Ketua BK DPRD NTB, H Najamuddin Mustofa
Mataram, Garda
Asakota.-
Beberapa hari terakhir ini, publik dikejutkan dengan adanya
pernyataan Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB, H Najamuddin Mustofa, yang
merupakan anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) berkaitan dengan adanya dugaan
pemberian uang panjar dari salah seorang oknum anggota DPRD NTB berinisial AW
kepada pimpinan DPRD NTB untuk mendapatkan jatah proyek pengadaan barang dari program
Jaring Pengaman Sosial (JPS).
Informasi ini sendiri sempat mencuat melalui salah satu
pemberitaan salah satu media cetak di NTB. Ketua BK DPRD NTB, H Najamuddin
Mustofa, yang dikonfirmasi wartawan media ini berkaitan dengan adanya cuitannya
tersebut menampik telah menyebut adanya uang panjar pemberian oknum anggota
Dewan tersebut.
“Berkaitan dengan pemberian uang panjar dari oknum AW itu,
saya hanya mengatakan bisa iya dan bisa tidak. Saya tidak menyebut adanya uang
panjar ke Pimpinan Dewan. Saya hanya menyebut bisa iya dan bisa tidak. Kenapa
bisa iya dan bisa tidak?, karena saat saya datang saat itu, AW pada saat itu
lagi marah pada saat keluar dari ruangan sidang. Kenapa bisa iya?, karena AW
keluar dari ruangan sidang saat itu dalam kondisi marah. Dan memang benar AW
keluar dari ruangan sidang dalam keadaan marah. Dan untuk mengetahui kenapa AW
keluar dengan keadaan marah ketika keluar dari ruangan sidang, dia sampaikan
banyak hal ke saya,” tegas pria yang dikenal cukup vokal di gedung udayana ini
kepada wartawan, Jum’at 29 Mei 2020.
Oleh karenanya, kata H Najamuddin, untuk mengetahui detail
permasalahan kenapa AW bersikap demikian, maka dalam waktu dekat, BK DPRD NTB
akan memanggil oknum AW ini untuk menjelaskannya kepada BK.
“Dalam waktu dekat akan kami panggil beliau itu. BK akan
bersurat secara resmi untuk memanggil oknum AW. Siapa sesungguhnya yang disebut
oleh AW ini dan kenapa membuat dia marah pada saat diruangan sidang, maka juga
akan kita panggil lagi,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB)
DPRD NTB, H Lalu Hadrian Irfani, menyanggah atau membantah apa yang ditudingkan
oleh Ketua BK DPRD NTB kepada anggota Fraksinya yang bernama H Abdul Wahid atau
yang dinisialkan AW.
“Kami sanggah apa yang dikatakan oleh Ketua BK tersebut. Dan
itu hanya persepsi saja dari Ketua BK. Murni pada saat rapat, H Abdul Wahid,
menyuarakan aspirasi dari rekan-rekan pengusaha beras atau para petani yang
berada dibawah naungan organisasi Perpadi atau Perusahaan Penggilingan Padi
Lombok Timur yang dinaunginya. Jadi tidak ada rebut-ribut soal jatah Pimpinan
Dewan dan lainnya,” sanggah Lalu Arie panggilan akrabnya, Jum’at 29 Mei 2020.
Kehadiran Abdul Wahid pada saat Rapat Pimpinan Komisi dan
Pimpinan Fraksi DPRD tersebut menurutnya dikarenakan Abdul Wahid menggantikan
sementara posisi dirinya yang saat itu tidak sempat hadir pada acara rapat itu.
“Karena saya terlambat hadir, maka Wahid lah yang
menggantikan posisi saya. Keluarnya Wahid dari ruangan sidang itu, karena saya
sudah datang. Jadi Wahid keluar dari Rapat Pimpinan itu bukan karena dia tidak
setuju terhadap rapat itu,” sanggah Lalu Arie lagi.
Lalu Arie juga mengatakan telah melakukan pembahasan pada
tingkat internal Fraksi PKB sendiri berkaitan dengan cuitan Ketua BK DPRD ini
dan pihaknya menyimpulkan bahwa pernyataan Ketua BK tersebut merupakan
inisiatif Ketua BK sendiri.
“Jadi itu hanya inisiatif Ketua BK sendiri. Terbukti bahwa H
Wahid sendiri tidak pernah melapor ke BK baik secara lisan maupun secara
tertulis. Tentu nanti, terkait dengan hal ini kami akan berkoordinasi dengan
anggota Dewan dari Fraksi yang lain guna mengambil langkah-langkah apa yang akan
kami lakukan,” tegasnya.
Anggota Fraksi PKB sendiri, H Abdul Wahid, juga dengan keras
membantah pernyataan Ketua BK DPRD NTB sebagaimana tertuang didalam pemberitaan
media tersebut. “Jadi ini semua tidak benar, karena apa? Saya masuk di ranah
itu karena dari dulu saya masuk menjadi bagian dari pengusahaan beras. Jadi
saya secara khusus menyampaikan aspirasi dari kelompok tani dan Perpadi yang
saya pimpin di Lombok Timur. Supaya ada perjuangan saya sebagai anggota Dewan
membela petani dan pengusaha penggilingan padi. Maka itu adalah sesuatu hal
yang wajar. Dan saya menegaskan tidak ada kepentingan pribadi saya dalam hal
ini,” kata Abdul Wahid.
Pihaknya mengakui adanya harapan dari para petani beras yang
ada dibawah naungan Perpadi agar item beras yang diusahakan oleh para petani
dibawah naungan Perpadi dapat masuk dalam program JPS.
“Selama ini tidak ada dimasukan. Justru itulah saya harapkan
bisa masuk kedalam program JPS ini. Saya ingin perjuangkan supaya dia masuk
kedalam program JPS ini,” tegas Abdul Wahid.
Wahid juga membantah adanya pemberian panjar ke pimpinan
Dewan untuk memuluskan masuknya item program yang diinginkannya. “Oh itu tidak
ada hal-hal seperti itu. Niat sedikit pun tidak ada dalam diri kami untuk
melakukan hal itu. Janganlah, ini fitnah yang tidak benar. Kami juga menjaga
marwah lembaga yang besar ini,” tutupnya.
Sementara itu berdasarkan informasi yang didapatkan wartawan media ini, Pihak DPRD NTB sendiri tengah bersiap untuk meluncurkan program JPS tersendiri dengan alokasi anggaran yang direncanakan sebesar Rp6,5 Milyar. (GA.
Im*).