-->

Notification

×

Iklan

Profesi Guru; Antara Tantangan dan Peluang di Era 4.0

Friday, November 29, 2019 | Friday, November 29, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-11-29T10:14:56Z
Oleh: Maraatussoliha, SS


Revolusi Industri 4.0 merupakan istilah yang diutarakan Prof. Klaus Martin Schwab teknisi, ekonom Jerman dan pendiri Executive Chairman World Economic Forum. Era Revolusi Industri 4.0 merupakan fenomena yang mengkolaborasikan teknologi cyber dan teknologi otomatisasi.

Hal ini memungkinkan terjadinya disrupsi dimana lahirnya teknologi dalam proses mengaplikasikannya tidak lagi menggunakan tenaga kerja manusia. ancaman profesi dan lapangan kerja yang akan tergantikan oleh mesin kecerdasan buatan atau  robot tak dapat dielakkan lagi. Meski tak dapat dipungkiri bahwa era 4.0 ini juga menciptakan beberapa pekerjaan baru.

Revolusi Industri 4.0 tidak hanya berbicara tentang hadirnya mesin dan sistem cerdas, cakupannya jauh lebih luas dari itu yaitu berupa gelombang terobosan yang hadir bersamaan diberbagai bidang.

Era ini menjangkau seluruh lini kehidupan manusia tak terlepas pada dunia pendidikan. Untuk mengimbangi era 4.0 sistem pendidikan membutuhkan  inovasi dan gerakan kebaruan pada segala bidang hal ini merupakan upaya menyiapkan pendidikan yang berkualitas sehingga  dapat mengejar ketertinggalan dengan negara-negara maju dan  yang paling berperan dalam melakukan gerakan kebaruan dan inovasi tersebut adalah seorang guru. Guru semestinya harus segera beradaptasi  dengan revolusi industri 4.0.

Pertanyaannya kemudian seberapa siapkah guru menyongsong revolusi industri 4.0 dan apa tantangan bagi  profesi  guru diera disrupsi ini? Percepatan teknologi di era digital 4.0 sedikit tidak mempengaruhi psikologi guru mengajar maupun dalam menyiapkan pembelajarannya. Dengan kata lain sebagian besar guru tidak siap dengan perubahan ini.

Peserta didik yang diajar adalah mereka yang disebut sebagai generasi Z. Generasi Z adalah generasi yang lahir dan tumbuh di era digital. Generasi ini adalah generasi-generasi yang akrab dengan teknologi. Guru harus mengikuti perkembangan teknologi dan menemukan informasi-informasi baru sehingga memiliki pola pikir yang strategis dan kaya akan materi maupun metode mengajarnya.

Tantatangan berikutnya yang dihadapi oleh guru adalah fasilitas pendidikan yang semuanya sudah terkonversi kedunia digital ditandai dengan adanya e-library (perpustakaan digital), e- modul (modul digital) e-learning (pembelajaran digital), e book (buku online),dan lain sebagainya yang sebelumnya cukup menggunakan sistim manual.

Guru harus dapat memanfaatkan teknologi informasi sehingga mampu berinovasi dan mengembangkan pembelajarannya sehingga tidah hanya dapat meningkatkan minat belajar siswa namun juga  hasil belajar siswa. Selain itu, penggunaan berbagai aplikasi digital, CD pembelajaran interaktif, e-book, website, dan media belajar digital lainnya  yang semakin marak dapat berisiko berkurangnya ketergantungan siswa terhadap guru dengan kata lain siswa merasa tidak lagi membutuhkan guru karena beranggapan apapun yang diinginkan telah ada dalam genggaman.

Hal lain yang juga menjadi tantangan adalah gaya belajar. Gaya belajar tentu mengalami perubahan. Guru harus merubah kebiasaan mengajar yang sebelumnya terpusat pada guru atau dikenal dengan  teacher center menjadi  student center atau pembelajaran terpusat pada siswa.

Untuk itu guru ditantang untuk lebih kreatif dan inovatif  menerapkan model, motode dan media pembelajaran yang tepat sehinggga proses pembelajaran lebih menarik dan hasil yang dicapai sesuai harapan sebagai salah satu upaya untuk  meningkatkan profesionalitas.

Untuk menyikapi hal tersebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan;

Pertama, di era kemajuan teknologi  yang pesat ini guru harus dapat menyelaraskan kompetensinya.

