-->

Notification

×

Iklan

Keberadaan SK-02 Dinilai Cacat Hukum

Thursday, April 21, 2011 | Thursday, April 21, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-04-21T01:49:10Z
DK Didesak Pecat Semua Anggota KPUD

Mataram, Garda Asakota.-
Keterangan atau kesaksian dibawah sumpah yang disampaikan oleh Hemon, SE (Honorer Daerah pada bidang pela¬yanan Pendopo Kabupaten Bima pada saat persidangan DK KPU NTB yang digelar pada tanggal 12 April 2011) yang mengaku dirinya diminta bantuan oleh ketua koalisi Parpol, alm. H. Sirajuddin untuk mengantarkan SK-02 ke kantor KPU Kabupaten Bima tanggal 23 Maret 2010,
dinilai oleh Kuasa Hukum pasangan 234, bertentangan dengan keputusan KPU Nomor 68 tahun 2009 bab III tentang tata cara pendaftaran bakal pasangan calon pasal 15 ayat (4) dimana menyebutkan bahwa, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota memberikan tanda terima kepada partai politik atau gabungan partai politik yang mendaftarkan bakal pasangan calon dan Tim Kampanye.
Menurut tiga kuasa hukum pa¬sangan 234, Sulaiman MT, SH, M. Kaffani, SH, dan Ahmad Ritauddin, SH, jika mengacu pada ketentuan pasal 15 ayat (4) Kep KPU Nomor 68 tahun 2009, keberadaan Hemon bukan bagian dari Partai Politik atau Gabungan Partai Politik. Semestinya jika kita mengacu pada ketentuan ini, maka yang semesti¬nya menyampaikan berkas SK 02 itu adalah tim gabungan parpol pengusung pasangan Fersy Rakyat, dan harus diantarkan kepada Tim Pokja KPU Kabu¬paten Bima serta harus disertai dengan bukti penerimaan berkas.
“Oleh karenanya, penyampaian surat oleh saudara Hemon ini berten¬
tangan dengan ketentuan hukum yang ada dan dianggap tidak sah secara hu¬kum,” ungkap kuasa hukum pasangan 234, dalam siaran persnya yang diterima redaksi Garda Asakota, Rabu (20/4).
Berdasarkan ketentuan Pasal 33 huruf (e) ini, secara normative bahwa Pokja KPU NTB telah melakukan verifikasi terhadap berkas pasangan calon Pasangan Fersy Rakyat pada tanggal 23 Maret dan dinyatakan telah memenuhi syarat. Dan dasar penetapan Pleno KPU Kabupaten Bima yang dilakukan pada tanggal 4 April itu adalah SK Kampanye Pasangan Fersy Nomor 01. Sehingga ketentuan pasal 33 huruf (e) yang menyatakan Pasangan calon dilarang mengubah/membongkar/menyesuaikan kembali dokumen persyaratan calon dan pencalonan yang telah dinyatakan memenuhi syarat merupakan prasyarat formil yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun.
Jika dikorelasikan dengan kete¬rangan Hemon yang mengaku dimintai bantuan untuk mengantarkan SK 02 Tim Pasangan Fersy Rakyat itu pada tanggal 23 Maret (tanggal dimana berkas pasangan Fersy Rakyat telah dinyatakan MS oleh Pokja KPU Kabupaten Bima), maka sangat rasional SK 02 itu dinyatakan berkas yang tidak absah secara hukum mengingat apa yang dilakukan oleh koalisi gabungan parpol pengusung pasangan Fersy Rakyat melanggar ketentuan pasal 15 ayat (4) Kep KPU Nomor 68 tahun 2009 dengan mempercayakan pengan¬ta¬ran surat tersebut kepada Hemon yang notabene bukan merupakan tim gabungan parpol pengusung melainkan tenaga honorer daerah.
