-->

Notification

×

Iklan

Kadistamben NTB Nyatakan Diri Siap, Bila Pansus NNT Terbentuk

Tuesday, June 21, 2011 | Tuesday, June 21, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-06-21T06:10:44Z
Mataram, Garda Asakota.-
Munculnya wacana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) DPRD NTB terkait dengan mencuatnya dugaan kurang bayarnya royalty PT. NNT terhadap mineral tambang dinilai oleh Kadistamben Provinsi NTB, Ir. H. Eko Bambang Sutedjo, MM., sebagai sebuah hak konstitusional yang dimiliki oleh DPRD NTB. Tidak ada masalah karena itu merupakan hak konstitusional DPRD. Silahkan jalan terus saja.
Kami dari Distamben NTB tentu akan menyiapkan dukungan data dan informasi yang diperlukan kalau memang DPRD betul-betul mau membentuk Pansus itu. Jadi kalau sewaktu-waktu DPRD butuh, kami siap memberikan datanya,” cetus Eko Bambang kepada wartawan media belum lama ini saat menerima wartawan di ruang kerjanya jalan Majapahit. Sikap Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB, kata Eko Bambang, tetap tegas dengan sikap Gubernur NTB, Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, yang menyatakan bahwa pihak Pemerintah Pusat berkewajiban untuk mengklarifikasi persoalan ini secara baik. Dikatakan oleh Eko Bambang, PT. NNT memiliki satu produk utama yang dieksploitasi yaitu emas serta dua produk ikutan yaitu tembaga dan perak.
“Tarif royalty untuk emas dan perak itu sudah diatur langsung secara eksplisit didalam kontrak karya saat penetapannya. Sementara tembaga tidak diatur secara eksplisit didalam kontrak karya. Tetapi ada ketentuan yang mengatur dari Menteri ESDM yakni pada tahun 1992. Kemudian muncul PP tahun 2000,” terang Eko Bambang. PT. NNT menurutnya, membayar royalty itu berdasarkan Peraturan Menteri tahun 1992, meskipun kemudian muncul PP pada tahun 2000. “Jadi kalau ada masalah, masalahnya adalah terkait dengan acuan bayar PT. NNT. Kenapa sudah ada PP masih membayar dengan menggunakan acuan Kepmen. Jadi kalau ada salahnya, salahnya ya disitulah,” ujarnya.
Pihaknya pun menyayangkan kenapa hal ini sejak lama tidak ditegur oleh Pemerintah Pusat. “Sehingga tepat sekali pernyataan pak Gubernur, biarkan Pemerintah Pusat yang menyelesaikan persoalan ini. Karena persoalannya ada di Pempus. Dan PT. NNT pasti memiliki dalilnya pak, jadi kita tunggu dalil Newmont itu seperti apa. Kenapa dia bertahan membayar dengan acuan itu,” tandasnya.
Sebagaimana diberitakan sejumlah media, kasus ini mencuat dengan munculnya statemen dari Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas, mengungkapkan ICW menemukan adanya dugaan potensi kerugian Negara dari kurang bayarnya royalty oleh pihak PT. NNT selama tahun 2004 hingga tahun 2010 sebesar US$237,4 juta. Hal ini, menurutnya berdampak pada dugaan munculnya kerugian penerimaan Pemerintah Pusat dari dana Bagi Hasil (DBH) tambang sebesar US$47,5 juta dan munculnya dugaan kerugian penerimaan pemerintah daerah dari DBH tambang sebesar US$189,9 juta.
“Untuk Pemda ini nilainya besar sekali yakni hampir mencapai US$200 juta,” beber Firdaus dalam diskusi publik sebagamaina ditulis salah satu media online Jakarta.
Dikatakannya, sejak beroperasi 2004 silam hingga sekarang, PT. NNT membayar royalty yang sangat rendah. Tarif royalty untuk emas dan perak sebesar 1 %-2 % (tergantung harga penjualan). Sementara untuk tembaga, tarif royaltinya bahkan lebih rendah dari PT. Freeport Indonesia. Padahal berdasarkan PP Nomor 13 tahun 2000, tarif royalty untuk tembaga 4 % , emas 3,75 %, dan perak 3,25 %. Kerugian Negara yang paling besar adalah tidak dibayarnya royalty tembaga, mengingat itu adalah hasil produksi PT. NNT yang paling banyak,” cetusnya. (GA. 211*)
×
Berita Terbaru Update