-->

Notification

×

Iklan

"MERAWAT BIMA DENGAN KEJUJURAN"

Thursday, May 3, 2018 | Thursday, May 03, 2018 WIB | 0 Views Last Updated 2018-05-04T00:03:28Z
           Oleh: Hazairin


"Kita boleh berbeda pandangan, perbedaan itu bukan pangkal perpecahan. Kita juga tdk sedang bertentangan. Upaya menemukan saudara sebathin dan sahabat sejiwa memang membutuhkan waktu dan kesabaran belajar".

BIMA dalam dimensi pengelolaan memang terpuruk dan terbelakang berdasarkan data statistik sulit untuk dibantah karena selurus dengan fakta ketimpangan yang nampak di lapangan sosial. Saya harus menyebut bahwa pemerintah daerah absen dan keliru menyasar pemerataan. Fakta ini memicu kesimpulan bahwa strategi pembangunan daerah tdk menggali akar kebutuhan masyarakat pedesaan sebagai pilar penyangga pemerintahan daerah. Maka, tidak salah kebijakan publik pemerintah daerah dikritisi.

Apa maksud kritikan itu?

Tak lain share kecintaan pada tempat asal bahwa mayoritas warga kita yang terasing secara SDM & terbelakang secara mental tidak boleh dibiarkan tersandra oleh kebijakan publik yang menyimpang dari kebutuhan jiwa raga publik. Itu sebabnya, semua yang punya derajat pengetahuan & pengalaman harus rela mengambil andil sebagai corong publik sehingga pembangunan memenuhi suasana kebathinan publik agar kebahagiaan orang-orang Desa tumbuh dan bersemi di bawah rimbunan pohon kejujuran yang memperisai obsesi dan tujuan daerah.

Saat yang sama, institusi publik yang diberdayakan dengan uang masyarakat 1,8 triliun tidak sungguh-sungguh dijalankan untuk membangun kepentingan publik. APBD 1,8 triliun adalah hak RAKYAT KABUPATEN BIMA yang dihitung berdasarkan total jumlah kepala rakyat. Posisi Pemda hanya kuasa kelolah berdasarkan mandat publik dan tidak dibenarkan mengambil untung. Sebab, gaji aparatur, honor, tunjungan serta fasilitas lainnya telah dijamin oleh Negara sebagai hak yang halal bersumber dari APBD.

Rakyat membutuhkan apa...?

Pemimpin yang jujur.
Akademisi yang jujur.
Birokrat yang jujur.
DPRD yang jujur.
Guru yang jujur.
Aktivis yang  jujur.
Politisi yang jujur.
Alim ulama yang jujur.
Cendekiawan yang jujur.
Pedagang yang jujur.
Kontraktor yang jujur.
Penegak hukum yang jujur.

Rakyat sedang menunggu kejujuran itu. Mereka tdk pandai bicara tetapi punya kepekaan bathin merasakan ketidakjujuran yang berlangsung kolektif.

Peristiwa sosial yang memporak-porandakan keprihatinan adalah wujud protes publik atas ketidakjujuran. Suasana perasaan publik jauh lebih tajam dan jernih membuka pandangan bahwa kejujuran merupakan pusat keselamatan, mempertinggi martabat individu, meluaskan martabat sosial. "Kejujuran" hadir membawa berita gembira jauh sebelum kita lahir dan mengantarkan pada rumah kebahagiaan sebagai "keniscayaan".

Apakah Bima terpuruk karena kebodohan?

Sumbangsih kebodohan terhadap keterbelakangan memang ada tapi bisa di rubah secara sporadis dan demonstatif dengan otoritas politik yang ada sepanjang kejujuran sebagai pangkal kegembiraan dan kebahagiaan sanggup diletakkan sebagai basis kepribadian kepemimpinan. Bukankah semua ummat manusia bermula dari kebodohan yang dicerdaskan dgn Rahmat & RahimNya? Apa mungkin ada curahan kasih sayangNYA ketika kebohongan di rawat?

Bisakah Bima Bangkit?

Sangat bisa!
Kebangkitan adalah soal keberanian hijrah, kesiapan konsep, kemampuan strategi. Penjabaran tehnis tentang konsep & strategi dlm kerangka keberanian hijrah membangun jiwa dan raga publik bertumpa pada nawaitu yang jujur, pikiran yang jujur, sikap yang jujur.

Saya percaya, mimpi besar publik tentang Bima yang aman, Bima yang religius, Bima yang Maju, Bima yang unggul kelak menjadi kenyataan ketika pemimpin formal &  informal sungguh-sungguh menorehkan kejujuran dlm kata, dalam laku, dalam perbuatan.

Kejujuran tidak membutuhkan kesempurnaan! Kejujuran enggan direkayasa sebab kekurangan dan kelebihan sebagai bakat tiap diri adalah karunia yang menguji kejujuran penilaian.*
×
Berita Terbaru Update