“Dan parahnya lagi saudara Hemon SE., tidak mengantarkan surat itu kepada Pokja KPU Kabupaten Bima serta hanya diterima oleh staf KPU Kabupaten Bima yang bernama Aidha dan tidak disertai dengan bukti tanda terima yang harus ditunjukkan oleh parpol pengusung atau gabungan parpol pengusung. Apalagi pada tanggal 23 Maret itu pun, berkas pasangan Fersy Rakyat sudah dianggap MS (memenuhi syarat),” tegasnya.
Konsekuensi hukumnya, maka setelah tanggal 23 Maret itu, maka tidak ada lagi berkas pasangan calon yang boleh dirubah, dibongkar atau disesuai¬kan sesuai dengan selera pribadi dari oknum-oknum tertentu. Apalagi kete¬rangan Ahmad Yasin (Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kabu¬pa¬ten Bima) dan Saiful Irfan (Ketua Pokja KPU Kabupaten Bima) saat dipe¬riksa oleh DK KPU NTB pada tanggal 11 April 2011 menyatakan seca¬ra tegas bahwa KPU Kabupaten Bima, baru melihat keberadaan SK 02 itu pada tanggal 29 Maret setelah pulang mela¬kukan klarifikasi dari Makassar tanggal 23 hingga 28 Maret.
Sebuah bentuk pelanggaran yang sangat jelas terlihat dilakukan oleh Saiful Irfan yang menggabungkan SK 02 ke¬dalam satu berkas yang sudah dinyata¬kan Memenuhi Syarat. Dan perbuatan Saiful Irfan ini jelas memperlihatkan adanya suatu penentangan terhadap hukum, khususnya ketentuan Pasal 33 huruf (e) ini. Dimana letak kesalahan KPU Kabupaten Bima?, kuasa hukum pasangan 234 kembali mereview kete¬rangan Saiful Irfan. Berdasarkan kete¬rangan Saiful Irfan di hadapan sidang DK KPU NTB, Saiful menyatakan bahwa pada siang tanggal 29 Maret, ada SK 02 diatas meja kerjanya sebagai Ketua Pokja.
“Ada surat pengantarnya yakni dari Tim Pemenangan Koalisi Rakyat. Kalau suratnya tanggal 18 Maret, yang diterima diregister surat masuk pada tanggal 23 Maret. Saya menerima itu dalam bentuk disposisi, meski isi dis¬posisinya itu tidak ada, tapi ada lembaran disposisi dari Ketua. Jadi disposisi surat itu tidak berisikan surat ini didisposisikan kemana. Tapi sudah diantar langsung keatas meja kerja saya. Saya tidak tahu pasti siapa yang mengantar surat itu, mungkin staf secretariat.
Setelah mengetahui ada SK Peru¬bahan itu, saya memberitahukan¬nya kepada anggota KPU yang lain. Dan tidak ada rapat Pokja atau pertemuan Pokja yang membahas perubahan SK 01 ke SK 02 itu. Dan SK 02 itu kemu¬dian dilengkapi dalam satu kesatuan berkas pasangan calon dengan model AB-KWK. Akan tetapi SK 01 itu tidak kami keluarkan, tetapi kami gabung saja dalam berkas itu,” ungkap kuasa hukum 234 mengutip keterangan Saiful di hadapan persidangan DK.
Bukankah SK 02 itu membatalkan atau menganulir SK 01? Saat ditanya Darmansyah, M. Si., menyangkut hal itu kepada Syaiful Irfan, oleh Ahmad Yasin kemudian mengambil alih penje¬lasan dan mengatakan bahwa memang demikian adanya. “Namun, mungkin karena ada kelalaian pak Ketua. Sehingga Ketua Pokja yang bertugas mengumpulkan berkas itu, kemudian tidak mencabut SK 01 itu dan mema¬suk¬kannya secara sama-sama kedalam satu berkas,” cetus Ahmad Yasin me-nambahkan keterangan Syaiful.
