-->

Notification

×

Iklan

Anak Gunung Tambora Siaga, Warga Siap Dievakuasi

Thursday, September 15, 2011 | Thursday, September 15, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-09-15T05:56:18Z
Dompu, Garda Asakota.-
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, mengeluarkan pengumuman peningkatan status Gunung Tambora di Kabupaten Dompu dan Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat dari Status Waspada level II menjadi Siaga level III.
Dalam surat kawat yang dikirim ke Pemerintah Kabupaten Dompu bernomor 667/45.03/BGV/2011 merinci aktivitas gunung yang terkenal letusannya dengan korban terbanyak sepanjang sejarah itu, sudah tidak lagi ada hembusan asap kawah.
Demikian ungkap Kepala Pos Pengamatan Gunung Aktif (PGA) Tambora, Abdul Haris, yang dihubungi via HP-nya, Minggu (11/9) “Meski tidak terdapat hembusan asap kawah, namun status itu belum kami cabut. Kita masih mengamati terus setiap aktivitas Gunung Tambora,” katanya.
Menurutnya, pengamatan visual yang dilakukan sampai hari ini seluruhnya tidak teramati adanya hembusan asap kawah. Namun pada tanggal 31 Agustus lalu, terda¬pat 13 gempa dalam di lokasi Gunung Tam¬bora. Ia meminta warga Kecamatan Pekat terutama di lima desa yang berada di kaki Gunung Tambora seperti Desa Doropeti, Pekat, Sorinomo, Pancasila dan Nangamiro untuk tidak mendekati gunung tersebut. Setiap ada perubahan aktivitas Gunung Tambora selalu di cacat dan dilaporkan ke Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung. Laporan juga disam¬paikan kepada dua pemerintah kabupaten terdekat yakni Bima dan Dompu
Sejak aktifitas anak Gunung Tambora semakin meningkat dan dinyatakan status Siaga oleh pos pengamat gunung Tambora di Doro Peti berbagai langkah persiapan dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten Dompu berkoordinasi dengan Instansi-Instansi terkait lainnya, Jum’at malam (7/8) mengadakan sosialisasi di Lima desa yang terdekat dengan gunung Tambora, yaitu Doro Peti, Nanga Miro, Sori Nomo, Panca¬sila dan Tambora. Pada kesempatan tersebut tim yang turun menyampaikan kepada masyarakat untuk tetap tenang dan tidak perlu mendengarkan isu-isu diluar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebena¬rannya. Masyarakat diharapkan untuk mendengarkan informasi yang disampaikan oleh instansi resmi yang bertanggung jawab dengan persoalan aktifitas anak gunung Tambora ini.
Terkait dengan kesiapan pemerintah daerah Kabupaten Dompu khususnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Islam Ishak, SH. Kepala Pelaksana BPBD ketika ditemui di kantornya menga¬kui adanya keterlambatan gerak dari instansinya. “Bukan kami sengaja atau tidak mau bekerja tetapi memang kami belum memiliki dana serta failitas pendukung lainnya. Kami telah mengajukan surat permintaan dana kepada pemerintah daerah, dan kami mendapat jawaban bahwa dana tersebut sudah disetujui makanya kami rencanakan sekitar hari Rabu depan (14/9) akan membangun Posko dilokasi terdekat dengan gunung Tambora.” Tegasnya.
Selain akan membangun Posko BPBD jauh-jauh hari telah melakukan berbagai langkah persiapan di dalam penanggulangan bencana, yaitu dengan memberikan pelati¬han kepada masyarakat. Seperti pelatihan dilakukan dengan Forum Komunikasi Masyarakat Tambora. Selain pelatihan-pelatihan juga telah dilakukan rapat terbatas dengan berbagai instansi, dan kesiapan instansi TNI/Polri, Pol PP, Dishub, Tim Reaksi Cepat, Tagana, Dinas Kesehatan, PLN, PDAM, PMI dan Pramuka menurun¬kan timnya apabila terjadi letusan untuk mengamankan masyarakat. Selain langkah-langkah tersebut juga pada waktu secepatnya tim kami akan turun untuk melakukan pendataan jalur mana yang akan dipakai evakuasi masyarakat apabila ada perintah evakuasi dari badan yang terkait berwewenang.
