-->

Notification

×

Iklan

Menguatkan Narasi; Bima Kota Tepian Konservasi

Monday, February 25, 2019 | Monday, February 25, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-02-25T03:56:15Z
*Faisal M. Jasin

Menyambung tulisan saya tanggal 26 Januari 2019, di media yang sama tentang  mengurai mimpi yang terlupakan; Kota Bima Kota Tepian. Dalam tulisan terdahulu penulis menegaskan bahwa pilihan Kota Tepian Konservasi yang paling tepat berdasarkan sumberdaya yang ada di Bima dan Indonesia umumnya.

Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia dan berdasarkan Peraturan Presiden No. 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, terdapat 516 kota andalan di Indonesia dengan 216 kota diantaranya merupakan kota tepi air yang berada di tepi laut (pantai), sungai atau danau.  Salah satunya Bima yang berada di daerah tepi laut, dengan sumberdaya yang dimiliki, tentunya tidak salah beraneka pendapat yang menginginkan Bima sebagai Kota Tepian.

Para ahli memiliki aneka pengertian tentang konservasi, yang tidak hanya menyangkut masalah perawatan, pelestarian, dan perlindungan alam, akan tetapi juga menyentuh persoalan pelestarian warisan kebudayaan dan peradaban umat manusia.  Dalam konteks yang lebih luas, konservasi tidak hanya diartikan secara sempit sebagai menjaga atau memelihara lingkungan alam yang merupakan konservasi secara fisik, tetapi juga bagaimana nilai-nilai dan hasil budaya dirawat, dipelihara, dijunjung tinggi, dan dikembangkan demi kesempurnaan kehidupan.

Memilih kota tepian konservasi, oleh karena adanya penurunan kualitas lingkungan di tepi pantai, seperti halnya abrasi pantai, pencemaran pesisir dan okupasi pemukiman masyarakat yang secara ilegal memanfaatkan kawasan pesisir yang disebabkan meningkatnya populasi penduduk. Resiko akan longsornya pegunungan di tepian pantai akan menjadi persoalan serius bagi Daerah Bima kedepan. Dan perlu diingat bahwa pengelolaan permukiman suatu kawasan sangat menentukan keseimbangan ekosistem alaminya.

Sementara di wilayah hulu, limbah domestik  terus memperburuk kondisi kawasan pantai begitu juga dengan masuknya bahan padatan sedimen (erosi) yang merupakan salah satu faktor penyebab pendangkalan pantai dan kerusakan lingkungan, yang saat ini dapat dilihat disekitar pesisir pantai Bima, sehingga perlu sesegera mungkin ditata, dikelola dan dikembangkan agar mampu bernilai secara ekonomis maupun ekologis.

Banyak pendekatan yang dapat dilakukan didalam menata kawasan pesisisr sungai maupun pantai. Pengembangan  kearifan masyarakat dan nilai-nilai tradisional dapat menjadi dasar bagi perbaikan kawasan tepian, salah satu konsep yang dapat dikembangkan adalah Pendekatan Front Edge dalam pengelolaan kawasan.

Pendekatan perencanaan ini, dapat memanfaatkan keberadaan air sebagai bagian depan dari bangunan orientasi kegiatan penduduk, pintu gerbang kota. Selain itu dapat memberi nilai tambah pada kawasan tepi-air oleh karena dengan memanfaatkan keberadaan air sebagai orientasi bangunan yang akan meningkatkan kepedulian masyarakat sekitar untuk turut menjaga kelestarian halaman rumah yang bertolak belakang dengan memunggungi pantai atau sungai.

Dengan pengembangan kawasan tepian yang berkontak langsung secara  visual dengan perairan dimana sebagian wajah kota berada atau berorientasi ke perairan. Di lihat dari aspek tata ruang dapat memiliki peran sebagai; (1) fungsi ekologi, (2) fungsi komplementer (public domain), (3) kekayaan khasana budaya (culture siqnificance).

Ketiga peran diatas, Bima memilikinya, ada beberapa lokasi yang dapat memenuhi hal itu, antara lain Amahami, lemamori (explore goa) dan lawata (memiliki makna historis) dan beberapa objek yang lainnya, merupakan kawasan yang secara culture bisa menjadi daya tarik wisata begitu juga dengan penguatan fungsi ekologi terhadap kawasan pesisir pantai tentunya akan menjadi sarana wisata yang menarik oleh karena pesisir pantai Bima bukan merupakan laut dalam sehingga dapat ditata dan dikelola dengan  ecowisata dengan memperhatikan fungsi kawasan yang akan diperuntukan.

