-->

Notification

×

Iklan

Pertambangan Sumbang Kontribusi Besar APBN

Monday, April 18, 2011 | Monday, April 18, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-04-17T23:41:10Z
Mataram, Garda Asakota.-
Selama beberapa tahun ini, peran sektor tambang dalam pembangunan Indonesia, kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Kadis Distamben) NTB, Eko Bambang Sutedjo, bahwa APBN RI yang angkanya mencapai seribu trilyun, sekitar 30 persennya disumbangkan dari sector tambang dan migas.

“Jadi eranya memang saat sekarang ini dalam pemberian kontribusi APBN adalah era pertambangan migas. Mungkin tahun berikutnya tidak lagi tambang, tapi pada sector-sektor lain seperti kelautan. Jadi ini hanya sekedar rotasi aja sifatnya. Pada saat lalu, sector penyumbang APBN adalah dari sector kehutanan dengan melepas Hak Penguasaan Hutan (HPH). Ketika sector kehutanan ini habis, kemudian saat sekarang beralih kepada aspek pertambangan. Ini menunjukkan bahwa Negara kita masih mengandalkan sumber cadangan alam kita sebagai tumpuan pembangunan ekonomi. Dan ini berbeda dengan Negara lain seperti Jepang, Cina, Singapura dan lain sebagainya,” jelasnya kepada wartawan belum lama ini diruang kerjanya kantor Distamben NTB yang berada di jalan Majapahit Mataram.
NTB ini, menurutnya, dalam satu perusahaan saja, katakanlah seperti keberadaan PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT), menyumbang untuk kontribusi penerimaan Negara itu sebesar Rp5,6 Trilyun per tahunnya. “Nah yang kembali ke daerah itu adalah sebesar 5 persen dari Rp5,6 Trilyun itu. Jadi sekitar Rp300 Milyar yang kemudian dibagi ke Provinsi NTB, Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat disamping royalty untuk Kabupaten yang lain. Itu baru satu perusahaan yang sudah pada taraf eksploitasi. Artinya begini pak, di dalam kita ber NTB, peruntukan untuk Kabupaten/Kota lainnya itu, itu ada royalty atau sumbangan Newmont untuk membangun daerah lain yang dibagi sebesar Rp10 Milyar. Kecuali KSB itu dibagi sebesar Rp80 Milyar.,” ujarnya.
Sekarang ini, lanjutnya, di NTB ini ada lebih kurang 76 ijin tambang. Dari ke 76 ijin tambang itu, katanya, ada yang baru taraf eksplorasi dan ada yang pada taraf eksploitasi. “Dua (2) berbentuk Kontrak Karya (KK) yakni ijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dengan alur Presiden menugaskan Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) untuk menandatangani KK. Dua (2) Perusahaan itu adalah satu adalah PT. NNT yang mengeksploitasi tambang emas di Batu Hijau dan yang tengah melakukan tahap eksplorasi di Dodo Rinti (Sumbawa Selatan berdasarkan KK tahun 1986) dan satunya adalah PT. Sumbawa Timur Mining (STM) yang mengantongi KK sejak tahun 1989 di Kecamatan Parado dan Kecamatan Hu’u. Sementara yang lain adalah ijin usaha yang diterbitkan oleh Kepala Daerah dan disebut dengan Ijin Usaha Pertambangan atau IUP. Jadi dari 76 ijin itu, tidak ada satu ijin pun yang dikeluarkan oleh Gubernur. Dan IUP yang berjumlah 74 itu adalah ijin lama yang dikeluarkan sebelum UU Nomor 04 tahun 2009 itu keluar. Dulu disebut dengan istilah Kuasa Pertambangan atau KP. Termasuk IUP yang ada di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima,” papar Eko Bambang.
Saat sekarang tidak ada ijin baru yang dikeluarkan oleh pemerintah. Ijin usaha pertambangan, katanya, rata-rata dikeluarkan sebelum tahun 2009. “Yakni sebelum UU Nomor 04 tahun 2009 ini keluar. Amanat UU ini, KP harus disesuaikan dengan UU Nomor 04 tahun 2009 dan kemudian disebut dengan IUP. Jadi dari tahun 2009 hingga sekarang ini, tidak ada ijin baru pertambangan yang dikeluarkan,” katanya lagi.