-->

Notification

×

Iklan

Marah dengan Sikap Bupati, Ribuan Warga Lambu Boikot Pelabuhan Sape

Tuesday, December 27, 2011 | Tuesday, December 27, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-12-27T03:51:44Z
Bima, Garda Asakota.-
Ribuan warga Kecamatan Lambu Kabu¬paten Bima NTB yang tergabung dalam wadah Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) sejak Senin (19/12) hingga Sabtu pagi (24/12), memboikot pelabuhan penyeberangan Sape baik jurusan Sape-Sumba maupun jurusan Sape-Labuan Bajo. Akibatnya, jalur penyebe¬rangan laut antar Propinsi itu macet total hingga menyebabkan perusahaan ASDP meng¬alami kerugian milyaran rupiah.
Begitupun dengan ratusan penumpang maupun ratusan kendaraan yang hendak
melakukan penyebe¬rangan di jalur tersebut, juga ikut terlantar dan mengalami kerugian baik moril maupun material.
Massa aksi mengaku marah dengan sikap Bupati Bima, H. Ferry Zulkarnain, yang belum juga bergeming untuk mencabut izin pertam¬bangan emas yang diberikan kepada PT. SMN (Sumber Mineral Nusantara). Padahal per¬juangan masyarakat Lambu menggelorakan penolakan masuknya pertambangan sudah sering digaungkan, dan bahkan untuk menyam¬ paikan aspirasinya itu mereka sering menda¬tangi kantor Bupati dan DPRD setempat, namun tidak sedikitpun mendapat respon. Jangankan melayani pengunjuk-rasa, memberikan keterangan pers-pun Bupati Ferry terkesan menghindar. Tidak heran aksi unjuk-rasa terus digelorakan warga masya¬rakat, bahkan pada tanggal 10 Februari lalu, aksi besar-besaran belasan ribu masyarakat Lambu menyebabkan kantor Camat Lambu hangus terbakar serta mengakibatkan sejumlah kendaraan roda empat maupun kendaraan roda dua, ikut terbakar.
Karena belum juga ada respon dari Bupati Bima, rangkaian aksi penolakan pertambangan terus berlanjut. Tercatat, aksi besar-besaran kembali terjadi pada awal pekan kemarin. Tidak tanggung-tanggung, masyarakat Lambu memboikot jalur penyeberangan vital yang menghubungkan antara pulau Sumbawa-NTB dengan Labuan Bajo Propinsi NTT. Praktis, kondisi menyebabkan jalur itu lumpuh total baik darat dan laut. Aparat keamananpun dibuat kewalahan dibuatnya, sampai-sampai Kapolda dan Wakapolda NTB bersama pasukan Brimob dari Kelapa Dua kembali didatangkan untuk menetralisir aksi besar-besaran masyarakat Lambu ini.
Pantauan langsung wartawan selama jalannya aksi, pada hari pertama turun jalan, ribuan massa aksi dari Kecamatan Lambu tiba di kawasan Pelabuhan Sape setelah berjalan kaki dari lapangan Temba Romba Desa Rato-Lambu. Sebagian besar massa aksi, membekali dirinya dengan membawa balok, parang, pedang, tombak, bambu runcing, dan sejenisnya. Bukan hanya kalangan laki-laki, dari kalangan ibu-ibu-pun tidak kalah garangnya, juga membawa senjata tajam dan berpakaian ala ninja.
Dalam aksi yang dihelat sekitar pukul 10.30 Wita, Senin (19/12), ratusan aparat mencoba menghalangi pergerakan massa menuju Pelabuhan Sape. Namun dengan semangat dan kebersamaan massa yang mengangkat senjata tajam, aparatpun terpaksa lari berhamburan, karena takut mengambil resiko berhadapan dengan masya¬rakatnya sendiri. Saat itu massa mengibarkan sebuah spanduk bertuliskan ‘Pemkab Bima Cabut SK 188 dan Bebaskan Adi Supriadi’. Sementara dari kaum perempuan, mengusung ‘Keranda Mayat’ menandakan matinya Hati Nurani Pemimpin Kabupaten Bima. Setelah berha¬sil menghalau aparat keamanan, dengan tertibnya massa menguasai kawasan Pela¬buhan dan Memboikot aktivitas Pelabuhan Sape hingga berhari-hari lamanya.
