-->

Notification

×

Iklan

Hanura Desak Pencabutan SK Bupati Bima tentang Pertambangan

Thursday, November 24, 2011 | Thursday, November 24, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-11-24T00:16:28Z
Bima, Garda Asakota.-
Surat Keputusan (SK) Bupati Bima No: 188.45/357/004/2010 tentang eksplorasi pertambangan emas di Kecamatan Sape dan Kecamatan Lambu Kabupaten Bima yang dikuasa¬kan kepada PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) dinilai oleh Ketua Partai HANURA (Hati Nurani Rakyat), Drs. HM. Najib HM. Ali, sarat dengan rekayasa serta tidak bermeka¬nisme. Untuk itu, putra asli kelahiran Sape yang saat ini duduk sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bima secara tegas meminta agar SK Bupati Bima No: 188 itu segara dicabut.
Selain sarat rekayasa, HANURA juga menemukan bahwa daerah operasinya termasuk di daerah pemukiman warga dan lokasi transmigrasi. “Hal-hal lain yang kami temukan adalah, bahwa SK Bupati Bima itu bertentangan dengan aspirasi masyarakat. Saya malah menyarankan Bupati Bima agar meningkatkan sektor pertanian dan kelautan karena dua aspek itu cukup prospektif untuk dikembangkan di Sape dan Lambu,” ucap H. Najib, kepada Garda Asakota, Sabtu (19/11).
Menurutnya, lahirnya SK Bupati Bima itu sangat bertentangan dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dan ayat 4, UU RI No. 4 tahun 2009 tentang Minerba khususnya pasal 17, 18, pasal 39 ayat 1, pasal 51, pasal 135 pasal 165 (penjela¬san PP No 22 tahun 2010 dan PP No 23 tahun 2010). Uraiannya, kata dia, usaha pertambangan pasal 33 ayat 3 bumi, air dan kekayaaan yang terkandung didalamnya dikuasai, dikelola, oleh Negara untuk kemakmuran rakyat. Sedangkan pasal 17-18 menyebutkan bahwa Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP) yang diterbitkan harus mempertimbangkan geografis, daya dukung lingkungan, dan tingkat kepadatan penduduk. Selanjutnya, pasal 51, WIUP Minerba diberikan kepada badan usaha koperasi dan perseorangan dengan cara lelang dan pasal 135 ditegaskan bahwa pemegang IUP eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah. “Terakhir, pasal 165, setiap orang yang mengeluarkan IUP yang bertentangan dengan UU ini dan menyalahgunakan kewenangannya dapat disanksi pidana paling lama 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp200 ratus juta,” tegasnya saat menjelaskan pasal per pasal aturan yang bertentangan dengan SK Bupati Bima tersebut.
Menurut informasi yang dihimpun wartawan, belum lama ini pihak Eksekutif mengajukan Raperda Pengelolaan Pertambangan, Mineral dan Batuan. Namun rupanya, pengajuan Raperda ini langsung mendapat reaksi penolakan dari sejumlah anggota Dewan Kabupaten Bima. Bahkan dua fraksi utuh, yakni Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) dan Fraksi Pelopor Kebangkitan Demokrasi Indonesia Raya (FPKDIR), secara tegas menolaknya, termasuk Partai Hanura yang membentuk fraksi gabungan dengan Partai Golkar ini. Sebab jika Perda Pertambangan itu dibahas lebih lanjut dan disetujui Dewan, maka menurut H. Najib sama arti¬nya mengorbankan masyarakat untuk kepentingan pertam¬bangan. “Apalagi proses pemberian izin kepada perusahaan tambang selama ini dilaksanakan secara sepihak oleh pemerintah tanpa pernah disosialisasikan pada dewan sebagai wakil rakyat, maupun rakyat di sekitar lokasi tambang. Selama ini kita sama sekali tidak tahu menahu perusahaan apa saja yang masuk di Bima. Padahal sebagai wakil rakyat, kita wajib tahu,’’ cetusnya.
Sebelumnya, pada Senin 14 November lalu, ratusan massa dari Kecamatan Lambu dan Ambalawi yang menamakan diri Front Rakyat Anti Tambang (FRAT), menggelar aksi demo di depan Kantor DPRD Kabupaten Bima. Massa menolak kehadiran perusahaan tambang di wilayah Kabupaten Bima. Massa yang terdiri dari pria dan wanita itu, memulai aksinya sekitar pukul 10.00 Wita, dengan keras mengatakan pertambangan merupakan penjajahan model baru di bidang ekonomi. Karena tidak ada sejarah, pertambangan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, tapi justru sebaliknya yang terjadi. ‘’Tidak ada sejarah pertambangan mensejahterakan rakyat, makanya kita tolak segala bentuk pertambangan di wilayah Kabupaten Bima,’’ tegas Emen, salah seorang orator aksi.
Menurut mereka, kebijakan pemerintah Kabupaten Bima memberikan ijin pada perusahaan Tambang, bertentangan dengan keinginan masyarakat yang selama ini hidup dari pertanian, peternakan dan kelautan. Menurut pendemo, harusnya kebijakan pembangunan Pemerintah diarahkan untuk meningkatkan sektor tersebut. Hadirnya perusahaan tambang di Bima merupakan keinginan Bupati Bima. Itu terlihat dengan keluarnya SK Bupati Bima yang memberikan ijin pertambangan pada PT Sumber Mineral Nusantara dengan luas wilayah pertambangan 24.980 Hektar pada tiga wilayah Kecamatan, Lambu, Sape dan Langgudu. Belum lagi sebut mereka dampak negative dari pertambangan, seperti hilangnya sumber mata air, erosi, longsor, hancurnya ekosistim, lainnya. (GA. 212*)
×
Berita Terbaru Update