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa perkembangan ekonomi suatu wilayah itu, lanjutnya, pendorong utamanya adalah investasi. Tanpa investasi, menurutnya, daerah itu tidak akan bisa tumbuh. Kalau hanya mengandalkan APBD, lanjutnya, berapa sih kemampuan APBD untuk mendorong tumbuhnya tingkat perekonomian masyarakat. Peran sector swasta dalam peningkatan perekonomian itu adalah sebesar 60 persen, sementara peran pemerintah untuk meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat ini hanya 40 persen. Kita tahu bahwa di Pulau Sumbawa ini punya potensi emas dan tembaga. Terbentuknya daerah-daerah pemekaran baru ini karena ada investasi didalamnya seperti KSB tidak terbentuk kalau tidak ada PT. NNT. Jadi Newmont dulu baru ada KSB kan, ini suatu realitas.
“Nah dalam pemikiran kami, di Pulau Sumbawa itu cukup hanya tiga kegiatan usaha tambang saja yang beroperasi. Satu di Batu Hijau (PT. NNT, ijin KK 1986), satu lagi di Dodo Rinti yang berada di Sumbawa Selatan (PT. NNT, ijin KK 1986), dan satu lagi di Kecamatan Parado Kabupaten Bima dan Kecamatan Hu’u Kabupaten Dompu (PT. Sumbawa Timur Mining, ijin KK tahun 1989) karena tiga-tiganya ini berada didalam skala yang besar dan Nasional. Sementara kegiatan usaha tambang lain itu kapasitasnya kecil dan hanya bersifat asesoris dan tidak terlalu signifikan. Artinya, kalau kita bisa hadirkan tiga usaha kegiatan tambang yang berskala besar dan Nasional ini, maka wilayah Selatan ini akan menjadi maju. Kalau itu bisa kita hadirkan, maka bisa jadi akan terbentuk Kabupaten Sumbawa Selatan,” tandasnya.
Kadistamben NTB, Eko Bambang Sutedjo, juga menelaskan bahwa Kontrak Karya (KK) bukanlah bagian terendah dari hirarkis peraturan perundang-undangan. UU Nomor 04 tahun 2009, katanya, mengatur public secara keseluruhan. Sementara KK ini mengatur ikatan kerja antara pemerintah dengan pihak perusahaan. KK ini tidak berada didalam hirarkis peraturan perundang-undangan.
“Jadi setelah keluarnya UU Nomor 04 tahun 2009 ini, maka rejim KK ini dihapus dan kemudian diganti dengan rejim perijinan. KK ini adalah sebuah rejim lama. Produk orde baru, dan sekarang diganti dengan namanya IUP,” jelasnya kepada wartawan.
Beda KK dengan IUP ini, lanjutnya, ketika terjadi sengketa antara Negara dengan perusahaan pemegang KK maka penyelesaiannya adalah melalui Mahkamah Arbitrase Internasional. Hal itu yang kemudian dianggap tidak menguntungkan Negara, sehingga dirubah dengan UU Nomor 04 tahun 2009 dan diganti dengan rejim perijinan. Dengan rejim perijinan ini, ketika terjadi sengketa antara pemerintah yang mengeluarkan ijin dengan perusahaan, maka penyelesaian sengketa itu hanya dilakukan pada pengadilan di Indonesia. Tidak perlu di Arbitrase Internasional. “Jadi itu yang siginifikan dirubah,” cetusnya.
Tapi begini, lanjutnya, didalam UU Nomor 04 tahun 2009, KK juga tetap diakui dan dihargai dan tidak dihapus. “Akan tetapi akan disesuaikan. Nah sekarang KK masih dalam proses penyesuaian, mengikuti apa-apa yang tertuang didalam UU Nomor 04 tahun 2009. Jadi jelas bahwa KK ini adalah ikatan perdata antara Negara dengan Perusahaan. Dan KK harus tunduk dengan UU. Dan didalam UU Nomor 04 tahun 2009 ini telah jelas dinyatakan bahwa ijin pertambangan itu harus didasari oleh UU Nomor 04 tahun 2009 ini,” ujar Eko Bambang.
KK, lanjutnya, keberadaannya harus dihargai, dihormati sampai waktu berlakunya habis. Artinya keberadaan PT. Newmont yang masa waktu berakhirnya hingga tahun 2030 itu itu harus dihargai dan dihormati. Begitu pun dengan keberadaan KK yang dimiliki oleh PT. Sumbawa Timur Mining yang ijin eksplorasinya akan berakhir pada tanggal 17 Agustus 2013. Dan nanti akan masuk pada masa ijin eksploitasinya. Dan itu nanti tergantung pada potensinya. Sementara ini belum ditentukan kapan, karena saat sekarang masih dalam proses pencarian potensi. Nah ini yang perlu dibedakan, ketika masuk pada rejim perijinan maka ada dua perbedaan yang akan dibagi secara dominant yakni ijin ekplorasi dan ijin eksploitasi. Nah dalam konteks KK tidak dipisahkan seperti itu, kalau dalam masa eksplorasi itu ditemukan cadangan potensinya, maka dengan sendirinya perusahaan itu akan masuk pada tahapan eksploitasi tanpa harus mendapatkan perijinan lagi,” cetusnya.