Korlap aksi, Hasanuddin, dalam orasinya menilai bahwa diantara Bupati di Indonesia, hanya Bupati Bima, Ferry Zulkarnain, yang tidak mau mendengarkan aspirasi rakyatnya. Mereka mengancam tidak akan membubarkan diri dari tempat itu sebelum tuntutan pencabutan SK Bupati Bima No: 188 dicabut, sekalipun ‘penguasa’ Kabupaten Bima memanfaatkan aparat untuk membubarkan mereka.
“Kami pantang mundur, hanya kematian yang kami inginkan. Dan ingat, kehadiran tambang di wilayah kami merupakan sebuah virus yang mematikan,” ucapnya lantang. Dalam orasinya, Hasanuddin menggambar¬kan keresahan warga Lambu yang sangat mengkhawatir masuknya pertambangan di wilayah mereka. Menurutnya, warga Lambu sangat menyadari bahwa pertambangan akan memberikan dampak buruk bagi keberlangsungan generasi mereka, apalagi mengancam sumber mata air di wilayah mereka yang selama ini tetap terjaga.
“Untuk itu, kami tetap menyuarakan pencabutan SK 188 dan juga membebaskan rekan kami, Adi Supriadi yang masih ditahan aparat,” tegasnya.
Aksi ribuan warga Lambu ini terus berlanjut hingga Rabu malam (21/12). Massa masih tetap setia menuntut pencabutan SK tentang Pertambangan yang dikeluarkan oleh Bupati Ferry. Pada hari Selasa (20/12), sekitar pukul 13.30 Wita, suasana kawasan Pelabuhan Sape sempat mencekam karena beredarnya isu akan ada penyerangan warga Sape pendukung Bupati Ferry. Namun tidak lama kemudian, isu itu mereda karena tidak terbukti. Justru sebaliknya, warga Sape-pun turut mendu¬kung aksi yang dilakukan oleh saudaranya dari Kecamatan Lambu, termasuk sebagian warga dari Kecamatan Langgudu. Begitu¬pun pada malam harinya, isu pembubaran paksa oleh pasukan Brimob membuat massa kian waspada dan menambah kekuatannya. Iring-iringan massa yang diarahkan melalui corong masjid, terus bergerak menuju kawasan Pelabuhan Sape.
Menyikapi aksi warganya ini, Bupati Bima, Ferry Zulkarnain, berupaya mela¬kukan pendekatan. Sekitar pukul 14.30 Wita Selasa (20/12) siang, tujuh orang perwakilan massa diundangnya untuk menggelar pertemuan di aula kantor Camat Sape. Saat itu, selain tujuh perwakilan massa dan Bupati Bima, juga tampak hadir Waka Polda NTB, Kapolres Bima Kota, Kadis Pertambangan Kabupaten Bima, dan Kadis Perhubungan Propinsi NTB. Usai pertemuan yang berlangsung kurang lebih satu jam, Korlap Aksi, Hasanuddin mengaku hasil pertemuan itu sangat mengecewakan. “Hasilnya nihil karena tidak menemui titik temu. Bupati Ferry tetap tidak mau memenuhi tuntutan kami. Dan kami tetap akan memblokir jalur Pelabuhan Sape, sampai tuntutan kami terpenuhi,” kesalnya.
Kepada wartawan, Bupati Bima mengaku tidak bisa begitu saja mencabut SK: 188, karena segala sesuatu ada aturannya. Hanya saja, kata dia, yang bisa dilakukan pihaknya adalah membuat pernyataan Pemberhentian Sementara Pertambangan selama satu tahun. Saat ditanya bagaimana bila sikap Bupati ini ditolak warga dan massa tetap memboikot Pelabuhan Sape?, Ferry tidak memberikan komentar panjang-lebar. Dia hanya menye¬rahkan sepenuhnya kepada masyarakat. “Itu terserah mereka, dan saya limpahkan kepada aparat keamanan,” cetusnya.
