Inilah data Rencana Anggaran dan Belanja Alat Pelindung Diri (APD) untuk penanganan Covid19 Provinsi NTB yang dishare diberbagai media social seperti di Grup Whatsapp.
Mataram, Garda
Asakota.-
Mantan Ketua PKC PMII Provinsi NTB, Taufik, mempertanyakan
keterbukaan Dinas Kesehatan (Dikes) Provinsi NTB terhadap jumlah anggaran
pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) dan jumlah anggaran Pemeriksaan
Laboratorium untuk penanganan Covid19 di Provinsi NTB.
“Beberapa hari terakhir ini bersilewerang data Rencana
Anggaran dan Belanja Alat Pelindung Diri (APD) untuk penanganan Covid19
Provinsi NTB yang dishare diberbagai media social seperti di Grup Whatsapp dan
lainnya dengan jumlah angkanya lumayan fantastis yakni sebesar Rp51 milyar lebih.
Begitu pun dengan rencana anggaran dan belanja pemeriksaan laboratorium untuk
penanganan Covid19 Provinsi NTB sebesar Rp53 Milyar lebih, angkanya juga cukup
fantastis. Namun beberapa hari terakhir ini saya bertanya di grup WA yang ada
Ibu Kepala Dikes NTB, namun tidak juga diberikan informasi. Padahal masyarakat
butuh keterbukaan informasi terkait dengan persoalan ini,” kata Taufik kepada
wartawan media ini, Sabtu 30 Mei 2020.
Ini adalah data rencana anggaran dan belanja pemeriksaan laboratorium untuk penanganan Covid19 Provinsi NTB sebesar Rp53 Milyar lebih.
Pihaknya berharap adanya penjelasan dari Dikes NTB terkait
dengan apa yang selama ini bersilewerang diruang-ruang medsos, karena masyarakat butuh akan adanya informasi terkait hal ini. “Benar
gak angka yang bersilewerang itu?. Jangan sampai nanti menjadi fitnah ditengah
masyarakat kita. Sebab sampai hari ini, belum ada informasi resmi berkaitan
dengan jumlah pembelian APD ini yang dirilis oleh Pemerintah. Makanya adanya informasi itu saya bertanya benar gak?. Tapi kan gak ada
yang mau jawab. Yang saya tanya itu berapa sih anggaran APD di RSUP dan Dikes
NTB?. Siapa pemenang pengadaannya?,” kata Taufik.
Menjawab hal itu, Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Provinsi
NTB, dr Nurhandini Eka Dewi, menjelaskan data Rencana Anggaran dan Belanja Alat
Pelindung Diri (APD) untuk penanganan Covid19 Provinsi NTB yakni sebesar Rp51
milyar lebih dan data rencana anggaran dan belanja pemeriksaan laboratorium
untuk penanganan Covid19 Provinsi NTB sebesar Rp53 Milyar lebih, merupakan
usulan atau proposal kebutuhan anggaran Pemerintah Provinsi NTB kepada
Pemerintah Pusat.
“Bukan DIPA. Nah, pemerintah pusat menjawab usulan kebutuhan
anggaran tersebut dengan mengirimkan APD dan berbagai kebutuhan penanganan
Covid19 ini kepada Pemerintah Provinsi NTB. Jadi pengadaan terhadap APD,
reagen, rapid tes, masker, desinfketan, handsanitizer, dan kebutuhan penanganan
Covid19 ini langsung dilakukan oleh Pemerintah Pusat,” jelas Kadikes NTB.
Dalam memenuhi kebutuhan Pemerintah Daerah sebagaimana yang
diusulkan tersebut, menurutnya, Pemerintah Pusat memberikannya secara bertahap
dan dikirimkan kepada Dinas Kesehatan maupun ke BPBD.
“Kalau menyangkut peralatan umum, pengirimannya ke BPBD.
Kalau sifatnya alat-alat yang bersifat teknis, pengirmannya langsung ke Dikes.
Tetapi antara Dikes dan BPBD sama-sama tetap berbagi peran untuk
mendistribusikannya ke berbagai Kabupaten dan Kota. Dan itu sudah berjalan
sejak akhir bulan Maret lalu. Dan yang paling banyak pengirimannya adalah pada
bulan Mei,” ujarnya.
Dikatakannya, Pemerintah Provinsi NTB juga mengalokasi
anggaran untuk memproduksi APD seperti baju Hazmat. “Dan produksi Hazmat itu
sendiri diserahkan kepada UMKM lokal sebagai bentuk komitmen Pemda terhadap
pemberdayaan UMKM. Hazmat produksi UMKM lokal itu sebanyak 500 pcs dan
kualitasnya bagus. Namun, Dikes sendiri sudah mengatur penggunaan Hazmat ini
untuk kebutuhan lapangan digunakan Hazmat produksi UMKM Lokal dan Hazmat untuk
dipergunakan untuk kegiatan medis seperti di Rumah Sakit digunakan Hazmat atau APD
dari Kemenkes. Pengaturan soal itu sudah ketat,” terangnya lagi.
Dijelaskannya, soal APD itu menurutnya ada tiga level atau
tingkatan. Level pertama, menurutnya, APD yang digunakan untuk para pegawai
adminstrasi yang ada di Rumah Sakit dan di Poly, yakni cukup dengan menggunakan
masker medis, sarung tangan dan baju biasa. Level kedua, APD yang digunakan di
ruangan UGD, dan pemakaian baju pelindungnya harus double.
“Dan Level Ketiga itu penggunaan APD Double. Jadi bukan
Hazmatnya yang berlevel. Tempat-tempat yang dilayani dan siapa yang dilayani itulah
yang menentukan petugas medis itu menggunakan APD nya. Kalau level 3 itu,
double tiga pemakaian baju pelindungnya karena makin tinggi resiko orang yang
dilayani maka makin tinggi level penggunaan APD nya,” tutupnya. (GA. Im*).