Potensi ini dapat dilakukan di sepanjang pesisir dari Desa Sondosia sampai di Gerbang Kota Bima, dan ini bisa dilakukan dengan terlebih dahulu memperhatiakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan Kota Bima. Sementara untuk fungsi komplementer dapat di tata dan dikembangkan dari yang telah ada. Tentunya dari segi estetiknya dapat didesain oleh ahlinya.

Penataan kawasan tepi air akan dapat meningkatkan kualitas hidup manusia dan kualitas lingkungan, sehingga peran serta masyarakat sekitar sebagai pengelola dan pihak yang terlibat langsung sangat memegang peranan terlebih lagi jika pendekatan partisipatorik yang dikembangkan, sehingga penduduk sekitar lokasi, turut menjadi penentu dan rasa memiliki serta pengelola kawasan mereka, selain itu juga bisa terlibat secara aktif di dalamnya.

Pendekatan Front Edge dalam mengelola kawasan juga dapat membantu daerah untuk mempertahankan dirinya terhadap ancaman bencana alam maupun lingkungan, dimana ada 78 Desa di Bima yang memiliki resiko terhadap bencana yang harus di topang dengan strategi revitalisasi.

Dengan menggunakan strategi Pengembangan revitalisasi, yaitu pengembangan kawasan pantai melalui cara pemugaran, konservasi (pelestarian) lingkungan maupun penataan lingkungan. Pemilihan strategi ini didasarkan pada kondisi kawasan dimana terdapat area yang kumuh  atau pada kawasan yang berpotensi untuk pengembangan ekonomi, sosial atau budaya.

Sehingga dapat dikembangkan beberapa kawasan yang ada di dalamnya, seperti kawasan komersial, kawasan budaya, kawasan pendidikan dan lingkungan hidup, kawasan peninggalan bersejarah, kawasan wisata, kawasan pemukiman dan kawasan transportasi dan pelabuhan serta kawasan lindung yang kesemua struktur kawasan ini saling menunjang satu sama lain dan dipastikan berdampak secara ekonomi maupun ekologis.

Prinsip dari pengembangan waterfront agar mampu di olah secara optimal untuk menonjolkan potensi serta karakteristk daerah masing-masing,  dan dapat menghadirkan konsep pengembangan yang efektif dan fungsional, olehnya itu perlu mempertimbangkan aspek dari segi fisik maupn non fisik. Mengharmoniskan antara kota/lahan dan air agar keduanya dapat berperan timbal balik. Hubungan timbal balik antara keduanya dapat mewujudkan suatu lingkungan yang tertata dengan baik juga menghadirkan fungsi-fungsi yang mewadahi kegiatan dalam kawasan tepi air secara lebih efektif dan fungsional.

Dalam hal pengembangannya, kawasan tepian air perlu memperhatikan beberapa prinsip utama, yaitu: 1) Tema yang di usung, diawali dengan tema tentunya akan banyak membantu dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan analisa ruang, tataletak, desain peruntukkan lahan, pengungkapan latar belakang budaya dan sejarah dari waterfront yang akan direncanakan; 2) Citra, untuk memunculkan suatu keunikan sehingga dengan sendirinya akan membentuk opini serta persepsi bagi kota; 3) Keaslian/alami, kawasan tepian air akan terasa lebih hidup dengan adanya kegiatan yang berorientasi terhadap air sehingga kesan alamiah lebih terasa bila berada di kawasan waterfront yang direncanakan; dan 4) Fungsi, dengan adanya penerapan-penerapan fungsi yang tepat misalnya akses serta adanya kemudahan dan kenyamanan bagi publik dalam menggunakan fungsi dari kawasan yang ada.

Akan tetapi perlu dilakukan kajian yang mendalam dari berbagai sudut pandang maupun perspektif namun tetap melihat pada aspek karakteristik spesifik, permasalahan dan potensi pengembangan kawasan kota pantai tepi air yang diharapkan, saran penulis semakin banyak informasi, data maupun hasil hasil kajian dari banyak pihak akan menghadirkan wajah kota harapan publik.

*Ketua Bidang Informasi dan Teknologi Badan Musyawarah Masyarakat Bima dan Pengurus Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
×
Berita Terbaru Update