Calon Anggota DPRD NTB Terpilih Periode 2019-2024 dari Partai Gerindra, Nauvar Furqony Farinduan.
Mataram,
Garda Asakota.-
Sejumlah elemen masyarakat mulai
menyoroti sikap Lembaga DPRD NTB yang terkesan tergesa-gesa dalam melakukan
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun
Anggaran (TA) 2020. Padahal berdasarkan Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 tentang
Pedoman Penyusunan APBD 2020, batas akhir yang ditentukan oleh Pemerintah Pusat
terkait dengan pembahasan RAPBD 2020 ini adalah sekitar akhir November 2019
nanti.
Sorotan ini kuat mengemuka karena
diketahui dalam agenda atau jadwal Rapat Paripurna DPRD NTB, Rapat Paripurna
DPRD NTB yang mengagendakan penetapan RAPBD 2020 menjadi APBD dijadwalkan akan
dilaksanakan sekitar tanggal 26 Agustus 2019. Hal ini terang saja menuai banyak
pertanyaan public, ada apa dibalik ketergesa-gesaan lembaga DPRD NTB menetapkan
RAPBD 2020 menjadi APBD?, padahal sekitar 63% anggota DPRD NTB akan berubah ‘wajah’
karena digantikan oleh Anggota DPRD NTB yang baru terpilih dan akan segera
dilantik pada tanggal 02 September 2019 nanti.
“Pertanyaan kami sangat
sederhana, kenapa koq penetapan APBD 2020 ini terkesan dilakukan dengan sangat
terburu-buru yakni sekitar tanggal 26 Agustus 2019 ini?. Begitu pun kesepakatan
penandatangan KUA PPAS APBD 2020 juga menjadi tanda tanya besar bagi kami,
kenapa dilakukan dengan begitu cepat dan singkat tanpa ada pembahasan yang signifikan?.
Kemudian ketika APBD 2020 sudah ditetapkan, maka terang saja yang muncul
ditengah publik itu adalah Distrust atau ketidakpercayaan public akan kualitas
APBD itu sendiri. Apa sih yang mau dikejar dengan ketergesa-gesaan ini?,” sorot
Calon Anggota DPRD NTB Terpilih Periode 2019-2024 dari Partai Gerindra, Nauvar
Furqony Farinduan, kepada sejumlah wartawan di Resto Kampung Melayu Lombok
Epicentrum Mall (LEM) Kota Mataram, Jum’at 16 Agustus 2019.
Dalam kondisi masa transisi
antara berakhirnya periodesasi keanggotaan DPRD Periode 2014-2019 dengan
kehadiran anggota DPRD NTB Periode 2019-2024, menurutnya, pihak TAPD maupun Tim
Banggar DPRD NTB harus bisa mengakomodir kepentingan semua pihak dengan
melakukan ‘duduk bersama’ dengan perwakilan anggota DPRD NTB Periode 2019-2024
untuk membicarakan soal postur anggaran yang ideal untuk membangun NTB Gemilang
dalam RAPBD 2020.
“Itu harapan kami yang semestinya
harus dilakukan oleh pihak Eksekutif maupun Legislatif saat sekarang ini. Mumpung
RAPBD itu belum ditetapkan, maka sebaiknya anggota DPRD NTB Periode 2019-2024
juga dilibatkan untuk dimintai pendapatnya juga. Sebab ketika distrust itu
muncul, tentu hal ini akan berdampak tidak baik kedepannya. Ketika hal itu
terjadi maka tentu tidak akan ada yang mau disalahkan,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh
Politisi Senior Partai Golkar Provinsi NTB, H Abdul Hafid, kepada wartawan
media ini beberapa waktu lalu. Pria yang juga merupakan Calon Anggota DRPD NTB
Terpilih Periode 2019-2024 ini berpendapat bahwa RAPBD 2020 harus dibahas
secara terprogram, terencana dan terpadu antara eksekutif dan legislative.
“Bagaimana bisa dilakukan
penetapan dalam waktu yang sangat singkat seperti itu? Sementara dokumen RAPBD
itu sangatlah banyak. Kapan dokumen itu dipelajari?. Ini tidak boleh main-main
karena hal ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Sebaiknya pembahasan RAPBD
itu harus juga memperhatikan aspek waktu dan efektivitas pembahasannya.
Sementara dalam waktu yang singkat ini masa periodesasi keanggota DPRD NTB
Periode 2014-2019 tinggal menghitung hari saja. Saya yakin mereka tidak akan bisa
fokus,” tegas Hafid.
Sementara itu, Peneliti Forum
Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB, Jumi Jumaidi, juga meminta
kepada pihak eksekutif maupun legislative saat sekarang ini agar tidak
tergesa-gesa dalam melakukan pembahasan RAPBD 2020.
“Karena kalau dibahas secara
tergesa-gesa cenderung akan mengabaikan hak masyarakat untuk berpartisipasi.
Prosesnya juga akan cenderung tertutup, tidak transparan. Akses dan control masyarakat
terhadap dokumen-dokumen yang akan dibahas sangat terbatas. Sehingga berpotensi
munculnya program-program yang tidak bermanfaat untuk masyarakat. PP Nomor 12
Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah juga mengatur paling lambat
persetujuan RAPBD, adalah satu (1) bulan sebelum anggaran berakhir. Jadi tidak
ada alasan mendesak atau darurat yang mengharuskan APBD 2020 dibahas dan
ditetapkan, 4 bulan sebelum tahun anggaran berakhir,” kata Jumi Jumiadi dalam
siaran persnya yang diterima redaksi media ini, Jum’at 16 Agustus 2019.
Menurut Jumaidi, Pembahasan
KUA-PPAS APBD 2020 beberapa hari lalu saja banyak mendapatkan kecaman public karena
dinilai dibahas tidak serius oleh Legislatif. “Pembahasannya hanya dalam
hitungan jam. Mereka sebenarnya sudah tidak bisa fokus jalankan fungsi
budgettingnya. Sebaiknya mereka fokus siapkan laporan ke public terkait
akuntabilitas perjalanan dinasnya ke Luar Negeri dank e luar daerah yang dalam
tiga tahun terakhir terus meningkat secara signifikan,” tegasnya.
Pihaknya berpendapat, anggota
DPRD NTB terpilih yang akan dilantik pada 02 September 2019 mendatang patut
diberi kesempatan untuk membahasnya. “Masyarakat juga akan memiliki kesempatan
untuk berpartisipasi. Bahkan baik bagi anggota DPRD sendiri agar memahami
sedari awal semangat dan tujuan program yang akan mereka awasi implenetasinya
pada tahun depan,” pungkasnya. (GA. Im*)