Berdasarkan informasi wartawan, massa menolak mentah-mentah sikap Bupati Bima yang berencana menghentikan sementara pertambangan. Mereka bersike¬ras akan tetap melanjutkan aksinya hingga SK Bupati Bima No 188 benar-benar dicabut secara total. Makanya, pasca dialog dengan Bupati Bima, ribuan massa tetap melanjutkan aksinya, bahkan kekuatan mereka terus bertambah hingga dengan leluasanya ‘mengusai’ kawasan Pelabuhan Sape. Di sisi lain, menanggapi pernyataan Bupati Bima, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bima, Drs. HM. Najib HM. Ali, yang juga tokoh sentral masyarakat Sape ikut dalam mediasi antar Kapolda NTB, Arif Wachyunadi dan para aktivis Front Rakyat Anti Tambang, Jumat (23/12), menegaskan komitmen masyarakat yang tetap menuntut ijin pertambangan dicabut. Mengutip keterangan Bupati Bima yang tidak bisa mencabutnya karena dikhawatirkan dirinya bisa masuk penjara, karena itu Bupati hanya membuat surat penghentian sementara hingga setahun, H. Najib meluruskannya.
“Bupati mendasari alasannya karena UU No 9 tahun 2009 tidak mengaturnya karena alasan penolakan masyarakat. Tetapi mengu¬tip Bab XIV Pasal 117 yang menyebutkan ijin bisa dicabut. Nah, sebagai wakil rakyat di DPRD saya berpihak kepada rakyat sesuai koridor hukum. Sebenarnya bisa dicabut, tapi Bupati khawatir konsekuensinya dengan pengusaha,” ucapnya.
Ferry: Soal Adi Supriadi, Itu Bukan Kewenangan Saya
Aksi ribuan masyarakat Lambu Kabu¬paten Bima-NTB yang memboikot kawasan Pelabuhan Sape sejak Senin (19/12) hingga Sabtu (24/12) bukan hanya menuntut pencabutan SK Bupati Bima: 188 tentang Pertambangan. Akan tetapi, aksi massa yang turut didukung oleh sebagian warga Sape dan Langgudu ini, juga menuntut salah satu warga Lambu, Adi Supriadi yang ditahan dan diproses secara hukum oleh aparat Kepolisian pasca insiden pembakaran kantor Camat Lambu segera dibebaskan. Lantas, bagai¬mana reaksi Bupati Bima, Ferry Zulkarnain, atas tuntutan pembebasan Adi?.
Kepada wartawan, Selasa (19/12), Bupati secara tegas mengatakan bahwa tuntutan pembebasan warganya itu bukan kewe¬nangan pihaknya. “Soal Adi Supriadi, itu bukan kewenangan saya,” katanya singkat, tanpa berupaya memberikan penjelasan lebih lanjut. Hal senada juga dilontarkan oleh Kapolres Bima Kota, AKBP. Kumbul KS, yang juga mengakui persoalan Adi bukan lagi kewenangan pihaknya. Kapolres mengaku, berkas perkara kasus Adi sudah di-P21 oleh Kejaksaan, dan bukan lagi tugas pihaknya.
“Artinya itu bukan lagi kewenangan kita, tapi sudah menjadi kewenangan Kejaksaan,” katanya. Ketika disinggung adanya rencana pembubaran paksa massa aksi yang masih melakukan aksi pemboikotan Pelabuhan Sape?. Kapolres Bima Kota mengaku selaku aparat keamanan pihaknya akan melakukan upaya pendekatan persuasive, karena tidak ingin terjadinya anarkis.
“Dan saya tahu betul watak warga Lambu. Saya tidak ingin ada korban, maka kami tetap akan melakukan pendekatan persuasive,” sahutnya. (GA. 333*)
×
Berita Terbaru Update