Meskipun sudah mendapatkan ijin KK untuk memasuki wilayah itu, terangnya, namun belum tentu perusahaan itu bisa memasuki wilayah itu jika wilayah itu masuk pada areal hutan Lindung maupun Hutan Produksi. “Jadi masih ada ijin lagi yang harus diperoleh yakni ijin dari Menteri Kehutanan. Jadi didalam UU tentang Kehutanan itu tidak diperbolehkan melakukan penambangan secara terbuka (Open Pit), tapi kalau penambangan dilakukan secara underground itu boleh dilakukan. PT. STM ini sendiri sudah mendapatkan ijin dari Menteri Kehutanan untuk melakukan eksplorasi hingga tahun 2013 pada areal hutan seluas lebih kurang 14.000 hektar untuk wilayah hutan yang ada di Parado Kabupaten Bima dan Hu’u Kabupaten Dompu, termasuk pada areal hutan lindung yang ada didalam kawasan hutan tersebut,” terangnya.
Dijelaskannya, dalam proses eksplorasi ini, PT. STM ini akan melakukan proses pengeboran pada sejumlah titik potensi yang diperkirakan memiliki potensi tambang. Pengeborannya sendiri dilakukan hingga mencapai titik 1.500 meter kebawah tanah. Dan anggaran pengeboran hingga 1.500 meter kebawah tanah ini dapat memakan anggaran hingga Rp15 Milyar. Dalam tahapan eksplorasi itu, minimal ada 15 titik pengeboran yang akan dilakukan. Jadi dalam tahapan eksplorasi ini, perusahaan itu harus menyiapkan anggaran sebesar Rp150 Milyar untuk melakukan pengeboran pada 15 titik pengeboran.
Setelah ditemukan adanya potensi tambang yang dicari baru perusahaan itu menentukan teknologi seperti apa yang digunakan untuk melakukan eksploitasi tambang tersebut. Kalau untuk wilayah Hutan Produksi, boleh dilakukan penambangan secara terbuka. Tapi Kalau didalam kawasan hutan lindung, tidak boleh dilakukan penambangan secara terbuka, jadi harus dilakukan secara Underground. Untuk kawasan hutan seluas 14.000 hektar yang dikuasai oleh KK PT. STM di Parado dan Hu’u ini termasuk didalamnya areal hutan produksi dengan areal hutan lindung.
Setelah nanti ditemukan ada potensi tambang diareal itu, nanti akan ada pengajuan ijin kembali oleh perusahaan itu ke Menteri Kehutanan untuk meminjam pakai areal hutan seluas 14.000 hektar itu untuk dilakukan eksploitasi. Dan Menteri Kehutanan akan memberikan 10 persen dari 14.000 hektar itu untuk kegiatan eksploitasi.
“Untuk saat sekarang belum diketahui berapa persen kandungan logam tertinggi yang ada di Kawasan Parado dan Hu’u itu, hal ini dikarenakan tahapan eksplorasi yang dilakukan oleh pihak PT. STM di dua kawasan itu, meski ijin KK-nya terbit pada tahun 1989 lalu, namun sempat terhenti lama oleh karena terkendala secara financial,” paparnya.
Lalu bagaimana tanggapan pemerintah terhadap adanya aksi penolakan tambang di Parado?
Kembali kepada pihak yang mengeluarkan KK-nya, katanya singkat, pihak-pihak terkait tentu akan menghitung resikonya. “Jika resikonya berat, mereka akan mundur dan akan menyerahkannya kembali kepada pemerintah. Jika kemudian mereka menyesuaikan dan menghitung resikonya serta tetap akan maju terus untuk melakukan tahapan eksplorasi itu. Yah tidak ada masalah. Dan siapapun tentu tidak mau ada korban dibalik keinginan aktivitas tambang tersebut. Di seluruh dunia itu, aktivitas tambang itu selalu pro dan kontra. Bukan hanya di Kabupaten Bima. Bahkan eksplorasi yang akan dilakukan oleh pihak PT. NNT di Dodo Rinti juga akan mengalami pro dan kontra. Dan setiap penolakan itu adalah bagian dari tantangan yang harus dihadapi dalam kegiatan pertambangan. Dimana-mana tentu nanti akan ada usaha-usaha untuk menyadarkan, mencerahkan masyarakat yang menolak pertambangan itu,” tandasnya. (GA. 211*)
×
Berita Terbaru Update