-->

Notification

×

Iklan

Dirut RSUD: Pelayanan SKTM Dihentikan, Saatnya Galakkan BPJS Kesehatan

Wednesday, December 19, 2018 | Wednesday, December 19, 2018 WIB | 0 Views Last Updated 2018-12-19T10:21:40Z
Dirut RSUD Bima, drg H Ihsan M Ph


Bima, Garda Asakota.-

Dirut RSUD Kabupaten Bima, drg H Ihsan M Ph., meminta sejumlah pihak untuk tidak lagi mempolemikkan soal Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan pihaknya tentang penghentian pelayanan terhadap pasien yang mengantongi Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) di Lingkup RSUD Bima.

"Seharusnya kita tidak lagi berpikir apalagi mempolemikkan tentang Surat Edaran pemberhentian pelayanan kesehatan kepada Masyarakat pengguna SKTM. Akan tetapi bagaimana saat sekarang ini kita dorong masyarakat kita untuk menggalakkan penggunaan BPJS Kesehatan. Apalagi, di daerah lain semuanya sudah menggunakan Kartu BPJS kesehatan tidak lagi menggunakan SKTM," jelas Dirut RSUD Bima, drg H Ihsan kepada wartawan media ini, Rabu 19 Desember 2018, di ruang kerjanya RSUD Bima.

Keberadaan SKTM ini, menurutnya, mulai diberlakukan pada sekitar awal Maret 2018 lalu. Namun, selama ini, lanjutnya, sejak tahun 2014 hingga 2017, disaat belum ada program penggunaan SKTM ini, RSUD Bima tetap melakukan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu.

"Mau berobat kemana mereka kalau bukan ke RSUD dan apakah karena mereka tidak mampu lalu harus kita tolak melayani pemeriksaan kesehatannya?. Atau setelah kita rawat, mereka tidak mampu bayar harus kita tahan mereka?. Tentu tidak kan, karena bagaimana pun, fungsi Sosial daripada Rumah Sakit menjadi hal yang utama untuk tetap diterapkan dalam setiap  proses pelayanan Kesehatan Kepada Masyarakat utamanya kalangan tidak mampu," imbuhnya.

Oleh karena itulah, menurutnya, seharusnya persoalan SE SKTM tidak diberlakukan lagi  di RSUD Bima agar bisa menjadi momen bagaimana kedepan semua kalangan masyarakat tidak lagi berpikir bagaimana membayar SKTM ini lagi.

"Melainkan semua masyarakat tercover ke dalam Kartu BPJS kesehatan karena menurut hitungan Matematika saya begini, kalau dana Rp400 juta misalnya yang dianggarkan oleh Pemerintah melalui SKTM ini, jika pelayanan langsung itu menghabiskan dana minimal Rp5 juta maka hanya berapa pasien yang bisa tercover dengan dana sekian?. Tidak lebih dari 80 orang pasien SKTM saja yang bisa terlayani. Sementara Pasien yang menggunakan BPJS kesehatan perbulan hanya butuh dana Rp25 ribu  dan itu berarti hanya butuh biaya sebesar Rp300 ribu per tahun. Dan seandainya dana Rp400 juta dari APBD ini difungsikan untuk membiayai Masyarakat Tidak Mampu ke dalam BPJS kesehatan, maka setiap tahunnya ada sekitar 1300 orang warga yang persoalan kesehatanya di biayai oleh Pemerintah," ungkap Ihsan.

Dari aspek fungsi, lanjutnya, SKTM itu hanya berfungsi sampai sebatas ruang lingkup RSUD saja, tidak bisa berguna apa-apa lagi ketika pasien pengguna, berobat rujuk ke Luar daerah.

"Sementara kalau menjadi Peserta BPJS kesehatan hanya bermodalkan dana Rp25 ribu bisa berobat kemana pun tanpa mengeluarkan biaya apapun lagi, mulai dari Puskesmas kemudian Rujuk ke RSUD lalu Rujuk Ke Mataram, Bali bahkan Jakarta, nol rupiah. Saya bisa jamin hal tersebut dan itu jauh lebih menguntungkan masyarakat kita ketimbang kita harus terus ribut persoalkan  SKTM," timpalnya.

Pihaknya kemudian mengajak semua pihak agar bisa secara bersama membangun sinergitas berpikir bagaimana mengatasi persoalan layanan kesehatan kepada Masyarakat ini untuk segera tercover ke dalam BPJS kesehatan 

"Jangan polemikkan persoalan SE SKTM ini karena sekali lagi saya sampaikan bahwa Fungsi SKTM hanya sampai di Meja RSUD, tidak lebih daripada itu.  Apalagi di tahun 2019 sesuai dengan Target Nasional Pemerintah bahwa Semua masyarakat harus tercover ke dalam BPJS Kesehatan atau UHC (Universal Health Care)," ajak Ihsan.

Ihsan juga berharap, agar kedepannya, tidak ada lagi yang memunculkan soal SKTM ini karena akan memberikan beban berat bagi Pemda. 

"Seharusnya jangan munculkan lagi SKTM ini ke permukaan karena secara langsung ini merupakan beban berat bagi pemerintah, jika yang tercover hanya puluhan orang saja, sementara BPJS Kesehatan dijamin akan ada ribuan orang tidak mampu yang terbantu pelayanan kesehatannya karena bisa dibiayai dari Angaran Pemerintah Daerah, Program Pemerintah Pusat, APBD, ADD bahkan pihak Swasta melalui dana CSR nya," pungkas Ihsan. (GA. 003/211*).

Baca Juga Berita Sebelumnya :

http://www.gardaasakota.com/2018/12/tapd-dan-banggar-dinilai-lemah.html?m=1
×
Berita Terbaru Update