-->

Notification

×

Iklan

Merenung dan Berpikir adalah Madrasah Bagi Orang-orang Genius (2)

Wednesday, August 10, 2011 | Wednesday, August 10, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-08-10T03:59:34Z
Dr. Mariani
Umar adalah orang yang paling mengerti dengan apa yang pernah dikhawatirkan oleh Nabi akan ummatnya. Telinganya terus meng¬ingat kegelisahan yang pernah di wasiatkan oleh Nabi kepada para sabahatnya yakni sabda beliau berbunyi: “Sesuatu yang aku khawatirkan kepada kalian setelah kematianku adalah gemerlapnya dunia materi ini.”. “......Demi Allah! Bukan kemusyrikan aku khawatirkan kepada kalian tetapi gemerlapnya dunia yang membuat kalian saling membunuh di antara satu sama lain dan kalian akan rusak seperti umat-umat terda¬hulu sebelum kalian.” Para sejarawan mema¬parkan bahwa Umar telah berwasiat kepada para sahabatnya untuk menyelesaikan berbagai persoalan
yang terjadi diantara mereka dengan jalan musyawarah, ia berkata: “Sesungguhnya saya telah melihat persoalan rakyat di tengah-tengah kalian di mana perpecahan tidak akan terjadi di antara mereka tetapi perpecahan itu akan terjadi pada kalian sendiri”.
Golongan Muhajirin, Anshar dan para pejuang Islam dekade awal yang ikut dalam berbagai penaklukan mempunyai hewan-hewan yang sungguh sangat sempurna, di mana mere¬ka telah mengumpulkan berbagai harta simpa¬nan yang telah pecah dengan penuh kasih sayang yang sungguh sangat tidak terhitung jumlahnya mulai dari perhiasan emas, perak, zabarjad dan sutra, sehingga salah satu pejuang dari mereka memiliki sebagian sebidang tanah dan hal ini tidak sama dengan generasi berikutnya. Islam telah banyak dimasukkan sebagai alat untuk mengelabui mereka.
Kerinduan mereka pada satu sitem yang baik. Mereka pada masa lampau telah dihina secara samar. Apalagi ditambah dengan nasib buruk yang mereka terima dan rasakan dihadapan kekayaan dan kemewahan yang telah beralih pada orang-orang pendatang yang telah menaklukan negerinya.
Pada dasarnya penjelasan ini bukan untuk mengaburkan paradigma berpikir yang semula berkembang, dan bukan pula karena mereka tidak mengambil hikmah yang ada, akan tetapi karena banyak para sejarawan yang tidak mengindahkan warning ini dengan rentetan kejadian yang telah terjadi tersebut. Desingan sejarah itu dilalui dengan samar tampa ada realitas perbaikan diri, di mana tidak adanya cara berpikir yang jernih dalam menyikapinya. Mengenai ‘Aisyah, kritik tajamnya terhadap Usman merupakan cerminan dari penghorma¬tan pengagungan dan transformasi saran yang paling berharga darinya terhadap Usman.
Sesungguhnya Allah Swt telah berfirman: “Jadilah kalian semua sebuah kaum yang adil dalam memberikan kesaksian untuk Allah”. Sedangkan saya bersaksi bahwa sesungguh¬nya orang yang telah kalian jelek-jelekkan dan dicela, pada hakekatnya ia adalah orang yang lebih berhak atas berbagai keutamaan”. “Akan tetapi orang yang kalian agung-agungkan dan kalian sucikan namanya adalah pada hakekatnya orang yang lebih berhak menerimaa kejelekan dan celaan itu sendiri”.
Saya berdoa semoga apa yang menjadi harapan saya ini mejadi kenyataan sehingga saya dengan mereka dipisahkan dengan kematian. Ia lantas berdo’a: “Ya Allah, ya Tuhanku! Saya memohon kepadamu agar engkau menyelamatkan pendukungku ini. Ini semua karena mereka telah menyaksikan bahwa rakyat Kufah mendukungku sedang rakyat Syam justru memerangiku. Demi Allah, jika kalian membunuhku, maka saya adalah orang pertama dari pasukan berkuda ummat Islam yang harus rela tewat di jurang ini.
