-->

Notification

×

Iklan

Kronologis Aksi Penolakan Tambang Emas di Kecamatan Lambu

Monday, March 7, 2011 | Monday, March 07, 2011 WIB | 0 Views Last Updated 2011-03-07T14:13:19Z


Kecamatan Lambu adalah kecamatan pemekaran dari Kecamatan Sape yang kini menjadi salah satu dari delapan belas kecamatan yang ada di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kecamatan yang memiliki dua belas desa dan terletak di ujung timur Kabupaten Bima, tiba-tiba dihebohkan dengan masuknya perusahaan tambang emas yang dipusatkan di Desa Sumi Dusun Baku Kecamatan lambu. Setelah ditelusuri lebih lanjut bahwa aktivitas eksplorasi tambang di Desa Sumi yang dioperasikan oleh PT. Sumber Mineral Nusantara telah berjalan sejak tahun 2010.

Aktivitas itu pun menjadi bahan perhatian dan pembicaraan warga se-kecamatan Lambu dan dari fenomena eksplorasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut ternyata mengundang tanya bagi masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. PT. Sumber Mineral Nusantara (SMN) ternyata telah mengantongi Izin Usaha Penambangan (IUP) sejak tahun 2008 silam yang kemudian diperbaharui dan dilakukan penyesuaian IUP tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Bima Tahun 2010 mengingat tahun 2009 sedang di laksanakan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) yang kemungkinan akan dipolitisasi oleh berbagai elemen kepentingan guna menuju kursi kekuasaan di Kabupaten Bima.
Dengan telah dikantonginya IUP bernomor 188/45/357/004/2010, PT SMN mulailah melakukan pengoperasian di lokasi seluas 24. 980 Ha.
Aktivitas PT. SMN kehadirannya ternyata tidak diketahui lebih awal oleh sebagian besar masyarakat kecamatan Lambu. Eksistensi mereka mulai dipertanyakan apalagi di dusun baku Desa Sumi sudah dilakukan penggalian oleh PT tersebut. Persepsi masyarakat yang menduga adanya konspirasi antara Pemerintah dengan pihak perusahaan begitu kuat, karena yang dilakukan pensosialisasian atas keberadaan PT SMN hanya pada kalangan aparat desa dan aparat kecamatan tanpa melibatkan masyarakat pada umumnya.
Melihat keadaan tanah kelahirannya yang sedang direncanakan ’dieksploitasi’ tanpa sepengetahuan masyarakat yang ada di kecamatan Lambu, hal ini kemudian mendorong masyarakat untuk mempertanyakan kepada aparat terkait tentang keberadaan dan aktivitas eksplorasi yang dilakukan PT. SMN di Desa Sumi.