Berdasarkan keterangan Syaiful dan Ahmad dalam persidangan DK KPU NTB tersebut, maka kami berkesim¬pulan bahwa keberadaan SK 02 yang dijadikan sebagai bahan bagi KPU Kabupaten Bima untuk meminta fatwa atau pendapat hukum ke Ketua PN Raba Bima, sangat tidak mendasar secara hukum dan sangat bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku bahkan perbuatan KPU Kabupaten Bima dan perbuatan Ketua PN Raba Bima merupakan suatu perbuatan pida¬na melakukan perekayasaan dokumen Negara dan dapat diancam dengan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP yang ancaman hukumannya adalah tujuh (7) tahun penjara.
Pada bab IV tentang tata cara penelitian bakal pasangan calon pasal 33 huruf (e) menyebutkan bahwa, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota setelah menerima surat pencalonan be¬serta lampirannya sebagaimana dimak¬sud dalam Pasal 17 dan Pasal 32 segera melakukan penelitian persyaratan administrasi dengan melakukan klari¬fikasi kepada instansi pemerintah yang berwenang dan menerima masukan dari masyarakat terhadap pasangan calon dengan ketentuan.
Huruf (e), pasangan calon dilarang mengubah/membongkar/menyesuaikan kembali dokumen persyaratan calon dan pencalonan yang telah dinyatakan memenuhi syarat. Berdasarkan keten¬tuan hukum ini, dua anggota KPU Kabu¬ paten Bima lainnya, Nur Susilawati dan Juhriati di hadapan sidang DK KPU NTB tanggal 11 April 2011 yang menga¬kui bahwa semua pasangan calon kepa¬la daerah saat itu telah melengkapi se¬mua berkas pencalonan termasuk di¬antaranya SK Tim Kampanye yang menggunakan model AB-KWK.
Menurutnya, sebagai anggota Pokja, Nursusilawati telah melakukan tugas memverifikasi berkas pasangan calon, termasuk keberadaan SK Tim Kam¬
panye secara baik. Dan pada tanggal 23 Maret, semua berkas pasangan calon itu telah dicontreng dengan kode MS atau Memenuhi Syarat, termasuk di¬antaranya adalah berkas yang me¬nyang¬kut Tim Kampanye. Setelah tang¬gal 23 Maret, berdasarkan KEP KPU Nomor 68, bahwa setiap berkas pa¬sangan calon yang telah memenuhi MS, maka tidak akan diperiksa lagi. Di hada¬pan sidang DK KPU NTB, Nursusila¬wati juga mengaku pihaknya tidak mengingat ada pasangan calon kepala daerah yang datang ke Pokjanya untuk memperbaiki berkas pasangan calon. Pihaknya juga mengaku tidak mengeta¬hui menyangkut keberadaan SK 01 yang dirubah ke SK 02. Bahkan didalam berkas itu, menurutnya Tim Pasangan Fersy tidak menggunakan Tim Kam¬panye yang berasal dari SK 01 maupun SK 02, akan tetapi Tim Kampanye sesuai dengan model AB-KWK.
“Berkas Tim Kampanye itu tidak menggunakan nomor pak. Intinya semua pasangan calon itu memiliki tim kampanye. Namun pada Tim Kam¬panye pasangan Fersy. Dokumen yang menjadi focus saya itu adalah selain berkas Tim Kampanye, rekening dana kampanye, juga pasangan Fersy melam¬pirkan SK Tim Kampanye yakni SK 01,” tegasnya menjawab pertanyaan Darmansyah, M. Si., anggota DK KPU NTB. Nursusilawati juga menegaskan bahwa yang diperiksa oleh pihaknya selaku anggota Pokja saat itu, bahwa yang diperiksa sebelum tanggal 23 Maret itu termasuk diantaranya adalah keberadaan SK Tim Kampanye berno¬mor 01. Dan yang dijadikan dasar pene-tapan pada tanggal 4 April itu adalah SK Kampanye pasangan Fersy Nomor 01 itu karena sesuai dengan Kep KPU Nomor 68 bahwa berkas yang sudah di MS itu sudah tidak lagi diperiksa.
“Nursusilawati juga dihadapan sidang DK KPU NTB mengaku baru melihat fisik SK 02 itu pada tanggal 12 Agustus 2010. Itu pun yang dilihat adalah fisik SK 02 fotocopiannya saja,” kata kuasa hukum 234 mengutip pene¬gasan Nursusilawati.
