-->

Notification

×

Iklan

Doktor Zul: Akan Ada Pergantian Komisaris PT ITDC, Tapi Melalui RUPS

Tuesday, January 21, 2020 | Tuesday, January 21, 2020 WIB | 0 Views Last Updated 2020-01-21T01:51:54Z
Gubernur NTB, Dr H Zulkieflimansyah.

Mataram, Garda Asakota.-

Semenjak ditetapkan sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB oleh Presiden RI melalui Kementerian Dalam Negeri, nama H Lalu Gita Aryadi, menjadi makin populer saat sekarang ini. Bahkan keberadaannya selaku salah seorang Komisaris PT ITDC yakni sebuah Perusahaan BUMN yang fokus dalam pengembangan kawasan Pariwisata, khususnya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika Lombok Tengah, menjadi sorotan tersendiri dari berbagai kalangan, taruhlah dari Ombudsman Perwakilan NTB serta dari Komisi I DPRD NTB.

Gubernur NTB, Dr H Zulkieflimansyah, sendiri menyatakan bahwa proses pergantian Komisaris pada PT ITDC itu didasari atas prosedur dan mekanisme tersendiri yang disebut dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

“Memang Komisaris PT ITDC itu akan diganti juga. Tapi pergantian Komisaris itu ada prosedur dan mekanismenya yang disebut dengan RUPS,” terang pria yang akrab disapa Doktor Zul ini kepada wartawan media ini, Senin 20 Januari 2020.

Sebelumnya, Ketua Ombudsman RI Perwakilan NTB, Adhar Hakim, secara tegas meminta HL Gita Aryadi agar tidak merangkap jabatan dengan mengutip ketentuan Pasal 17 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. “Di dalam Pasal itu dilarang merangkap jabatan, artinya memang salah satu posisinya harus ditinggalkan. Karena baru sehari butuh waktu mungkin, tapi saya yakin pak Gita memahami hal itu,” kata Adhar pada 20 Desember 2019 lalu sebagaimana dikutip dari salah satu media daring NTB.

Senada dengan Ombudsman RI Perwakilan NTB, Ketua Komisi I DPRD NTB, Sirajuddin, SH., juga meminta secara tegas kepada HL Gita Ariadi agar ikhlas melepas jabatannya sebagai Komisaris di PT ITDC. “Kami di Komisi I meminta agar Sekda NTB secara ikhlas melepas jabatannya di Komisaris PT ITDC,” kata Ketua Komisi I DPRD NTB, Sirajuddin di Mataram, Senin 20 Januari 2020.

Sama dengan Ombudsman, Sirajuddin mengutip ketentuan UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya pada Pasal 17 disebutkan melarang pejabat pelaksana merangkap jabatan sebagai Komisaris atau pengurus organisasi usaha yang berasal dari lingkungan instansi Pemerintah baik itu BUMN, BUMD dan Swasta.

“Selain itu didalam Pasal 351 Ayat (2) UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa pelaksana merupakan pejabat, pegawai, petugas dan setiap orang didalam organisasi penyelenggara pelayanan public. Ditambah Pasal 33 huruf a UU Nomor 19/2003 tentang BUMN disebutkan didalamnya bahwa Komisari BUMN dilarang memangku jabatan rangkap sebagai anggota direksi pada BUMN, BUMD, Badan Usaha Milik Swasta dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan. Karena ini bisa menjadi penyebab penyalahgunaan wewenang oleh Pejabat Publik,” tegas Sirajuddin. (GA. Im*)
×
Berita Terbaru Update