Salah satu aksi KAPAK NTB di Dinas Perkim NTB beberapa waktu lalu dalam menyorot pekerjaan Proyek BSRTLH Provinsi NTB TA 2018 di Kantor Dinas Perkim NTB.
Mataram, Garda Asakota.-
Pernyataan Kepala Dinas (Kadis)
Perumahan dan Permukiman (Perkim) Provinsi NTB, IGB Sugiharta yang menegaskan
bahwa proyek Bantuan Stimulan Rumah Tidak Layak Huni (BSRTLH) senilai Rp37,5
Milyar Tahun Anggaran 2018 yang dilaksanakan tidak melewati proses tenderisasi
dan tidak melanggar Perpres 16/2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah, dinilai keliru oleh Ketua KAPAK NTB.
Baca Berita Terkait :
Menurut Ketua KAPAK NTB, Gufran, pernyataan
Kadis Perkim NTB tersebut merupakan upaya Dinas Perkim untuk membenarkan upayanya
menghindari proses tender sehingga berpotensi melanggar ketentuan Pasal 20 ayat
(2) Perpres 16/2018 yang mengatur tentang larangan memecah pengadaan barang dan
atau jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari tender.
“Kenapa melanggar Perpres 16/2018?,
karena jelas kegiatan tersebut tidak dilaksanakan oleh penyedia sampai selesai proses
pengerjaannya. Sifat kegiatannya itu hanya bersifat pengadaan barangnya saja.
Sementara pengerjaannya itu sepenuhnya diserahkan kepada para pemilik rumah
atau masyarakat yang ingin bergotong royong. Pemerintah dalam hal ini penyedia hanya
bersifat memfasilitasi distribusi bahannya saja. Maka jika seperti itu model
kegiatannya, maka pengerjaannya itu semestinya harus bersifat terpusat dan
tidak terpecah-pecah berdasarkan lokasi kegiatan,” sorot Gufran melalui
wartawan media ini, Senin 26 November 2018.
Lebih lanjut, menurut Gufran, karena
sifatnya Penyedia atau kontraktor hanya mendistribusikan barangnya saja kepada
para pemilik rumah tidak layak huni, dan kontraktor tidak mengerjakan pekerjaan
renovasi rumah tidak layak huni ini hingga tuntas, maka kegiatan tersebut dikategorikan
menjadi kegiatan yang tidak efektif.
“Akan lebih efektif jika model
kegiatannya adalah dengan melakukan pengadaan barang saja, atau kegiatan
tersebut digabungkan menjadi satu kegiatan pengadaan yang nantinya akan dipilah
dan didistribusikan berdasarkan kebutuhan masyarakat sesuai dengan lokasi
kegiatannya berdasarkan RAB yang dibuat. Nah dengan memecah-mecah kegiatan
tersebut menjadi beberapa ratus pecahan kegiatan, maka ada indikasi bahwa Dinas
Perkim ingin menghindari proses tender. Jadi kalau seperti itu modelnya maka
Dinas Perkim diduga telah melanggar Perpres 16/2018 tentang larangan
memecah-mecahkan paket kegiatan untuk menghindari tender,” ujar Gufran.
Menurutnya, ketika Dinas Perkim
menggabungkan kegiatan tersebut, maka nanti akan ada beberapa kegiatan saja berdasarkan
jenis material yang dibutuhkan dalam paket kegiatan tersebut seperti kayu,
papan, paku dan atau seng dan meski jenis barang-barang itu berbeda tapi
barang-barang tersebut berada di toko yang sama sehingga bisa menggunakan
kualifikasi Toko Bahan Bangunan.
“Nantikan akan berkompetisi
perusahan-perusahan yang bergerak dibidang material tersebut sehingga nanti
akan terjadi penawaran-penawaran harga yang dapat berimplikasi terhadap pemotongan
harga penawaran dan Negara dapat diuntungkan dari proses penawaran dari para pelaku
usaha tersebut sebagai peserta lelang. Dan nanti tinggal didistribusikan
berdasarkan jumlah kebutuhan masing-masing desa,” kata Gufran.
Nah kalau dalam konteks kegiatan yang
dilaksanakan Dinas Perkim ini, lanjut Gufran, masalahnya para penyedia atau
para kontraktor itu tidak melaksanakan pekerjaan sampai tuntasnya pekerjaan
renovasi rumah tidak layak huni itu.
“Dia hanya membeli barang kemudian
mendrop barang itu ke lokasi. Selesai itu sudah tidak ada lagi pekerjaan yang
menjadi tanggungjawabnya. Sehingga model kegiatan itu menjadi tidak efektif.
Oleh karenanya semestinya akan menjadi lebih efektif kalau pengadaan barangnya
itu digabung dalam suatu proses pelelangan dan hasil pengadaan itu didistribusikan
kepada masing-masing desa berdasarkan jumlah RAB nya,” pungkasnya. (GA. 211*).