Plt Kadikes NTB, Marjito, S Si., SKM., M.Kes didampingi Kabag Pemberitaan Biro Humas Setda Provinsi NTB, Lalu Ismunandar, serta jajaran Dikes NTB saat menggelar konpers Rabu 23 Mei 2018 di Media Center Biro Humas Setda Provinsi NTB.
Mataram, Garda Asakota.-
Kabupaten Dompu menjadi satu daerah
di NTB yang tertinggi persentase angka prevalenci kurang gizi. Menurut data
yang dirilis oleh Dinas Kesehatan Provinsi NTB, persentase prevelensi kurang
gizi di Kabupaten Dompu yakni sebesar 33 % di tahun 2017.
“Prevelensi kurang gizi tertinggi ada
di Kabupaten Dompu yakni sebesar 33 % dan terendah ada di Kabupaten Lombok
Barat sebesar 19,1 %,” kata Plt Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, Marjito, S
Si., SKM, M Kes., saat menggelar konferensi pers dengan puluhan wartawan di
NTB, Rabu 23 Mei 2018, di Media Centre Biro Humas Setda Provinsi NTB.
Menurut Marjito, data prevalensi
kurang gizi diperoleh Dikes NTB melalui kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG)
yang dilakukan setiap tahun. Kurang Gizi, menurutnya, adalah salah satu indikator
pertumbuhan balita yang menggambarkan berat badan relatif dibandingkan dengan
umur anak. “Indikator ini digunakan untuk menilai apakah seorang anak beratnya
kurang atau sangat kurang dan memberikan indikasi masalah gizi secara umum
karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan,” jelasnya.
Penyebab masih tingginya prevalensi
kurang gizi di NTB menurutnya cukup banyak dan kompleks antara lain terkait
tingkat kemiskinan, usia pernikahan yang masih rendah, pola asuh dan penyakit-penyakit
infeksi, diare maupun penyakit bawaan sejak lahir.
Plt Kadikes NTB, Marjito.
“Untuk mengatasi kondisi tersebut
dibutuhkan upaya yang menyeluruh dan terintegrasi dengan melibatkan seluruh
stake holder terkait,” kata pria yang berasal dari Jenepria Lombok Tengah ini.
Dikes NTB sendiri dalam mengatasi
terjadinya prevalensi kurang gizi ini melakukan kegiatan-kegiatan penambahan asupan
gizi dan vitamin bagi balita di seluruh Puskesmas se-NTB. “Pada tahun 2017,
alokasi anggaran dari APBD I untuk mengatasi prevelensi kurang gizi ini sekitar
Rp1,3 Milyar,” cetusnya.
Selain masalah kurang gizi, Marjito
juga memaparkan masalah gizi lain yang mengemuka seperti kasus Stunting atau balita
yang mengalami pertumbuhan fisik yang lambat ‘kependekan’. Stunting menurut
Marjito adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan
gizi kronis sehingga tubuh anak terlalu pendek untuk usianya.
“Data hasil PSG tahun 2017 menunjukan
prevalensi stunting di NTB sebesar 37,2 % lebih tinggi dari rata-rata Nasional
yaitu 29,6 %. Angka tersebut juga meningkat jika dibandingkan tahun 2016 yaitu
29,9 % atau naik 7,29 %,” papar Marjito.
Berdasarkan data yang dirilis Dikes
NTB, prevalensi stunting tertinggi di NTB yakni Kabupaten Sumbawa yakni 41,9 %
disusul Lombok Tengah 39,9 %, Kabupaten Dompu sebesar 38,3 %, Kota Mataram
sebesar 37,8 %, Lombok Utara 37,6 %, Kabupaten Bima 36,6 %, Kota Bima 36,3 %,
Lombok Barat sebesar 36,1 %, Lombok Timur 35,1 % dan terendah di Kabupaten
Sumbawa Barat yaitu 32,6 %. (GA.
211/215*).