-->

Notification

×

Iklan

PWYPI Tertarik "Open Government" di NTB

Thursday, October 31, 2019 | Thursday, October 31, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-10-31T10:48:10Z
diskusi publik Bertajuk NTB satu data menuju pemerintahan yang terbuka (open government)  yang diinisiasi oleh lembaga transparansi Publish What You pay Indonesia, di hotel Santika Mataram, Selasa ( 29/10-2019).

Mataram, Garda Asakota.-

Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia (PWYPI), Maryati Abdullah mengaku tertarik dan sangat mengapresiasi perancangan program NTB satu data yang digagas oleh Pemprov NTB saat ini. PWYPI sendiri merupakan koalisi masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas tata kelola sumber daya ekstraktif migas, pertambangan, dan sumber daya alam yang terpusat di London, Inggris. 

“Saya melihat bahwa keinginan pemerintah daerah untuk menata kelola dari sisi pemerintah daerah itu sendiri adalah hal yang positif,” ujar Maryati ketika menjadi pembicara pada diskusi publik Bertajuk NTB satu data menuju pemerintahan yang terbuka (open government)  yang diinisiasi oleh lembaga transparansi Publish What You pay Indonesia, di hotel Santika Mataram, Selasa ( 29/10-2019).

Diskusi publik itu, menghadirkan 5 orang narasumber yakni Direktur PWYPI, Maryati Abdulah, Kadis ESDM NTB,Ir.H.Husni, Aktivis Somasi NTB, Mas Haris, Kominfotik NTB, Gde Aryadi dan Kemenko Perekonomian Jakarta.
Maryati mengaku tertarik dengan komitmen NTB yang membuka seluruh kanal komunikasi bagi publik untuk dapat berpartisipasi dalam pemerintahan, termasuk Aplikasi NTB care dan NTB satu data.

Menurut Maryati, selain NTB hanya segelintir daerah di indonesia yang memiliki komitmen keterbukaan atau serius menerapkan open government seperti Aceh dan Kalimantan Timur.

Dicontohkan Maryati seperti keterbukaan NTB terkait perizinan tambang untuk pengelolaan sumber daya alam dan sumber energi baik yang terbarukan maupun tidak terbarukan melalui Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2019. 
Melalui Perda tersebut, NTB telah membuktikan dirinya untuk menerapkan open government dengan membuka peluang partisipasi masyarakat. “Partisipasi (aktif) masyarakat diperlukan agar meningkatkan tata-kelola pemerintahan,” ujarnya.

Diterangkan Maryati keterbukaan data adalah lahan subur untuk membangun kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dimana kepercayaan pada saat ini adalah modal utama untuk mendapatkan pemerintahan yang kuat. “Hari ini kepercayaan adalah power (kekuatan). Karena kalau masyarakat tidak punya kepercayaan kepada pemerintah, maka tidak ada program yang akan berjalan,” ujarnya.

Mengingat NTB mencanangkan program satu data bahkan lebih dulu dari dikeluarkannya Perpres 39 Tahun 2019, maka NTB dinilai berada pada jalur yang tepat dengan membuat aturan yuridis dalam penyatuan data untuk kepentingan pembangunan. Dimana pembangunan saat ini, menurut Maryati, pada prinsipnya memang menciptakan pemerintahan yang akuntabel, transparan dan berintegritas melalui penciptaan satu data. 

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Diskominfotik) NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos, MH mendapat kesempatan pertama sebagai pemateri pada diskusi publik yang dihadiri unsur Pemerintah,  aktivis LSM, Walhi, Akademisi, Mahasiswa dan kelompok Civil Society lainnya tersebut.

Ia memaparkan bahwa kesatu-paduan data yang valid dan terverifikasi merupakan salah satu syarat utama untuk mendukung pembangunan melalui open government atau pemerintahan yang terbuka, termasuk di NTB. Dengan adanya basis data yang terjamin kredibilitasnya, kata Aryadi maka banyak persoalan di NTB yang bisa diselesaikan. 

Mantan Irbansus pada Inspektorat NTB itu menerangkan bahwa Pemprov NTB saat ini memang tengah fokus pada keterbukaan data serta validasi dan verifikasi data. “Komitmen Gubernur dan Wakil Gubernur (Dr. H. Zulkieflimansyah, SE., M.Sc., dan Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalillah, M.Pd) adalah open government. Itu harus didukung data,” ujarnya.

Dicontohkan Gede seperti penyusunan rencana industrialisasi ataupun penanganan kemiskinan di NTB yang tidak akan tepat sasaran jika tidak diimbangi dengan sumber data yang jelas. Dengan kesadaran tersebut, Pemprov NTB saat ini juga tengah mengupayakan program NTB satu data yang pada akhirnya merujuk Peraturan Presiden (Perpres) 39 Tahun 2019 tentang satu data Indonesia.

“NTB satu data memang lahir sebelum Perpres 39, kita akan lakukan penyesuaian. Di NTB satu data ini bukan hanya jumlah data itu yang menjadi targert kita, tapi data yang disajikan berkualitas,” ujar Gede. Untuk itu Diskominfotik NTB telah menginisiasi lahirnya Forum Data dimana pembinaan pengelolaan data diserahkan kepada Badan Pusat Statistik (BPS) NTB.

Melalui Forum Data tersebut, Gede menerangkan pihaknya mengharapkan adanya kesamaan indikator dan format penyusunan di masing-masing produsen data, dalam hal ini seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang memiliki program dan tugas penyelenggaraan urusan pemerintahan. Seluruh data tersebut selanjutnya akan diproses di satu tempat melalui Wali Data, yaitu Diskominfotik NTB melalui Bidang Statistik Sektoral.

Diterangkan Gede saat ini basis data NTB memang masih membutuhkan pembenahan, dalam artian validasi dan verifikasi ulang. “Sekarang ini kemungkinan data tumpang tindih itu masih ada,” ujarnya. Untuk itu, Forum Data NTB juga telah menyusun SOP untuk melakukan pengujian data yang ditargetkan dapat selesai pada akhir tahun 2019 mendatang. 

“Kita ingin data yang dikeluarkan itu betul-betul data yang baik, sehingga tidak ada duplikasi data maupun overlapping (tumpang tindih),” ujar Gede. 

Terkait keterbukaan  data dan informasi di lingkungan Pemerintah Provinsi NTB saat ini, diterangkan Gede menunjukkan persentase yang baik. Jika diukur dari aduan yang diterima Komisi Inforamsi NTB saja, untuk 2019 hanya diterima dua buah aduan yang pada tahun 2015 bisa mencapai belasan aduan. 

Hal itu disebut menunjukkan terpenuhinya kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan data dan informasi dari pemerintah. Diterangkan Gede, hal tersebut mengikuti beberapa kanal informasi yang disiapkan Pemprov NTB saat ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Seperti program Jumpa Bang Zul dan Umi Rohmi, aplikasi NTB Care, situs NTB Satu Data, serta seluruh perangkat informasi dan kontak yang ada di seluruh OPD.  “NTB Care saja menerima 900 lebih aduan untuk tahun ini. Artinya masyarakat memang butuh data dan informasi dengan cepat. Bukan lagi dengan model yang lama harus bersurat ke dinas dan segala macam,” ujarnya.

Ditegaskan Gede dengan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat yang mulai dibangun, maka keberadaan data yang kredibel menjadi  tugas utama dari masing-masing OPD untuk kemudian disatukan dalam NTB satu data. Dengan begitu, informasi dan data dapat segera disalurkan ke masyarakat dengan memanfaatkan teknologi untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat, pungkasnya. (Kom*)
×
Berita Terbaru Update