Gubernur NTB, Dr H Zulkieflimansyah.
Mataram, Garda Asakota.-
Semenjak ditetapkan sebagai Sekretaris
Daerah (Sekda) Provinsi NTB oleh Presiden RI melalui Kementerian Dalam Negeri, nama
H Lalu Gita Aryadi, menjadi makin populer saat sekarang ini. Bahkan
keberadaannya selaku salah seorang Komisaris PT ITDC yakni sebuah Perusahaan
BUMN yang fokus dalam pengembangan kawasan Pariwisata, khususnya di Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika Lombok Tengah, menjadi sorotan tersendiri dari
berbagai kalangan, taruhlah dari Ombudsman Perwakilan NTB serta dari Komisi I
DPRD NTB.
Gubernur NTB, Dr H
Zulkieflimansyah, sendiri menyatakan bahwa proses pergantian Komisaris pada PT
ITDC itu didasari atas prosedur dan mekanisme tersendiri yang disebut dengan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
“Memang Komisaris PT ITDC itu
akan diganti juga. Tapi pergantian Komisaris itu ada prosedur dan mekanismenya
yang disebut dengan RUPS,” terang pria yang akrab disapa Doktor Zul ini kepada
wartawan media ini, Senin 20 Januari 2020.
Sebelumnya, Ketua Ombudsman RI
Perwakilan NTB, Adhar Hakim, secara tegas meminta HL Gita Aryadi agar tidak
merangkap jabatan dengan mengutip ketentuan Pasal 17 UU Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik. “Di dalam Pasal itu dilarang merangkap jabatan,
artinya memang salah satu posisinya harus ditinggalkan. Karena baru sehari
butuh waktu mungkin, tapi saya yakin pak Gita memahami hal itu,” kata Adhar
pada 20 Desember 2019 lalu sebagaimana dikutip dari salah satu media daring
NTB.
Senada dengan Ombudsman RI
Perwakilan NTB, Ketua Komisi I DPRD NTB, Sirajuddin, SH., juga meminta secara
tegas kepada HL Gita Ariadi agar ikhlas melepas jabatannya sebagai Komisaris di
PT ITDC. “Kami di Komisi I meminta agar Sekda NTB secara ikhlas melepas
jabatannya di Komisaris PT ITDC,” kata Ketua Komisi I DPRD NTB, Sirajuddin di
Mataram, Senin 20 Januari 2020.
Sama dengan Ombudsman, Sirajuddin
mengutip ketentuan UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya pada
Pasal 17 disebutkan melarang pejabat pelaksana merangkap jabatan sebagai
Komisaris atau pengurus organisasi usaha yang berasal dari lingkungan instansi
Pemerintah baik itu BUMN, BUMD dan Swasta.
“Selain itu didalam Pasal 351
Ayat (2) UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa pelaksana
merupakan pejabat, pegawai, petugas dan setiap orang didalam organisasi
penyelenggara pelayanan public. Ditambah Pasal 33 huruf a UU Nomor 19/2003
tentang BUMN disebutkan didalamnya bahwa Komisari BUMN dilarang memangku
jabatan rangkap sebagai anggota direksi pada BUMN, BUMD, Badan Usaha Milik
Swasta dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan. Karena ini
bisa menjadi penyebab penyalahgunaan wewenang oleh Pejabat Publik,” tegas
Sirajuddin. (GA. Im*)