-->

Notification

×

Iklan

Putusan DK KPU NTB Berdampak Pembatalan Fersy

Friday, May 6, 2011 | Friday, May 06, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-05-06T01:30:03Z
Bima, Garda Asakota.-
Keputusan DK KPU NTB yang secara resmi telah menjatuhkan sanksi tegas terhadap lima anggota KPU Ka¬bu¬paten Bima karena terbukti melaku¬kan pelanggaran kode-etik, jelas akan berdampak secara hukum terhadap pembatalan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bima terpilih tahun 2010, Ferry Zulkarnain dan Syafruddin HM. Nur (Fersy). Praktisi hukum Bima-NTB, M. Kaffani, SH, menegaskan bahwa hasil pleno DK KPU NTB yang dihelat di lantai II Sekretariat KPU Propinsi NTB, Selasa (3/5), berdampak pada pembatalan pasangan Fersy, kare¬na pelanggaran kode etik yang diputus terbukti oleh DK tersebut berlatar belakang pembangkangan KPUD Bima dan KPU Pusat untuk tidak melaksanakan pembatalan pemenang Pilkada sesuai dengan perintah UU maupun peraturan KPU itu sendiri.

Menurutnya, pembangkangan yang dilakukan oleh KPUD Bima tersebut dengan merekayasa kemunculan SK: 02/FR/III/2010 dan diklaim sebagai dokumen yang sah KPUD, sehingga mengensampingkan kedudukan SK: 01/FR/III/2010 yang menjadi bukti hukum dimana Suaeb Husen, Tim Fersy, ber¬ada di dalamnya.
“Dengan SK-02 itulah dimunculkan pendapat hukum yang menimbulkan kekacauan dan ketidak pastian hukum, seperti isi rekomendasi Bawaslu RI yang disampaikan ke KPU NTB,” tegas¬ nya kepada wartawan, Kamis (5/5).
Setelah KPU NTB menugaskan DK KPU NTB menelusuri kebenaran isi rekomendasi Bawaslu RI, terbukti bahwa kedudukan SK: 02/FR/III/2010 tidak bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya oleh KPUD Bima sebagai dokumen yang bernilai hukum.
Dengan demikian, kata dia, dokumen sah yang juga merupakan bukti hukum atas putusan PN Raba Bima No: 300/
PID.B/PNRBI/2010 tentang money politik yang mana Suaeb Husen tercantum didalamnya sesuai dalam daftar SK: 01/FR/III/2010 tidak terbantahkan lagi. “Dan tidak ada lagi polemik kepastian hukum, putusan Pengadilan Raba Bima itu suka tidak suka, harus dilaksanakan oleh KPUD,” tegas Kaffani. Menanggapi pernyataan KPU NTB yang menyatakan putusan DK tidak berdampak pada hasil Pemilukada, pihaknya menilai bahwa pernyataan KPU NTB itu tidak men¬cerminkan se¬ba¬gai lembaga penyeleng¬gara Pemilu¬kada yang kredibel, netral, akuntabel, dan professional.
“Penyataan seperti itu kesannya ada keperpihakan dan tidak mau melaksa¬nakan ketentuan UU. Jadi bukan tidak berdampak, tapi dikondisikan untuk tidak berdampak,” cetusnya.
Seharusnya, kata dia, putusan DK disikapi oleh KPU NTB dengan rasional, obyektif, dan tidak emosional. Dan seharusnya pula, KPUD NTB menyi¬ka¬pi¬nya dengan mengubah pendiriannya untuk segera mengambil langkah-lang¬kah yang kontributif atas penyelesaian masalah Pemilukada Bima.
“Paling tidak, mengubah statemen¬nya bahwa dengan putusan DK KPU NTB, maka demi hukum akan berdam¬pak pada sikap KPUD untuk segera melaksanakan pleno pembatalan pemenang Pemilukada Bima. Demikian seharusnya sikap KPU NTB, sebagai wujud kredibilitas, akuntabilitas, netra¬litas dan professionalitas,” tandasnya.

Ichwan Harusnya Prioritas Dipecat
Menanggapi putusan DK KPU NTB dari sisi pengenaan sanksi kepada seluruh anggota KPU Kabupaten Bima dinilai oleh M. Kaffani, SH, ada keti¬dak-adilan. Pasalnya, kata dia, Ichwan yang dalam pembuktiannya oleh DK KPU NTB, dinyatakan bersalah me¬langgar kode etik, namun hanya dibe¬rikan sanksi pencopotan dari jabatannya sebagai Ketua KPUD.
Sementara dua anggota lainnya yakni Ahmad Yasin dan Saiful Irfan, justru harus menerima sanksi pencopo¬tan sebagai anggota KPUD. “Padahal pelanggaran kedua anggota KPUD itu bermula dari pelanggaran yang dila¬kukan oleh Ketua KPUD Bima, seha¬rusnya Ichwan yang menjadi prioritas pemecatan,” tegasnya. Menurutnya, jika dibaca secara cermat dalam putu¬san DK KPU NTB bahwa kesalahan anak buahnya (Ahmad Yasin dan Saiful Irfan, red) adalah akibat ulah ketua KPUD. Dengan demikian, kata dia, tentu sanksi terberat seharusnya buat Ketua KPUD. “Sebab disamping sebagai ketua yang bertanggungjawab mengendalikan kinerja KPUD, Ichwan juga pelaku dalam terjadinya pelang¬garan kode etik. Ada apa dan kenapa Ichwan diperta¬hankan oleh DK?, strategi apa yang dimainkan?,” katanya.
Kaffani mengandaikan bahwa, jika dirinya sebagai Ichwan P, maka dengan serta merta ketika dinyatakan bersalah melanggar kode etik dan dicopot sebagai ketua KPUD maka sesaat setelah diba¬cakan putusan langsung mengundurkan diri. “Karena jelas, kalau sudah terbukti melanggar kode etik, integritasnya sebagai Ketua dan anggota KPUD yang netral dan bertanggungjawab atas terselenggaranya penyelenggaraan Pilakda yang jujur dan adil, telah dinodainya. Masikah integritas seperti dapat mengemban amanah itu?,” tanyanya. (GA. 212*)
×
Berita Terbaru Update