Bima, Garda Asakota.-
Keluarnya Surat Mendagri melalui Direktorat Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Nomor 172/2940/OTDA tertanggal 18 Oktober 2010 yang salah satu isinya meminta kepada Gubernur NTB, Zainul Majdi, agar segera memfasilitasi penyelesaian permasalahan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bima Provinsi NTB, sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku belum juga ditindaklanjuti oleh Gubernur Bajang.
“Tidak diketahui jelas apa alasan Gubernur Bajang hingga tidak mau menindaklanjuti instruksi Mendagri melalui Dirjen Otda tersebut. Sikap diamnya Gubernur Bajang ini semakin memberikan ketidakpastian hukum terhadap proses penyelesaian sengketa Pemilukada di Kabupaten Bima dan ini tentu saja akan memberikan implikasi yang sangat negative terhadap kondisi social-politik di daerah,” ujar salah satu Koordinator AMAKSI Bima-NTB, Agus Mulyadin, SH., kepada wartawan, Selasa (28/12).
Padahal secara normative berdasarkan ketentuan yang tertuang didalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di wilayah Propinsi. “Didalam peraturan pemerintah itu, Gubernur diberikan kewenangan yang sangat luas untuk memanggil perangkat-perangkat daerah serta pimpinan-pimpinan instansi vertical untuk membahas berbagai persoalan yang terjadi didaerah baik itu yang menyangkut pelaksanaan tugas dan tanggungjawab didaerah maupun menyangkut kondisi social-politik didaerah.
Dan Instruksi Mendagri melalui Ditjen Otda itu sudah sesuai dengan syarat normative sebagaimana tertuang didalam ketentuan perundang-undangan tersebut. Mestinya Gubernur harus mengindahkan dan memperhatikan instruksi Mendagri yang berkaitan dengan upaya fasilitasi penyelesaian sengketa Pemilukada di Kabupaten Bima guna menghindari terjadinya konflik social politik di Kabupaten Bima. Bukan malah mempetieskannya atau menjadikan instruksi itu menjadi sesuatu
yang tidak memiliki nilai. Ini menyangkut reputasi dan wibawa pemerintah pusat serta menyangkut aspek penegakan hukum,” tegas pria yang akrab disapa Agil.
Pihaknya menduga lambatnya sikap Gubernur dalam menyelesaikan sengketa pemilukada di Kabupaten Bima sesuai dengan instruksi Mendagri tersebut dikarenakan oleh adanya dugaan keterlibatan Gubernur dalam mempercepat proses pengusulan pasangan FERSY sebelum keluarnya putusan Pengadilan Negeri (PN) Raba Bima tentang tindakan money politics yang melibatkan salah seorang Tim Pemenangan Pasangan FERSY.
“Apalagi Gubernur Bajang telah dilaporkan ke Mabes Polri oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Pulau Sumbawa di Jakarta dengan Nopol: LP/739/2010 pada hari Senin (8/11), dengan dugaan penggelapan dan pemalsuan informasi terkait dengan pengusulan bahan pelantikan pasangan calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati Bima periode 2010-2015. Kuat dugaan bahwa Gubernur telah mengusulkan bahan yang salah ke Depdagri. Salah satunya, adalah usulan pelantikan yang dilampiri pendapat hukum Ketua PN, dan itu terlalu spekulatif, karena secara legal formil pendapat hukum itu tidak berlaku karena sudah ada putusan Majelis Hakim yang sudah inkrah.
Dan saya yakin, dia tahu kok dasar Peraturan KPU itu bila Money Politic terbukti, maka konsekuensinya adalah pembatalan. Aturannya sudah jelas, tidak bisa dirubah-rubah lagi. Hal inilah yang menjadi asumsi kami, kenapa Gubernur hingga hari ini belum melaksanakan instruksi dari Mendagri tersebut,” kata Agus Mulyadin lagi.
Pihaknya pun mendesak Gubernur NTB agar segera melaksanakan instruksi Mendagri tersebut untuk sesegara mungkin melaksanakan upaya fasilitasi penyelesaian sengketa pemilukada di Kabupaten Bima. “Sebab, jika terus berlarut-larut seperti ini. Maka akan berdampak kepada ketidakpastian hukum di daerah. Saya juga khawatir, rakyat kemudian akan memilih jalan dan solusi sendiri-sendiri untuk meluruskan ketimpangan hukum ini. Jangan salahkan rakyat kalau nantinya rakyat lebih memilih jalannya sendiri untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Karena ini semua ada keterkaitannya dengan sikap pemerintah khususnya Gubernur Bajang yang tidak mau menegakkan hukum dan kebenaran itu sendiri,” tandasnya mengingatkan.
Sementara itu, Gubernur NTB, Zainul Majdi, yang berusaha dikonfirmasi wartawan, Selasa (28/12), pukul 22.44 wita melalui handphonenya nomor 08113900xx, gagal dihubungi karena berada diluar jangkauan. Sementara saat wartawan menghubungi Bajang di nomor 081766004xx, meski terdengar nada dering, namun handphonenya tidak diangkat. (GA. 211*).