Seorang Muslim yang jujur dan selalu berbuat yang baik dan selalu mengedepankan Amar makruf nahi mungkar (mengajurkan perbuatan yang baik dan mencegah perbuatan yang tercela baik dalam pandangan agama maupun dalam pandangan norma masyarakat). Ia berani mati syahid demi sebuah kebenaran yang hendak ia capai tampa melepaskan sikap ketaatan kepada Tuhan dan mencerai beraikan tatanan masyarakat umum di mana ia rela mati sendiri demi kepentingan orang banyak. Ia berani mempertaruhkan nyawanya dalam mengadakan perlawanan terhadap para aparatur pemerintahan yang telah dengan sewenang-wenang mendiskreditkan reputasi para sahabat Nabi.
Sedangkan “Aisyah’ dalam menyikapi persoalan tersebut berkehendak memberikan misi hukum Islam yang lebih alternatif dari kejahiliyyahan, sesuai dengan naluri Islam. Ia tetap mencegah setiap orang yang mencoba membuka lembaran Jahiliyyah dalam lembaran baru setelah Islam. Aisyah, menegakkan hukum-hukum Allah, memberi bekas pengampunan sampai lubuk hatinya. Posisi, ‘Aisyah dalam hal ini sungguh memberikan kontribusi kebijakan umum yakni diskursus kepemimpinan yang mampu menyebarkan sinar kebenaran hukum agama Islam.
Allah Swt, berfirman: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkat: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati”, Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?.” Ibrahim benjawab: “Aku telah meyakini¬nya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” “Allah berfirman: (Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): “Lalu letakkanlah di atas tiap-tiap bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, maka panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS.al-Baqarah: 260).
Dalam banyak ayat di Al-Qur’an Allah swt telah banyak menyebutkan kisah Nabi Ibrahim as, karena dia adalah bapak para nabi, nabi ulul azmi yang kedua, dan Khalil ar-Rahman (sahabat Allah); dan juga para nabi dinisbatkan kepada agamanya. Oleh karena itu, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, “Tidak ada yang dalam agama Ibrahim kecuali kami dan pengikut kami”. Allah Swt berfirman, “ Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya orang yang paling dekat dengan Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang yang beriman”. (QS. Ali ‘Imran: 67-68).
Diriwayatkan dalam ‘Ilal asy-Syara’a dengan sanad sampai kepada Imam Ali ar-Ridha as: “Sesungguhnya Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya adalah karena dia tidak pernah sekalipun menolak permintaan orang, dan tidak pernah meminta kepada seorang pun selain Allah ‘Azza wa Jalla.” Dan dari Ash-Shaduq rahimahullah (semoga Allah merahma¬tinya) berkata, “Aku mendengar dari salah se¬orang syaikh dari kalangan ulama mengatakan, ‘Sesungguhnya Ibrahim itu dinamakan Ibrahim karena jika dia berniat melakukan sesuatu, dia memenuhinya.’ Ada pula yang mengatakan bahwasanya Ibrahim itu dinamakan Ibrahim karena sesungguhnya dia senantiasa memikirkan akhirat, hingga dia terhindar dari dunia.’ Beberapa riwayat lain tentang Ibrahim seperti: Abu Abdillah (Imam Ja’far ash-Shadiq) as pernah ditanya, mengapa Allah mengambil Ibrahim menjadi khalil-Nya (teman-Nya)” dia menjawab, “Karena banyaknya dia bersujud di atas tanah”.; Dari Muhammad bin al-Askari as, diaktakan “Karena banyaknya dia bersalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad shalawatullahi ‘alaihim”;
Diriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda, “Allah mengambil Ibrahim menjadi khalil-Nya karena dia biasa memberi makan (orang miskin) dan shalat yang dikerjakannya pada malam hari (tahajud), sementara orang-orang sedang tidur.”; Dari Abu Ja’far (Imam Muhammad al-Baqir) as: Ketika Allah mengambil Ibrahim menjadi khalil-Nya, malaikat maut mendatanginya dengan membawa kabar gembira tentang hal itu. Ketika itu, malaikat maut datang dalam rupa seorang pemuda yang berkulit putih.
