-->

Notification

×

Iklan

Manusia di Titik Nol

Thursday, March 3, 2011 | Thursday, March 03, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-03-03T01:16:47Z
Oleh Rafika, S.pd

Judul di atas adalah plesetan dari judul novel Perempuan di Titik Nol karangannya Nawel El Saadawi (Pengarang Mesir). Ketika semua aktivitas yang dilakoni itu berada diangka Nol, berarti semuanya berada pada angka yang terendah dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena nilai nol berarti kosong atau tidak bernilai. Tetapi ketika nol diposisikan pada angka kedua dan seterusnya, nilainya tentu akan berbeda.
Angka nol bisa disulap menjadi angka 10 kalau kita berusaha maksimal dan sistematis dalam Kegiatan Belajar Mengajar, pesannya Umar H. M. Saleh, Spd. (Kasek SMA Negeri I Bolo) Dan memang benar, karena banyak jalan menuju kota Roma, tetapi kota Roma tidak dibangun dalam sehari, sentilnya Kaesar Nero (Many streets to Rome but Rome city is not built a day) .

Mengapa kita bisa sampai mendapat angka “Nol” atau “Nol Besar” ? Seperti Tingkat keimanannya berada di titik nol, Pendidikannya berada di titik nol, Moralnya berada di titik nol, Bualannya berada di titik nol, Jabatannya berada di titik nol, intelegensinya berada di titik nol, rasionalnya berada di titik nol, dan kehidupannya berada di titik Nol Besar!
Tetapi kalau korupsi-nya berada di titik nol, Mafioso-nya berada di titik nol, Kolusi-nya berada di titik nol, adalah peristiwa dan prestasi yang patut dibanggakan. Dalam artian kita aman dari praktek KKN, aman dari praktek Mafioso.Dan Seharusnya semua praktek-praktek yang di luar tataran yang diinstruksikan haruslah menduduki posisi “NOL”. Ketika nol berada dalam kegiatan yang kontroversi, berarti amanlah birokrasi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa kita. Tetapi, Bagaimana kalau 10 nilai KKN-nya ?
Kalau mendapat nilai Nol dalam ujian sekolah dan ujian nasional , otomatis siswanya tidak lulus. Adalah hal yang luar biasa dan menjadi tanda tanya besar ketika siswa mendapat nilai nol dalam evaluasi pembelajaran, karena menunjukkan identitas dari kegagalan dalam Kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran yang di dapatkan berarti sama sekali tidak bernilai dan tidak berbekas. Alias memiliki ilmu tetapi tidak punya nilai, memiliki moral tetapi sangat tidak bermoral. Memiliki finansial tetapi tidak berfinansial, memiliki cinta tetapi tidak tercinta, dan memiliki perasaan tetapi tidak menggunakan berperasaan.
Alangkah nelangsanya bila semuanya harus menduduki angka nol, tak ada artinya sama sekali sampel individu seperti ini. Hidup itu harus berarti sesudah itu mati, begitu sentilnya Khairil Anwar (Sastrawan Angkatan ’45). Karena hidup memang harus punya arti bagi diri sendiri , orang lain dan bangsa.
Andaikata hidup itu hanya untuk kepentingan diri sendiri tanpa menperdulikan orang lain, tanpa memperhatikan perasaan orang lain,tanpa melihat kepentingan orang lain.Ya … tak ubahnya seperti kapal pesiar yang tidak berpenumpang yang gigih melawan ganasnya gelombang. Usahanya sia-sia dan tidak berarti sama sekali. Sudah Sampai di tempat tujuan tetapi tidak bertujuan. Karena superlatifnya keegoisan nahkoda, semuanya menjadi sungguh tidak berarti sama sekali. Ya… seperti roman yang tidak beramanat, memiliki perwatakan tetapi tidak berwatak, memiliki alur cerita tetapi tidak beralur, mimiliki penokohan tetapi tidak bertokoh, dan semuanya menjadi sarat anonym.
Di bayang-bayangi oleh dosa atau dikejar-kejar oleh dosa adalah sebuah alasan klise yang mempermanis sebuah orasi di depan publik. Mengapa retorika tersebut tidak bisa dikumandangkan dari awal sebuah lakon telenovela ? Dan seharusnya semua aktivitas harus berlabelkan “Takut dibayang-bayangi oleh dosa”. Jadinya tidak akan pernah terjadi dosa-dosa warisan atau dosa-dosa yang diestafet ke turunan yang tidak tau akar masalah. Dan memang Lebih baik terlambat menyadari dari pada tidak mengakui sama sekali !
Tetapi itulah manusia, perwatakan dan settingnya selalu dipengaruhi oleh cuaca dan iklim. Detik ini berkata”IYA”, menit kemudian masih berkata “OC”, tetapi satu jam kemudian berani berkelit “KO”. Itu baru perputaran dalam menit, bagaimana intesnya kalau mengikuti rotasi hari. Begitu banyaknya warna dalam hidup, begitu banyaknya orasi dalam hidup . Seumpama banyaknya manusia, sebanyaklah itulah warna dan orasi yang tidak kuasa dijabarkan.
Mungkinkah kita mampu menggondol nilai “Sepuluh” dalam setiap cita-cita dan kinerja ? Prestasi mendapatkan nilai sepuluh, moral mendapatkan nilai sepuluh, dan performance mendapatkan nilai sepuluh. Kalau sudah demikian, jadilah maestro di segala bagian! Apakah tingkatan tersebut mampu kita gapai ? Ataukah kita hanya mampu mendekati angka tersebut? Tetapi angka sepuluh bukanlah sebuah mafela penghangat cuaca di musim salju. Penjabaran dan sosialisasinya di masyarakat adalah tindakan profesional dan harus nyata.
Ingat janganlah seperti bola karet yang padat dan kenyal, tetap dapat dipakai walau bentuknya tidak semulus yang semula, Parsons (Sosiolog).Karena ujung-ujungnya akan menjadi sebuah keterpaksaan yang beruntun. Kalau awalnya bersumber dari keterpaksaan, akhirnya adalah keterpaksaan semata. Mudah-mudahan kita adalah person-person yang memiliki nominal tertinggi dalam hidup di dunia dan akhirat nanti, dan kita bukanlah manusia-manusia munafik amin.*Pengajar di SMA Negeri I Bolo.
×
Berita Terbaru Update