Keluarnya Surat Mendagri melalui Direktorat Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Nomor 172/2940/OTDA tertanggal 18 Oktober 2010 yang salah satu isinya meminta kepada Gubernur NTB, Zainul Majdi, agar segera memfasilitasi penyelesaian permasalahan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bima Provinsi NTB, sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku belum juga ditindaklanjuti oleh Gubernur Bajang.
“Tidak diketahui jelas apa alasan Gubernur Bajang hingga tidak mau menindaklanjuti instruksi Mendagri melalui Dirjen Otda tersebut. Sikap diamnya Gubernur Bajang ini semakin memberikan ketidakpastian hukum terhadap proses penyelesaian sengketa Pemilukada di Kabupaten Bima dan ini tentu saja akan memberikan implikasi yang sangat negative terhadap kondisi social-politik di daerah,” ujar salah satu Koordinator AMAKSI Bima-NTB, Agus Mulyadin, SH., kepada wartawan, Selasa (28/12).
Padahal secara normative berdasarkan ketentuan yang tertuang didalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di wilayah Propinsi. “Didalam peraturan pemerintah itu, Gubernur diberikan kewenangan yang sangat luas untuk memanggil perangkat-perangkat daerah serta pimpinan-pimpinan instansi vertical untuk membahas berbagai persoalan yang terjadi didaerah baik itu yang menyangkut pelaksanaan tugas dan tanggungjawab didaerah maupun menyangkut kondisi social-politik didaerah.
Dan Instruksi Mendagri melalui Ditjen Otda itu sudah sesuai dengan syarat normative sebagaimana tertuang didalam ketentuan perundang-undangan tersebut. Mestinya Gubernur harus mengindahkan dan memperhatikan instruksi Mendagri yang berkaitan dengan upaya fasilitasi penyelesaian sengketa Pemilukada di Kabupaten Bima guna menghindari terjadinya konflik social politik di Kabupaten Bima. Bukan malah mempetieskannya atau menjadikan instruksi itu menjadi sesuatu
yang tidak memiliki nilai. Ini menyangkut reputasi dan wibawa pemerintah pusat serta menyangkut aspek penegakan hukum,” tegas pria yang akrab disapa Agil.
Pihaknya menduga lambatnya sikap Gubernur dalam menyelesaikan sengketa pemilukada di Kabupaten Bima sesuai dengan instruksi Mendagri tersebut dikarenakan oleh adanya dugaan keterlibatan Gubernur dalam mempercepat proses pengusulan pasangan FERSY sebelum keluarnya putusan Pengadilan Negeri (PN) Raba Bima tentang tindakan money politics yang melibatkan salah seorang Tim Pemenangan Pasangan FERSY.
“Apalagi Gubernur Bajang telah dilaporkan ke Mabes Polri oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Pulau Sumbawa di Jakarta dengan Nopol: LP/739/2010 pada hari Senin (8/11), dengan dugaan penggelapan dan pemalsuan informasi terkait dengan pengusulan bahan pelantikan pasangan calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati Bima periode 2010-2015. Kuat dugaan bahwa Gubernur telah mengusulkan bahan yang salah ke Depdagri. Salah satunya, adalah usulan pelantikan yang dilampiri pendapat hukum Ketua PN, dan itu terlalu spekulatif, karena secara legal formil pendapat hukum itu tidak berlaku karena sudah ada putusan Majelis Hakim yang sudah inkrah.
Dan saya yakin, dia tahu kok dasar Peraturan KPU itu bila Money Politic terbukti, maka konsekuensinya adalah pembatalan. Aturannya sudah jelas, tidak bisa dirubah-rubah lagi. Hal inilah yang menjadi asumsi kami, kenapa Gubernur hingga hari ini belum melaksanakan instruksi dari Mendagri tersebut,” kata Agus Mulyadin lagi.
Pihaknya pun mendesak Gubernur NTB agar segera melaksanakan instruksi Mendagri tersebut untuk sesegara mungkin melaksanakan upaya fasilitasi penyelesaian sengketa pemilukada di Kabupaten Bima. “Sebab, jika terus berlarut-larut seperti ini. Maka akan berdampak kepada ketidakpastian hukum di daerah. Saya juga khawatir, rakyat kemudian akan memilih jalan dan solusi sendiri-sendiri untuk meluruskan ketimpangan hukum ini. Jangan salahkan rakyat kalau nantinya rakyat lebih memilih jalannya sendiri untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Karena ini semua ada keterkaitannya dengan sikap pemerintah khususnya Gubernur Bajang yang tidak mau menegakkan hukum dan kebenaran itu sendiri,” tandasnya mengingatkan.
Sementara itu, Gubernur NTB, Zainul Majdi, yang berusaha dikonfirmasi wartawan, Selasa (28/12), pukul 22.44 wita melalui handphonenya nomor 08113900xx, gagal dihubungi karena berada diluar jangkauan. Sementara saat wartawan menghubungi Bajang di nomor 081766004xx, meski terdengar nada dering, namun handphonenya tidak diangkat. (GA. 211*).
pemilukada dibima penuh dgn kontroversial shg pemimpinnya jg ketika mengambil kebijakan penuh dgn akal-akalan,sebaiknya kita berpikir tgg pembangunandemi sebuah janji politik."dont luck back." sukses sll garda.
ReplyDeletePost a Comment