nya sudah mencapai lebih dari Rp.104 juta, merupakan rekening penerimaan yang bisa dibuka oleh BPKD selaku BUD berdasarkan ketentuan yang berlaku yakni ketentuan pasal 27 ayat (2) UU No. 1 Tahun 2004 ten¬ tang Perbendaharaan Negara yang berbunyi dan menentukan “Dalam pelaksanaan operasional penerimaan dan pengeluaran, Bendahara Umum Daerah dapat membuka Rekening Penerimaan dan Rekening Penge¬luaran pada Bank yang ditetapkan oleh Gubernur/Bupati / Walikota,” paparnya.
PH terdakwa tidak membantah kliennya mengalihkan dana milik Pemkot tersebut ke Bank BNI 46 Cabang Bima pada tanggal 8 Agustus 2005. Dan dari Rekening Kas Umum Daerah Pemkot Bima di Bank BRI Cabang Raba Bima pada tanggal 29 Agus¬tus 2005 untuk didepositokan pada Bank BNI 46 Cabang Bima, uang sebesar Rp. 2.000.000.000.- tersebut di depositokan langsung oleh terdakwa bersama kuasa BUD Kota Bima bernama Mustara, S.Sos, masing - masing Rp.1.000.000.000.- pada tanggal 8 Agustus 2005 dan Rp. 1.000.¬000.000.- pada tanggal 29 Agustus 2005, semuanya di Bank BNI Cabang Bima.
“Menurut Penuntut Umum, perbuatan terdakwa yang dirumuskan pada poin 1 adalah perbuatan mengalihkan atau mem¬buka rekening, padahal menurut fakta yang terungkap, bukan mengalihkan atau mem¬buka Rekening sebagaimana maksud pasal 33 Kepmendagri No. 20/2002 tapi menga¬lih-kan dana yang ada dalam rekekning Kas Umum Daerah Pemkot Bima baik pada Bank BNI 46 Cabang Bima maupun pada BRI Cabang Raba Bima. Uang tersebut disimpan dalam bentuk deposito yang secara otomatis terbit rekening deposito. Rekening semula yakni rekening Kas Umum Daerah tidak pernah diganti, masih tetap ada dan aktif sampai sekarang. Begitu juga Rekening Pemkot Bima di Bank BNI 46 Cabang Bima juga masih tetap ada dan masih aktif sampai sekarang. Tidak ada Rekening pemkot Bima yang dihapus dan dialihkan lalu diganti dengan Rekening baru,” tegas Lubis.
Secara tegas, PH Djalil menyatakan bahwa akibat perbuatan terdakwa tidak dapat dan tidak sampai minimbulkan keru¬gian negara ataupun Daerah Kota Bima. “Yang terjadi malah akibat sebaliknya, yaitu akibat perbuatan terdakwa, negara atau daerah Kota Bima telah diuntungkan dalam bentuk mendapatkan sumber pendapatan asli daerah berupa bunga deposito yang hing¬ga kini sudah lebih dari Rp. 104 juta.
Karena itu, maka terdakwa harus pula dibebaskan dari unsur tersebut. Kami me¬mo¬hon agar Majelis Hakim Tipikor mem¬bebaskan terdakwa dari segala jeratan hukum dan memulihkan kembali nama baik, hak dan harkat serta martabat terdakwa. Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Raba Bima untuk menye¬rahkan atau mengembalikan dokumen ke¬uangan milik Pemerintah Kota Bima berupa Sertifikat Deposito senilai Rp.350.000.000.- beserta Buku Taplus BNI senilai lebih dari Rp. 104 juta rupiah kepada Pemerintah Daerah Kota Bima Cq. Pejabat yang berhak menerimanya ,” tandasnya. (GA. 211*)
×
Berita Terbaru Update