Sekitar bulan Desember tahun 2010, sekelompok masyarakat mempertanyakan kehadiran PT. SMN kepada camat setempat. Alhasil, Pertemuan yang digelar di ruangan aula kantor kecamatan lambu antara kelompok masyarakat dan Camat beserta aparaturnya tersebut menghasilkan bahwa PT. SMN memang telah memiliki IUP bernomor 188/45/357/004/2010 dengan luas 24.980 Ha (SK Bpati Bima) yang beroperasi di kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu dan seluas 14.318 Ha untuk PT. Indo Mineral Cipta Persada yang beroperasi di kecamatan Parado Izin Presiden yang tentunya dari Rekomendasi Kepala Daerah Pemerintah Kabupaten Bima. Mendengar hal tersebut, kelompok masyarakat langsung meminta kepada Camat untuk menolak kehadiran PT. SMN dengan segenap aktivitasnya, mengingat luas lokasi yang begitu besar dan ancaman bahaya lingkungan yang tidak sebanding dengan jaminan kesejahteraan atas proses penambangan yang akan terjadi di Kecamatan lambu. ”Harapan masyarakat yang ingin menjaga tanah kelahiran dan generasi rakyat Lambu itu pun akan disampaikan ke Bupati Bima,” demikian janji Muhaimin, S. Sos, Camat setempat.
Janji Camat itu telah menyebar ke masyarakat, namun kehadiran Bupati pun tak kunjung tiba di Kecamatan Lambu, berbeda saat ia menjadi Calon Bupati incumbent yang hampir per minggu mengunjungi bahkan bermalam di Kecamatan Lambu.
Hari demi hari terlewati, menanti bukanlah sebuah solusi. Tepat pada hari Sabtu tanggal 8 Januari tahun 2011, masyarakat mulai mempertanyakan kembali dengan menggelar aksi demonstarasi di depan kantor camat Lambu. Ratusan demonstran yang menamainya Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) akhirnya harus kembali dengan rasa kecewa dan belum mendapatkan jawaban atas penolakan kehadiran PT. SMN di kecamatan Lambu. Hal ini disebabkan karena Camat tidak ingin menemui demonstran.
Karena belum bertemu kembali dengan Camat Lambu, FRAT kembali memasukkan surat pemberitahuan unjuk rasa yang kedua kalinya. Tepat pada hari Senin tanggal 30 Januari 2011 dengan kekuatan massa yang lebih besar.
 Sekitar 1.500 orang yang tergabung dalam Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) kembali mendatangi kantor camat dan meminta Camat Lambu untuk menandatangani surat pernyataan penolakan adanya penambangan emas yang telah dioperasikan oleh PT. SMN. Walaupun PT tersebut baru melakukan eksplorasi, ini sama halnya membuka pintu gerbang eksploitasi hasil alam di Kecamatan Lambu yang akan berimbas pada dampak lingkungan yang buruk dan embrio bencana bagi masyarakat Lambu, serta terkuras dan hilangnya mata air diwilayah IUP PT. SMN dan terganggunya kegiatan pertanian masyarakat yang tentunya pula akan menyengsarakan generasi dan rakyat Lambu, Sape dan Langgudu bahkan masyarakat Kabupaten Bima pada umumnya.
Sudah tiga jam berlalu, panasnya matahari tidak menyiutkan desakan dan tuntutan pendemo untuk mau bertemu dengan Camat setempat, hal ini kemudian di mediasi oleh aparat kepolisian. Akhirnya, pria asal kelahiran Kecamatan Sape (Induk Kecamatan Lambu, red) pun ingin menemui demonstran dengan sistem perwakilan. Kordinator demonstran beserta beberapa masyarakat akhirnya bertemu dengan Camat dan kembali menyampaikan tuntutan kepada camat agar Camat Lambu mau menandatangani surat pernyataan penolakan tambang emas di kecamatan Lambu dan meminta kepada Bupati Bima segera mencabut IUP yang telah dikeluarkannya.
Mendengar tuntutan dari perwakilan demonstran, Camat pun akhirnya menjawab bahwa untuk hal penandatanganan saya belum bisa melakukannya karena harus berkonsultasi kembali dengan atasan saya, yang dalam hal ini Bapak Bupati Bima. Akhirnya, perwakilan demonstaran pun kembali ke tengah-tengah massa aksi dan menjelaskan hasil pertemuan mereka dengan Camat. Seketika itu pun masyarakat kembali ke desa masing-masing dan menunggu langkah kooperatif pemerintah agar tuntutan mereka dapat di kabulkan.
Sepuluh hari telah berlalu, Bupati pun tak kunjung tiba. Camat sepertinya tidak menindaklanjuti aspirasi rakyat Lambu ke Bupati, atau memang Bupati Bima yang dipilih oleh 60 persen masyarakat Kabupaten itu sudah tidak ingin mendengarkan aspirasi masyarakat lagi?. Tiba-tiba, Pemerintah Kabupaten Bima lewat Sekretaris Camat, Abdurrahman tepatnya hari Rabu malam tanggal 9-02-2011 melakukan pengumuman lewat mesjid agung kecamatan Lambu, agar masyarakat tidak melakukan unjuk rasa penolakan tambang. Kelakuan Sekretaris Camat ini pun, hampir saja memicu konflik. Karena, mendengar pengumuman Sekretaris Camat, ratusan masyarakat mendatangi mesjid dan hampir saja menganiaya Sekretaris Camat tersebut jika tidak diamankan oleh aparat polisi setempat.
Keheranan atas kepemimpinan Bupati dalam hal menyerap aspirasi rakyat kembali dipertanyakan masyarakat Lambu. Setelah menyamakan persepsi dan mengajukan surat pemberitahuan unjuk rasa ke Mapolresta Kota Bima dan mendapati SSTP dari Kepolisian seluruh masyarakat dari dua belas desa yang ada di kecamatan Lambu bergabung bersama dengan Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) dan kembali menggelar aksi unjuk rasa untuk yang ketiga kalinya.. Sekitar 7.000 rakyat Lambu kembali mendatangi kantor Camat setempat dan menuntut hal yang sama seperti aksi-aksi sebelumnya. Kamis pagi tanggal 10 Pebruari 2011 massa aksi melakukan long- march dari lapangan Sura desa Rato yang jaraknya sekitar dua kilometer hingga sampai ke kantor camat Lambu.
Setiba di kantor Camat Lambu, massa unjuk rasa melakukan orasi bergantian dan menyampaikan tuntutan yang sama bahwa Pemerintah harus mencabut Izin Usaha Penambangan yang telah dikeluarkan kepada PT. Sumber Mineral Nusantara, dan sebagai bentuk pengabulan akan aspirasi rakyat Lambu itu, kordianator aksi meminta camat untuk mau menandatangani Surat Pernyataan Penolakan. Pengamanan aksi unjuk rasa yang dikawal oleh 250 personil aparat Polres Kota Bima, 60 personil gabungan intel dan Bareskrim dan 60 personil Brimob Polda NTB, kembali memediasi perwakilan dari FRAT dengan pihak Camat. Pertemuan pun kembali di gelar di aula camat setempat dan pihak camat pun tetap menjawab tuntutan pengunjuk rasa dengan jawaban-jawaban seperti jawaban sebelumnya dan Camat Muhaimin, S.Sos pun menambahkan bahwa hari ini Bupati Bima masih di Mataram sehingga belum bisa bertemu dengan masyarakat Lambu.

