-->

Notification

×

Iklan

Insenerator di RSUD Bima Gagal Konstruksi? Nadiran: Limbah B3 Selama Ini Dibuang Kemana?

Tuesday, January 8, 2019 | Tuesday, January 08, 2019 WIB | 0 Views Last Updated 2019-01-08T00:23:55Z

Alat Insenerator milik RSUD Bima.

Mataram, Garda Asakota.-

Limbah B3 atau yang disebut dengan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang dihasilkan dari pelayanan kesehatan jika tidak secara cepat diolah dan dihancurkan akan mengancam kualitas kesehatan manusia. Alat pengolah limbah B3 ini disebut dengan Insenerator.

Menurut Ketua ICWI Korda Mataram, Nadiran, dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam hal ini termasuk Rumah Sakit wajib melakukan kegiatan pengolahan limbah B3 ini baik kegiatannya itu meliputi kegiatan pengurangan dan pemilahan, penyimpanan, pengangkutan, penguburan bahkan penimbunan limbah B3.

"Jadi limbah B3 itu wajib disimpan dalam sebuah alat penyimpana dengan temperatur suhu tertentu sebelum dilakukan pengolahan. Jadi kalau RSUD Bima berdalih ada larangan untuk mengolah limbah B3 dengan Insenerator yang dibeli dengan anggaran ratusan juta rupiah itu, lantas pengolahan limbah B3 nya itu dimana?. Jangan-jangan limbah B3 nya itu tidak pernah diolah sebagaimana telah diatur dalam Permen LH tersebut dan dibiarkan begitu saja sehingga berdampak pada bau yang menyengat hingga mencemarkan lingkungan serta kesehatan. Kalau itu yang terjadi, maka pihak RSUD Bima telah melakukan dugaan perbuatan pidana yakni diduga melanggar UU tentang Lingkungan Hidup," sorot Nadiran melalui wartawan media ini, Senin 07 Januari 2019.

Pihaknya mengaku heran mendengar jawaban pihak RSUD Bima yang berdalih adanya larangan bagi RSUD untuk mengelola limbah B3. Sementara, di wilayah Bima belum ada satu pun pihak ketiga yang bergerak dibidang jasa pengolahan limbah B3. "Dalam Permen LH juga tidak mengatur tentang model pengangkutan limbah B3 dengan menggunakan laut atau udara jika alasan RSUD Bima bekerjasama dengan pihak Luar NTB untuk mengolah limbah B3 ini. Dan limbah B3 itu. Dan dalam ketentuan Permen LH, limbah B3 yang jumlahnya melebihi 50 kg, disimpan dalam alat penyimpanan bertemperatur hanya bisa disimpan selama masa 90 hari saja. Sementara limbah B3 yang jumlahnya kurang 50 kg, batas waktu penyimpanannya sampai 180 hari saja boleh disimpan di alat penyimpanan," terangnya.

Meski demikian, pihaknya mendorong pihak RSUD Bima agar tetap memastikan alat Insenerator sebagai alat pengolah limbah B3 itu bisa tetap berfungsi sebagaimana mestinya. 

"Sebab alat Insenerator itu memiliki manfaat yang besar dalam pengolahan limbah B3 di RSUD Bima. Harusnya jika alat Insenerator itu tidak berfungsi dengan baik, maka pihak RSUD harus menggugat penyedia alat tersebut untuk bisa memastikan alat itu bisa berfungsi dengan baik mengolah limbah B3 menjadi limbah yang tidak berbahaya lagi bagi kesehatan dan lingkungan. Karena hampir dipastikan di Bima itu tidak ada pihak ketiga yang bergerak dibidang jasa pengolahan limbah B3. Kekhawatiran kami, jangan-jangan pihak RSUD Bima membuang sembarangan limbah B3 nya," ujar Nadiran.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, ICWI Korda Mataram, Nadiran, menduga, alat Insenerator yang ditender pada sekitar Tahun Anggaran (TA) 2014 senilai Rp685 juta dan dikerjakan oleh PT SIS Gemilang, semenjak dilakukan pengadaan hingga saat sekarang, tidak pernah difungsikan.

"Padahal alat itu sangat mahal dibeli oleh daerah. Kalaupun terjadi kegagalan konstruksi atas alat senilai ratusan juta rupiah, maka perlu kiranya, Aparat Penegak Hukum, turun langsung untuk melakukan penyelidikan," sorot Nadiran melalui wartawan media ini beberapa waktu lalu.

Menjawab sorotan ICWI tersebut pihak RSUD melalui humasnya, Hj.Nuraeni, S.Kep., secara tegas membantah jika alat pengolah Limbah Medis tersebut rusak. "Siapa yang bilang jika alat Insenerator tersebut rusak?. Alat tersebut masih dalam kondisi Optimal, tidak ada kerusakan sama sekali koq," kelit pihak RSUD yang diwakili humasnya belum lama ini.

Menurutnya,  tidak difungsikannya alat tersebut oleh pihak RSUD itupun bukan karena alatnya rusak, akan tetapi pihak RS mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan bahwa mulai akhir December 2017 lalu, seluruh RS tidak bisa lagi mengolah sampah medis sendiri harus bekerjasama dengan pihak ketiga.

"Ketentuan tersebut disampaikan langsung oleh Tim Akreditasi Rumah Sakit Kementrian Kesehatan Pada akhir tahun 2017 lalu ketika melakukan kunjungan ke RSUD Bima. Jadi, sekali lagi kami tegaskan bahwa tidak difungsikannya alat Insenerator tersebut Di RSUD BIMA bukan karena alatnya rusak namun karena pihak RS mengikuti aturan dan Ketentuan yang berlaku," cetusnya.

Alat tersebut, kata Hj. Nuraeni merupakan pengadaan tahun 2013, dan berfungsi secara baik selama lebih kurang 5 tahun, dimana limbah medis yang diolah akan menjadi abu merupakan ciri bahwa alatnya tidak rusak. (GA. 211/213*)


×
Berita Terbaru Update