Menutup keterangannya Islam Ishak,SH. mengeluhkan minimnya fasilitas yang dimiliki badan yang dipimpinya. “Jangankan Mobil, Motor dinaspun kami belum punya bahkan kantor ini masih bergabung dengan kantor PIJAR, akibatnya kami terbatas dalam melakukan aktifitas.
Mudah-mudahan kedepannya peme¬rintah daerah dapat memberikan fasilitas yang memadai kepada BPBD ini sehingga bisa melakukan tugas yang dibebankankan kepada kami dapat kami jalankan secara maksimal. Tetapi walaupun dengan fasiltas apa adanya kami tetapi akan bekerja secara maksimal.” Tegasnya.
Begitupun dari pemerintah propinsi NTB, mewaspadai meletusnya anak gunung Tambora ini Tim reaksi cepat Propinsi NTB sekitar jam 12.00 malam tiba di lokasi. Tim reaksi cepat ini bersama dengan BPBD kabupaten Dompu akan melakukan langkah persiapan serta menentukan lokasi akan didirikan pos dan tenda-tenda pengungsian.
Data sejarah Gunung Tambora (atau Tomboro) adalah sebuah stratovolcano aktif yang terletak di pulau Sumbawa, Indonesia. Gunung ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara), Provinsi Nusa Tenggara Barat, tepatnya pada 8°15' LS dan 118° BT. Gunung ini terletak baik di sisi utara dan selatan kerak oseanik. Tambora terbentuk oleh zona subduksi di bawahnya. Hal ini meningkatkan ketinggian Tambora sampai 4.300 m[2] yang membuat gunung ini pernah menjadi salah satu puncak tertinggi di Nusantara dan mengeringkan dapur magma besar di dalam gunung ini. Perlu waktu seabad untuk mengisi kembali dapur magma tersebut.
Aktivitas vulkanik gunung berapi ini mencapai puncaknya pada bulan April tahun 1815 ketika meletus dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity Index. Letusan tersebut menjadi letusan terbesar sejak letusan danau Taupo pada tahun 181. Letusan gunung ini terdengar hingga pulau Sumatra (lebih dari 2.000 km). Abu vulkanik jatuh di Kaliman¬tan, Sulawesi, Jawa dan Maluku. Letusan gunung ini menyebabkan kematian hingga tidak kurang dari 71.000 orang dengan 11.000—12.000 di antaranya terbunuh secara langsung akibat dari letusan tersebut. Bahkan beberapa peneliti memperkirakan sampai 92.000 orang terbunuh, tetapi angka ini diragukan karena berdasarkan atas perkiraan yang terlalu tinggi. Lebih dari itu, letusan gunung ini menyebabkan perubahan iklim dunia. Satu tahun berikutnya (1816) sering disebut sebagai Tahun tanpa musim panas karena perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa karena debu yang dihasilkan dari letusan Tambora ini. Akibat perubahan iklim yang drastis ini banyak panen yang gagal dan kematian ternak di Belahan Utara yang menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk pada abad ke-19. Selama penggalian arkeologi tahun 2004, tim arkeolog menemukan sisa kebu¬dayaan yang terkubur oleh letusan tahun 1815 di kedalaman 3 meter pada endapan piroklastik. Artifak-artifak tersebut ditemu¬kan pada posisi yang sama ketika terjadi letusan di tahun 1815. Karena ciri-ciri yang serupa inilah, temuan tersebut sering disebut sebagai Pompeii dari timur (Data Wikipedia Ensiklopedia Bebas). (GA. 321*)
×
Berita Terbaru Update