Pertemuan pun berakhir, dan perwakilana FRAT kembali menjelaskan pertemuan mereka di atas mobil komando. Mendengar Bupati sedang berada di Mataram, massa pengunjuk rasa merasa kecewa dan tiba-tiba mendorong pintu kantor kecamatan Lambu tanpa komando koordinator aksi yang seketika itu pula di balas dengan tembakan oleh pihak aparat baik menggunakan gas air mata, peluru karet bahkan diduga ada juga yang menggunakan peluru tajam. Saat itu pun tampak ratusan preman yang diorganisir aparat kecamatan yang berdiri di samping kantor sehinggu memicu/memprovokatif keadaan.
Ricuh pun tak dapat dihindari dan terjadi begitu saja tanpa ada komando dari siapa pun, massa FRAT yang melihat temannya terkena luka tembak dan ada yang tidak sadarkan diri, merasa simpatik dan semakin membangun perlawanan terhadap aparat dan preman dengan persenjataan apa adanya. Karena memang, aksi ini awalnya berlangsung damai, namun karena tidak kooperatifnya Bupati Bima dalam mendengarkan aspirasi masyarakat Lambu, dan Pemerintahan yang mengandalkan premanisme serta berjatuhan para demonstran karena tertembak peluru Polisi, membuat massa semakin terus melakukan perlawanan. Akhirnya, massa memukul mundur aparat dan melampiaskan kekecewaan terhadap pemrintah dan aparat kepolisian serta preman peliharaan camat dengan merusak dan membakar Satu unit truck Pol PP Camat Lambu, satu unit mobil kijang patroli Pol PP Camat Lambu, satu unit mobil dinas Camat Lambu, satu unit mobil pemadam kebakaran Kota Bima, satu unit mobil avanza, satu unit rumah jabatan Camat Lambu, satu unit kantor Camat Lambu, delapan unit sepeda motor serta sepuluh unit komputer dan ruang aula camat lambu, yang nilai kerugiannya sekitar Rp. 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

Paska kericuhan yang terjadi, Pemerintah Kabupaten Bima bukannya membangun ruang dialog dengan masyarakat, Namun mengambil langkah sebaliknya yakni melaporkan kerusakan dan anarkisme rakyat Lambu ke Mapolres Kota Bima. Setelah adanya laporan dari Pemkab Bima, Polisi kembali menkonsolidasikan diri dan langsung melakukan pengejararan pada sore harinya hingga kronologis ini di buat (16-02-2011). Sudah lima orang yang dijadikan tersangka dan sedang ditahan di Mapolresta Kota Bima yakni Abidin asal Desa Sumi, Tasrif asal Desa Rato, Fesadin asal Desa Sumi, Nurrahman asal Desa Nae dan Mashulin asal Desa Lanta Serta Arifin tanpa pengacara/penasehat hukum yang mendampinginya, namun oleh pihak Kepolisian telah menunjuk Saiful Islam, SH, untuk menjadi Penasehat Hukum mereka, mengingat ancaman pidana bagi mereka di atas 5 tahun. Ada juga pemuda Lambu yang terkapar tak berdaya yakni M. Nasir (23) diduga korban penembakan peluru tajam asal Desa Simpasai yang kini menjadi calon tersangka dan tak ada biaya untuk mengobati tulang didalam matakakinya yang telah hancur dan dari keterangan dokter spesialis bedah, harus segera dirujuk di Rumah Sakit Mataram, karena alat medis di RSUD Kabupaten Bima belum memadai..

Tak cukup sampai disitu, situasi Kecematan Lambu pun terus mencekam, intimidasi serta swiping pun terus digelar, hampir diseluruh cabang jalan se-kecamatan Lambu dipenuhi oleh aparat bersenjata lengkap pada pekan pertama pasca pengrusakan. Masyarakat begitu ketakutan dan pengejaran terhapap pengunjukrasa yang tertangkap video rekaman polisi terus saja dilakukan saat itu, yang akhirnyapun pun Polisi sadar bahwa kekerasan bukanlah cara mencari solusi dari penyelesaian Tragedi Lambu. Entah sampai kapan kesadaran kekuasaan untuk memenuhi tuntutan Rakyat Lambu, yang pasti kini rakyat Lambu sedang memperjuangkan tanah kelahirannya yang mau digadaikan oleh penguasanya. Rakyat dipenjarakan serta dimiskinkan oleh pemerintahnya sendiri. Oleh karena itu, dukungan saudara-saudara dalam bentuk apapun sangat diharapkan demi perjuangan yang mulia ini. Rebut Kembali Kedaulatan Rakyat.
*Penulis, Ketua LEMBAGA EDUKASI dan ADVOKASI (LEAD) BIMA-NUSA TENGGARA BARAT.
×
Berita Terbaru Update