Kemudian Ibrahim datang dan masuk ke rumah, maka tiba-tiba saja di disambut oleh orang dalam rumahnya sendiri, sementara Ibrahim as adalah seorang yang sangat pencemburu, dan setiap kali dia keluar rumah untuk suatu keperlua, dia selalu mengunci pintu rumahnya dan mebawa kuncinya. Maka Ibrahim as bertanya, “Hai hamba Allah, siapakah yang telah memasukkanmu ke dalam rumahku?”.
Orang itu menjawab, “Tuhan yang telah memasukkan aku ke rumah ini.”. Ibrahim as berkata, “Tuhannya lebih berhak atasnya daripada diriku, lalu siapakah kamu?” Orang itu menjawab, “Aku adalah maikat maut.” Ibrahim as terkejut dan bertanya, “apakah kamu datang hendak mencabut rohku?”. Malaikat maut menjawab, Tidak, Akan tetapi, Allah ‘Azza wa Jalla telah mengambil seorang menjadi khali-Nya, maka aku datang kepadamu untuk menyampaikan berita gembira ini.” Ibrahim as berkata, ‘Kalau begitu, siapakah orang itu agar aku dapat menjadi pelayannya seumur hidupku?” Malaikat maut menjawab; “Kamulah orang itu.” Maka Ibrahim masuk menemui Sarah (istrinya) seraya mengatakan kepadanya, “Sesungguhnya Allah telah mengambil diriku menjadi Khalil-Nya,”.
Diriwayatkan dari Abu Abdillah as: Ketika para utusan (yakin para malaikat) mendatangi Ibrahim as, Ibrahim menyuguhkan mereka (masakan) daging anak lembu seraya berkata kepada mereka, “Makanlah!” Para utusan itu berkata, “Kami tidak akan makan sebelum kamu memberitahukan kepada kami berapa bayarannya?” Ibrahim as berkata, “(Bayaranya adalah) jika kalian hendak makan, maka ucapkan ‘Bismillah” (dengan menyebut nama Allah), dan jika kalian selesai makan, maka ucapkanlah, “Alhamdulillah” (Segala Puji Bagi Allah). “Maka Jibril as menoleh kepada kawan-kawannya yang berjumlah empat malaikat seraya berkata, “Layaklah bagi Allah mengambil orang ini (yakni Ibrahim as) menjadi khalil-Nya. Dan bahwasannya Ibrahim as adalah Orang pertama yang mengubah pasir menjadi Tepung. Oleh karena itu, Ibrahim as diberi kedudukan al-khullah (khalil), maka dia bersyukur kepada Allah dan memuji-Nya, lalu dia makan makanan itu. Jadi itulah sebab-sebab Ibrahim as menjadi Khalilullah, dan gelar tersebut (khalil) tidak akan terjadi kecuali terhimpunya sifat-sifat tersebut seluruhnya.
Pekerjaan paling utama dari seorang hamba adalah beribadah kepada yang Maha Esa. Tidak ada kemuliaan dan Tidak ada jalan keluar dari permasalahan yang rumit kecuali dia benar-benar menjadi hamba Allah. Oleh karena itu, Allah memuliakan Rasul-Nya, Muhammad saw, dan menempatkannya pada posisi orang yang paling mulia dalam beribadah. Allah swt berfirman: “Maha Suci Allah yang telah menu¬runkan al-Furqan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. (al-Furqan (25): 1).
Allah swt, berfirman, mengenai kepribadian Rasulullah saw, :”Tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadah), hampir saja jin-jin itu desak-mendesak mengerumuninya. (al-Jin (72): 19). Dan Firman Allah swt, “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi pula daerah sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (al-Isra (17): 1).
Rasulullah saw bersabda; sesungguhnya pada suatu masa salah seorang nabi diutus Allah ‘Azza wa Jalla kepada kaumnnya. Dia tinggal di tengah-tengah mereka selama empat pulu tahun, tetapi mereka tetap tidak beriman kepadanya. Kaum itu memiliki hari raya di sebuah tempat peribadatan. Kemudian nabi itu mengikuti mereka, lalu dia berkata kepada mereka, ‘Berimanlah kalian kepada Allah!’.
