-->

Notification

×

Iklan

Hasil Audit BPK RI

Wednesday, July 6, 2011 | Wednesday, July 06, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-07-06T03:48:29Z
Pencatatan dan pelaporan transaksi keuangan merupakan salah satu bentuk akuntabilitas penyelenggara pemerintahan kepada rakyat melalui perwakilannya di lembaga legislatif. Dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 telah secara tegas dinyatakan bahwa pengelola keuangan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah diwajibkan untuk menyelenggarakan sistem akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya. Sistem akuntansi tersebut digunakan
sebagai sarana penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah berdasarkan standar akuntansi pemerintahan yang berlaku. Laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sekurang-kurangnya meliputi Laporan Realisasi APBN/APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara/daerah dan badan lainnya. Selanjutnya, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran, Presiden selaku kepala pemerintahan di pusat dan Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan di daerah menyampaikan laporan keuangan pemerintah pusat/daerah kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Badan Pemeriksa Keuangan selaku auditor eksternal pemerintah melaksanakan audit atas laporan keuangan pemerintah pusat/daerah tersebut berdasarkan standar pemeriksaan yang berlaku. Jangka waktu pelaksanaan audit atas laporan keuangan pemerintah pusat/daerah oleh BPK ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 harus diselesaikan paling lama dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan. Alasannya, Presiden dan Gubernur/Bupati/Walikota sudah harus menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Padahal, penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat/daerah, meskipun telah menggunakan sistem akuntansi keuangan yang terkomputerisasi, pada umumnya masih memerlukan waktu yang cukup lama sehingga baru diselesaikan dan disampaikan kepada BPK sekitar 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk dapat memenuhi jadwal yang sangat ketat sesuai amanat undang-undang tersebut, yaitu melaksanakan audit atas laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah praktis dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan tentu saja diperlukan pemanfaatan sumber daya dan dana yang tersedia pada lembaga auditor eksternal secara arif, efektif, dan efisien. Dalam tingkatan penilaian terhadap pengelolaan keuangan Daerah, yang paling baik disebut WAJAR TANPA PENGECUALIAN (WTP), kemudian tingkatan yang kedua disebut WAJAR DENGAN PENGECUALIAN (WDP), dan tingkatan yang terakhir yang terburuk adalah disebut DISCLAIMER atau TIDAK MENYATAKAN PENDAPAT. Dilekatkannya penilaian Disclaimer oleh pihak BPK RI terhadap kualitas pengelolaan Keuangan Pemprov NTB tahun anggaran 2011 menjadi satu isu menarik untuk dibahas. Apalagi sebenarnya, BPK RI dalam LHP terhadap laporan keuangan Pemprov tahun 2009 telah meminta pihak Pemprov NTB untuk memperbaiki dan mengevaluasi terhadap adanya temuan sekitar 508 kasus yang diduga merugikan Negara sekitar Rp11,16 Milyar dan pihak BPK RI saat itu masih memberikan opini WDP terhadap LHP-nya saat itu. Pihak Pemprov sendiri melalui penegasan yang diberikan oleh Gubernur NTB, Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, MA., memberikan penegasan terhadap semua komponen yang ada di lingkup Pemprov NTB untuk melakukan ekspose, pembedahan dan penganalisaan penyebab terjadinya opini disclaimer untuk dilakukan upaya perbaikan dan koreksi. Penyusunan rencana aksi terhadap upaya tersebut sedang dilakukan secara intens dengan suatu komitmen dan semangat untuk meriah peningkatan opini LHP tahun selanjutnya dari Disclaimer menjadi paling tidak WDP kembali, bahkan targetnya adalah mencapai opini tertinggi.
Pertanyaannya sekarang adalah mampukah pihak Pemrov NTB melakukan langkah-langkah evaluasi atau perbaikan terhadap banyaknya catatan-catatan masalah yang dirilis oleh BPK RI pada LHP tahun 2009 lalu. Jika kita mengacu pada kinerja tahun anggaran 2010 yang sangat jauh terpuruk dibandingkan dengan tahun 2009 lalu, sepertinya harapan itu akan sangat susah. Terkecuali Gubernur NTB melakukan langkah evaluasi secara komprehensif tidak hanya terhadap materi pokok yang menjadi catatan-catatan BPK RI tersebut. Akan tetapi juga mungkin langkah evaluasi juga harus dilakukan terhadap para SDM-SDM tertentu yang selama ini diberikan kepercayaan oleh Gubernur NTB untuk memegang amanah perbaikan yang dimaksud sehingga cita-cita perbaikan kedepannya dapat terwujud. Wallahu’alam Bissawab*).
×
Berita Terbaru Update