Selaras dengan keterangan Nursu¬silawati dihadapan sidang DK KPU NTB pada tanggal 11 April 2011, Juhriati juga mengungkapkan bahwa untuk penelitian ulang berkas tersebut dari tanggal 23 Maret sampai dengan tang¬gal 3 April. Sementara pasangan calon itu menyerahkan berkasnya dari tanggal 23 Maret sampai dengan tanggal 29 Maret. Dan untuk pasangan Fersy, berkasnya sudah dicontreng dengan memberikan tanda MS atau memenuhi syarat. “Jadi saya memang tidak pernah melihat secara fisik SK nomor 02 itu hingga ditetapkan pada tanggal 4 April itu. Secara fisik, saya baru melihat SK 02 itu pada tanggal 12 Agustus, itu pun naskah fotocopiannya. Karena memang saya tidak pernah melihat secara fisik¬nya SK 02 ini diawal-awalnya, baik pada tanggal 3 April itu maupun tanggal 4 Ap¬ril¬nya, SK 02 ini tidak pernah dising¬gung. Sebab sejak tanggal 3 April itu, SK Kampanye untuk pasangan Fersy itu memang sudah clear atau sudah tuntas. Kami sudah mencantumkan itu sudah MS sejak pada tanggal 23 Maret,” cetusnya saat itu.
Nah, berdasarkan bab IV tentang tata cara penelitian bakal pasangan calon pasal 36 ayat (1), KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota mela¬kukan penelitian ulang tentang keleng¬kapan dan/atau perbaikan persyaratan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, sekaligus memberitahukan hasil penelitian tersebut paling lama 14 (empat belas) hari kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkannya atau calon perseorangan, dengan ketentuan.
Huruf (b), “KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dilarang melakukan penelitian kembali terhadap poin-poin berkas yang dalam penelitian tahap pertama telah dinyatakan lengkap atau memenuhi syarat, kecuali memperoleh rekomendasi dari Panwas atau menda¬pat laporan tertulis dari masyarakat,”. Huruf (d), “Apabila pasangan calon atau partai politik pengusung pasangan calon menyampaikan tambahan berkas atau dokumen setelah masa perbaikan ber¬kas berakhir, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota wajib menolaknya,”.
Berdasarkan ketentuan ini, telah jelas dinyatakan bahwa ketika berkas pasangan calon itu telah dinyatakan Memenuhi Syarat (MS) pada tanggal 23 Maret 2011, maka secara hukum dila¬rang dilakukan penelitian ulang terhadap berkas yang sudah dinyatakan telah MS dan harus dinyatakan ditolak. Apalagi terungkap dari persidangan DK KPU NTB bahwa perbaikan ber¬kas yang dilakukan oleh Tim Pasangan Fersy rakyat hanya didasari pada pe¬tunjuk lisan dari Ketua KPU Kabupa¬ten Bima. “Sehingga keberadaan SK 02 itu sarat dengan dugaan rekayasa dan manipulatif yang didasari atas suatu persekongkolan jahat antara Tim Koalisi Parpol Pengusung Fersy Rakyat dengan KPU Kabupaten Bima,” beber kuasa hukum pasangan 234.
Kemudian keputusan KPU Nomor 69 Tahun 2010 tetang prubahan atas peraturan KPU Nomor 69 tahun 2009 tentang pedoman teknis kampanye pemi¬lihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pasal 8 Ayat (1) menyebutkan bahwa, “Nama-nama dan Identitas anggota Tim Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus didaftarkan pada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya dengan menggu¬na¬kan formulir model AB-KWK-KPU dalam empat (4) rangkap dengan keten¬tuan, satu (1) rangkap untuk pasangan calon, satu (1) rangkap untuk KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, satu (1) rangkap untuk Panwaslu Pro¬vinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota, dan satu (1) rangkap untuk Polri sesuai tingkatannya.
