Sekda NTB, Ir H Rosiyadi Sayuti saat mewakili Gubernur NTB, DR TGH M Zainul Majdi dalam menyampaikan Jawaban Gubernur NTB atas Pemandangan Umum (PU) Fraksi-fraksi DPRD NTB Terhadap LKPJ Tahun 2017 dan LKPJ Akhir Masa Jabatan (AMJ) Tahun 2013-2018, pada Rabu 02 Mei 2018 di Ruang Rapat Utama DPRD Provinsi NTB.
Mataram, Garda Asakota.-
Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB
melalui, Sekretaris Daerah (Sekda), Ir H Rosiyadi Sayuti, mengatakan perlambatan
penurunan angka kemiskinan di Provinsi NTB disebabkan oleh karena kemiskinan
yang tersisa merupakan kategori sangat miskin dan bersifat multi dimensi. “Sehingga
membutuhkan perlakuan khusus untuk mengentaskan 13 persen penduduk miskin yang
berada dalam kerak kemiskinan dengan kondisi kronis yang bersifat parah dan
persistance. Semakin kecil tingkat kemiskinan maka semakin sulit,” kata
Rosiyadi Sayuti saat mewakili Gubernur NTB, DR TGH M Zainul Majdi dalam menyampaikan
Jawaban Gubernur NTB atas Pemandangan Umum (PU) Fraksi-fraksi DPRD NTB Terhadap
LKPJ Tahun 2017 dan LKPJ Akhir Masa Jabatan (AMJ) Tahun 2013-2018, pada Rabu 02
Mei 2018 di Ruang Rapat Utama DPRD Provinsi NTB.
Dijelaskannya, terkait dengan data
kecepatan penurunan angka kemiskinan tahun 2013 sampai 2017 pihaknya menjelaskan
bahwa upaya penurunan kemiskinan di NTB dilakukan secara terintegrasi,
sistematis, dan berkelanjutan, sehingga hasil yang dicapai tahun ini juga tidak
lepas dari dampak program-program penanggulangan kemiskinan yang telah
dilaksanakan pada tahun sebelumnya.
“Rata-rata penurunan kemiskinan 0,99
persen per tahun diukur selama periode 2008-2017 dibandingkan dengan rata-rata
nasional pada periode yang sama 0,65 persen per tahun, begitu juga selama
periode 2013-2017, rata-rata penurunan kemiskinan NTB sebesar 0,55 persen per
tahun juga masih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 0,34
persen per tahun. sehingga NTB dikategorikan sebagai salah satu provinsi yang
progresif dalam penurunan angka kemiskinan,” jelasnya.
Dikatakannya, beberapa terobosan
telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi seperti meluncurkan program melawan
kemiskinan dari desa, dimana program ini menurutnya mengintegrasikan beberapa
program dengan fokus pada desa-desa termiskin berdasarkan basis data terpadu. “Menguatkan
kembali kesepakatan bersama dengan kabupaten/kota dalam percepatan
penanggulangan kemiskinan, mengoptimalkan potensi-potensi sumber pendanaan
termasuk dari stakeholder, serta mengoptimalkan intervensi bersama dalam
penanggulangan kemiskinan lintas perangkat daerah dan lintas kabupaten/kota. Untuk
efektivitas dan progress dampak dari program melawan kemiskinan dari desa masih
menunggu rilis resmi bps pada tahun 2018 ini. program melawan kemiskinan dari
desa ini dilanjutkan pada tahun anggaran 2018 dengan cakupan yang lebih luas,”
kata Rosiyadi.
Menjawab pertanyaan Fraksi PDI
Perjuangan terkait dengan realisasi belanja terhadap SKPD yang menunjang
pertumbuhan ekonomi diatas 90 persen dengan alokasi dana yang cukup besar, hal
ini tidak sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, dijelaskannya bahwa
pertumbuhan ekonomi NTB selama periode tahun 2013 – 2017 rata-rata diatas 6
persen. Pertumbuhan ini menurutnya cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata
pertumbuhan nasional sekitar 5 persen.
“Capaian ini merupakan implikasi dari
berbagai program dan kegiatan yang telah dilaksanakan, namun demikian
pemerintah terus menjaga pertumbuhan ini dan diharapkan mampu mendorong
peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penguatan perencanaan pembangunan
dengan menerapkan perencanaan berbasis elektronik untuk menghindari tumpang
tindihnya pembiayaan penganggaran, menjamin program yang dilaksanakan tepat
sasaran, serta sinkronisasi program kegiatan antara pemerintah pusat,
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota,” pungkasnya. (GA. 211/215*)