Guru harus mampu menguasai teknologi secara teoretis dan praktis serta menerapkan pembelajaran berbasis TIK dengan inovasi-inovasi yang menarik. Berbicara tentang inovasi tentu berbicara tentang perubahan. Guru harus memiliki karakter dan bisa beradaptasi dengan hal-hal baru yang tidak terduga sehingga diperlukan pemikiran antisipatif, kritis, analitis, kreatif dalam memecahkan masalah.

Kedua mengoptimalkan literasi digital. Literasi digital merupakan ujung tombak untuk meningkatkan kompetensi guru juga siswa sekaligus dibutuhkan iklim literasi digital yang baik di sekolah. Guru  diharapkan dapat menyediakan buku, modul dan sarana lain berbasis digital  untuk mendukung aktivitas belajar siswa.

Tak dapat dipungkiri hadirnya smartphone bagai dua mata pisau. Disinilah diperlukan peranan guru dengan menyediakan modul maupun  buku berbasis digital yang terkoneksi langsung dengan smartphone peserta didik, guru akan mampu memberikan sudut pandang, alternatif, bahkan solusi penggunaan smartphone yang baik dengan menambah konten-konten pembelajaran  sehingga lambat laun smartphone yang biasa hanya digunakan untuk bermain game  dapat ditingkatkan fungsinya sebagai media pembelajaran interaktif.

Ketiga, Guru melatih peserta didik  mempunyai pemikiran yang analitis, antisipatif tentang problem yang belum pernah dihadapi, dan memiliki pemikiran tingkat tinggi (higher order thinking skills/HOTS). Apabila guru memberikan informasi-informasi dasar tentu siswa tidak memiliki rasa ingin tahu lebih lanjut. Demikian pula apabila guru memberikan materi yang mudah  dan hanya mentransfer isi buku tentu mudah pula digantikan oleh teknologi. Internet menawarkan yang lebih lengkap dari isi buku dan siswa dapat mengaksesnya sendiri tanpa bantuan guru.

Hal ini erat kaitannya dengan kebiasaan atau paradigma mengajar guru. Apabila guru tidak kreatif dan inovatif maka cepat atau lambat peran guru akan terotomasi. Kurikulum tahun 2013 adalah jawaban mengatasi tantangan tersebut. Para siswa diharapkan lebih banyak belajar sendiri secara aktif dibanding terus-menerus diajar oleh guru disinilah guru berperan sebagai fasilitator.

Keempat, Guru harus dapat meningkatkan kompetensi dirinya. Peningkatan kompetensi tidak hanya perihal penguasaan ilmu pengetahuan semata namun juga peningkatan kompetensi-kompetensi lainnya. Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen  pasal 10 ayat (1) menyebutkan kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.

Melalui empat kompetensi tersebut guru diharapkan memiliki kemampuan dan penguasaan materi secara luas dan mendalam,  mengelola pembelajaran, memiliki kepribadian yang baik yang dapat menjadi contoh bagi peserta didik dan membimbing, mengarahkan dan mendidik  peserta didik hingga menjadi pribadi dan  anggota masyarakat  yang berkarakter. Guru tidak hanya bertugas mentransfer ilmu pengetahuan semata namun lebih dari itu guru memiliki wewenang untuk mendidik, menakhodai dan memberi warna berupa penanaman nilai- nilai sehingga melahirkan siswa berkarakter.

Di era 4.0  guru memiliki peranan yang sangat penting sebagai  pencetak  manusia berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, religius, dan memiliki kepekaan  sosial.

Dalam menyongsong era industri 4.0 guru diperlukan untuk memberikan keteladanan dan pembiasaan kepada calon-calon pemimpin bangsa dengan membawa bangsa ini menjadi maju dan berperadaban tinggi.

Tentu saja guru harus berpikiran terbuka dan mau mengembangkan diri, kreatif, berfikir kritis, komunikatif, dan kolaboratif serta memiliki kompetensi digital sebagai kunci perubahan.

Guru yang profesional berperan membangun generasi berkompetensi, berkarakter, dan memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi. Guru yang profesional adalah guru yang mampu memanfaatkan tantangan sebagai peluang untuk mengembangkan dirinya sekaligus mampu memposisikan diri dalam berbagai situasi perubahan dan tetap menjadi pendidik yang bijak.

Guru harus mampu melihat setiap perubahan yang super cepat ini, mengikutinya dengan profesional dan mengajak  peserta didik untuk terlibat didalamnya. Dengan demikian peran guru tidak dapat tergantikan oleh kecerdasan buatan apapun.*Penulis; Guru Bahasa dan Sastra Indonesia MAN-2 Kota Bima



×
Berita Terbaru Update