-->

Notification

×

Iklan

Dasar Hukum Pungutan di SMUN-1 Kota Bima, Dipersoalkan

Tuesday, June 28, 2011 | Tuesday, June 28, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-06-28T07:34:49Z
Irfan: Kembalikan Uang Itu ke Orang-tua Murid
Kota Bima, Garda Asakota.-
Dasar hukum pungutan yang diterapkan pihak SMUN-1 Kota Bima atas pem¬bangunan satu lokal ruangan guru sebesar Rp750 ribu per siswa baru, masih dipersoal¬kan. Seorang akademisi dari STISIP Mbojo Bima, M. Irfan, M. Si, menegaskan bahwa, mengacu pada Permendiknas No 78 tahun 2009 tidak menyebutkan sarana yang harus disiapkan oleh masyarakat berdasarkan sumbangan masyarakat.

Dan kalaupun pihak sekolah dan komite SMUN-1 Kota Bima mendasari pungutan itu berdasarkan Permendiknas, ia mem¬pertanyakan keputusan Walikota untuk memperkuat aturan tersebut.
“Semestinya pungutan itu harus didasari pada Undang-Undang, atau Peraturan Daerah yang memayungi secara hukum pungutan tersebut. Jangan jadikan alasan status SBI (sekolah bertaraf internasional) menjadi alasan untuk Pungli.
Makanya melalui Garda Asakota saya tegaskan, kembalikan uang rakyat itu, skolah dan komite jangan akal-akalan,” tegasnya menanggapi kebijakan penarikan uang Rp750 ribu per siswa baru di SMUN-1 Kota Bima, sebagaimana dilansir Garda Asakota edisi sebelumnya.
Kata Irfan sesuai aturan yang berlaku di negara ini persoalan pungutan terhadap masyarakat, walaupun besarannya satu sen sekalipun, harus dibahas bersama pihak legislatif dalam hal ini DPRD, sehingga melahirkan keputusan yang nantinya mela¬hirkan Perda. Untuk itu, pihaknya meminta kepada pihak sekolah dan jajaran komite, agar mengembalikan dana tersebut ke orang-tua murid, karena dasar pungutannya tidak mendasar.
“Bila uang rakyat itu tidak dikembalikan, saya meminta kepada aparat penegak hukum untuk turun tangan menyelidiki apakah Pemkot Bima sudah tidak mampu lagi membiayai pendidikan,” pintanya.
Pria yang mengaku alumni di SMUN-1 Kota Bima ini menjelaskan bahwa pendidikan semestinya untuk rakyat secara keseluruhan, merata dan berkeadilan sosial. Namun pendidikan khususnya di SMUN-1 Kota Bima diduga sudah dikomersilkan, dalam rangka meraih predikat RSBI. “Padahal bicara SBI maka pemerintah harus semaksimal mungkin menyiapkan SDM maupun sumber daya finasial. Dan yang terjadi sekarang ini justru ada sumbangan sukarela yang luar biasa guna membangun satu ruangan guru. Rakyat bertanya hari ini, apakah pemerintah sudah miskin dan tidak mampu lagi mensejahterahkan rakyatnya?. Dana kalau benar ini dilakukan, maka benar bahwa pendidikan utuk orang kaya bukan untuk orang miskin, sangat bertolak belakang dengan konstitusi,” sindirnya.
Menuju SBI, kata dia, sebenarnya bukan saja dilihat dari aspek pembiayaan saja, persyaratan kepsek dan pendidik-pun harus sesuai Permendiknas. “Dan saya pertanya¬kan, apa RSBI di SMUN-1 Kota Bima sudah sesuai aturan atau tidak?
Saya kira sampai hari ini untuk SMA belum sampai ke arah itu. Makanya, hal ini harus diwali dengan kewajiban pemerintah untuk menyiapkan segala sesuatunya, bukan diawali dengan sumbangan masyarakat,” tandas. (GA. 212*)
×
Berita Terbaru Update