Ayat (4), “KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota menyampaikan daftar nama anggota Tim Kampanye sebagai¬mana dimaksud ayat (2) kepada Pan¬waslu Provinsi dan Panwaslu Kabupa-ten/Kota,”. Mengacu pada ketentuan pasal 8 ayat 1 dan ayat 4, mantan Ketua Panwaslu Kab. Bima, M. Amin Landa, SH, di hadapan Majelis Sidang Dewan Kehormatan KPU NTB pada tanggal 14 April 2011 menegaskan bahwa SK-02 tidak pernah diserahkan oleh pihak KPU Kabupaten Bima kepada pihak Panwaslu Kab. Bima, akan tetapi yang diserahkan pada tanggal 06 April 2010 adalah SK 01.
Keterangan yang disampaikan oleh Ketua Panwaslu Kab. Bima tersebut selaras dengan pengakuan Nursusila¬wati dan Juhriati yang menegaskan bahwa tidak pernah melihat SK 02 baik pada saat dilakukannya verifikasi mau¬pun pada saat penetapan kelengkapan berkas dan penetapan Pasangan calon pada tanggal 04 April 2010. Hal ini juga dibuktikan dengan tidak adanya SK 02 yang dihadirkan pada saat penyidikan yang dilakukan oleh pihak Gakumdu Kab. Bima (penyidik Polri dan Kejak¬saan), maupun pada saat persidangan di Pengadilan Negeri Raba Bima saat menyidangkan kasus money politik
yang dilakukan oleh Suaeb Husen sebagai anggota Div. Keamanan Tim Sukses/Kampanye Tim Koalisi pendu¬kung Pasangan Fersy Rakyat. Yang kemudian diputuskan inkrah oleh Majelis Hakim PN Raba Bima dalam Putusan PN Raba Bima Nomor 300/PID.B/PN.RBI/2010. Fakta ini menunjukan bahwa, melalui SK 02 yang sarat dengan rekayasa dan manipulasi tersebut, KPU Kab. Bima dan Tim Fersy diduga sengaja ingin mengaburkan putusan Pengadilan nomor 300 tersebut untuk menghindari sanksi pembatalan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan KPU nomor 16 tahun 2010 pasal 50 dan 51, yang berbunyi, bahwa pasangan calon yang terbukti melakukan tindak pidana politik uang berdasarkan Putusan Pengadilan yang sudah inkrah harus dibatalkan.
Berdasarkan data dan fakta pendu¬kung lainnya yang ditemukan pihak 234 dari surat KPU Kab. Bima Nomor 712/PEMILUKADA/KPU/VIII/2010 tertanggal 07 Agustus 2010, perihal jawaban atas surat yang diajukan oleh surat Tim Penasehat Hukum Calon Bupati dan Wakil Bupati Bima Drs. H. Zainul Arifin dan Drs. H. Usman AK, nomor 032/TZB/P/VIII/2010 pertang¬gal 04 Agustus 2010 perihal permoho¬nan pembatalan calon dan penyam¬paian salinan putusan nomor 300/PID.B/2010/PN.RBI yang ditujukan kepada ketua KPUD Kabupaten Bima (dokumen terlampir).
Berdasarkan data dan fakta yang ditemukan dalam dokumen surat jawa¬ban KPU Kabupaten Bima tersebut, bahwa tidak ditemukan adanya pengajuan SK 02 sebagai alasan untuk membatalkan pasangan calon sebagai¬mana ketentuan KPU nomor 16 tahun 2010 pasal 50 dan pasal 51, sehingga munculnya SK 02 pada saat sekarang sebagai alasan mereka untuk menge¬la¬bui semua pihak. Berdasarkan bukti dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan DK KPU NTB tersebut diatas serta tambahan dokumen yang kami ajukan, maka tidak ada alasan bagi DK KPU NTB untuk tidak sege¬ra memberhentikan Ketua dan Anggo¬ta KPU Kabupaten Bima secara keseluruhan sesuai dengan rekomen¬dasi Bawaslu RI. (GA. 211*)
×
Berita Terbaru Update