Mereka menjawab, ‘Jika kamu benar-benar seorang nabi maka berdoalah kamu kepada Allah agar Dia mendatangkan kepada kami makanan yang warnanya sama dengan warna pakaian kami.’ Tatkala itu, pakaian mereka berwarna kuning. Kemudian nabi itu datang membawa sebuah kayu kering, lalu berdo’a kepada Allah ‘Azza wa Jalla pada kayu kering itu, maka kayu kering itu langsung menjadi hijau dan matang, dan ia mengeluarkan buah aprikit, lalu mereka pun memakannya. Setiap orang yang memakan buah itu dan berniat untuk memeluk Islam di tangan nabi tersebut, maka biji buah itu akan mengeluarkan rasa manis di mulutnya; dan barang siapa yang berniat untuk tidak memeluk Islam, biji buah itu akan mengeluarkan rasa pahit di mulutnya.
Berikut ini di kutip beberapa riwayat dalam ‘Uyun al-Akhbar dengan sanad sampai kepada al-Harawi, dia berkata:
Aku mendengan Ali bin Musa ar-Ridha as berkata, “Allah ‘Azza wa Jalla mewahyukan seorang nabi di antara nabi-nabi-Nya. “Jika kamu masuk di waktu pagi hari, hendaknya apa saja yang pertama kali menjumpaimu, makanlah ia; sedang yang kedua, Raha¬siakanlah ia; yang ketiga, terimalah ia; yang keempat, janganlah kamu menjadikannya berputus asa (kecewa); dan yang kelima, larilah kamu darinya”.
“Kemudian tatkala nabi tersebut memasuki waktu pagi hari, dia berjalan, tiba-tiba dia berjumpa dengan sebuah gunung besar hitam, maka dia berhenti dan berkata, Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk memakan ini, maka jadilah dia kebingungan. Kemudian dia kembali kepada dirinya seraya berkata, ‘Sesungguhnya Tuhanku jalla Jalaluh (Yang Maha Agung keagungan-Nya) tidaklah akan smemerintahkanku kecuali dengan apa yang sanggup aku lakukannya, ‘kemudian dia berjalan untuk memakannya. Setiap kali dia mendekati gunung besar berwarna hitam itu, gunung itu terus bertambah kecil. Sehingga, ketika dia telah sampai pada gunung itu, maka dia mendapatinya telah menjadi sesuap makanan, lalu dia pun memakannya, dan ternyata dia mendapatinya sebagai makanan yang paling lezat yang pernah dimakannya. Dia meneruskan perjalananya dan menemukan sebuah baskom yang penuh dengan emas. Dia berkata, Tuhanku telah memerintahkan kepadaku agar aku merahasiakan ini, ‘maka dia menggali tanah, lalu dia memasukkan emas itu ke dalam galian tersebut, lalu dia menimbunya dengan tanah. Kemudian dia meneruskan perjalannya, dia menoleh, dan mendapati bahwa baskom (yang berisi emas) itu telah muncul (keluar dari tanah). Dia berkata, ‘Sesungguhnya aku telah mengerjakan apa yang telah diperintahkan Tuhanku kepadaku.’
Kemudian dia meneruskan perjalanannya, tiba-tiba dia melihat seekor burung dan di belakangnya terdapat burung rajawali yang mengikuti burung itu, burung rajawali terbang mengelilingi burung itu. Nabi itu berkata, ‘Tuhanku telah memerintahkan kepadaku agar aku menerima ini.’ Maka dia pun membuka lengan bajunya, lalu burung itu masuk ke dalam lengan bajunya. Burung Rajawali berkata kepadanya, ‘Aku telah mengikuti buruanku ini selama beberapa hari.’ Nabi itu berkata, Tuhanku telah memerintahkan kepadaku agar aku tidak menjadikan ini (burung rajawali) berputus asa (kecewa).’ Maka dia memotong paha burung (buruan) itu, lalu dia melempar¬kannnya kepada burung rajawali.
Dia meneruskan perjalannya, tiba-tiba dia melihat daging bangkai yang berbau busuk dan berulat. Dia berkata, Tuhanku telah memerintah¬kan kepadaku agar aku lari dari ini.’ Maka dia lari darinya dan pulang. ‘Kemudian dia melihat dalam mimpinya...Bersambung
×
Berita Terbaru Update