Ketua Pansus Raperda Konversi PT Bank NTB Menjadi Bank NTB Syari'ah, H Johan Rosihan ST
Mataram, Garda Asakota.-
Penundaan penyampaian Laporan Panitia
Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Konversi PT Bank NTB
menjadi PT Bank NTB Syari’ah kembali dilakukan oleh Paripurna DPRD NTB pada
Senin 19 Maret 2018. Tercatat penundaan kali ini merupakan penundaan kali yang
ketiga dilakukan oleh Pansus.
Menurut Ketua DPRD Provinsi NTB, Hj
Baiq Isvie Rupaeda SH MH., penundaan ini diakibatkan oleh karena adanya
permasalahan didalam pembahasan Raperda itu yang belum selesai dilakukan.
Menurut srikandi DPRD NTB ini, penundaan ini juga disebabkan Pansus lebih
mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menindaklanjuti draft pengajuan
Raperda oleh pihak Eksekutif.
“Prinsip kehati-hatian itu sangat
diperlukan dalam membahas Raperda ini. Dan Insya Alloh, penundaan ini tidak
akan mengganggu jadwal atau agenda sidang di DPRD,” jelas Politisi dari Partai
Golkar Provinsi NTB ini usai melakukan penundaan Paripurna DPRD.
Sementara itu, Ketua Pansus I Raperda
Konversi PT Bank NTB menjadi PT Bank NTB Syari’ah menjelaskan penundaan
penyampaian Laporan Pansus disebabkan oleh karena Pansus lebih mengedepankan
prinsip kehati-hatian meski semua Fraksi yang ada di DPRD menyatakan
kesepakatannya terhadap upaya konversi tersebut.
“Namun langkah konversi ini tidak
boleh menimbulkan persoalan hukum dibelakang hari nanti,” cetus pria yang juga
merupakan Ketua Fraksi PKS DPRD NTB ini.
Menurut Johan, pihak Pansus yang
melakukan pembahasan ini bersama dengan pihak Eksekutif dan PT Bank NTB hingga
saat ini belum menemukan suatu rumusan pasal yang membuat konversi ini tidak
mengganggu soal Akte Pendirian Bank NTB, perubahan AD serta aspek modal PT Bank
NTB.
“Sebab begini kalau kita menggunakan
rumusan awal dari draft yang diajukan pihak eksekutif, itu artinya kita
melakukan konversi dengan membubarkan Bank NTB. Disitu letak persoalannya,
apalagi pihak Kejaksaan sudah memberikan Pendapat Hukum atau Legal Opinion nya
yang menyatakan bahwa perlu diatur satu pasal tersendiri yang mengakomodir
status pendirian Bank NTB,” terang Johan.
Lanjut Johan, Bank NTB itu didirikan
dengan Perda Nomor 07 Tahun 1999, sementara Raperda yang diajukan oleh pihak
Eksekutif saat ini bersifat mencabut Perda pendirian tersebut. “Dengan mencabut
Perda itu berarti status hukum Bank NTB sudah tidak ada. Padahal tujuan kita
hanya melakukan konversi atau merubah bentuk usaha dari PT Bank NTB.
Permasalahan inilah yang belum mendapatkan titik temu hingga saat sekarang ini,”
timpalnya.
Perubahan bentuk kegiatan usaha, jika
itu dilakukan, maka akan merubah lebih dari 50 % materi Perda seperti aspek
modal, komposisi organisasi, jajaran direksi, dan banyak materi lain yang ikut
mengalami perubahan. “Sementara berdasarkan UU tentang pembentukan Perda, jika
terjadi perubahan materi Perda lebih dari 50 % maka wajib dibuatkan Perda baru,”
kata Johan.
Saat sekarang ini, lanjutnya, pihak
Pansus tengah berupaya mencari satu formulasi pasal agar Perda Nomor 07 tahun
1999 itu bisa terakomodir. “Solusinya adalah kita membuat satu pasal yang
mencabut Perda Nomor 07/1999, akan tetapi materi Perdanya tetap terakomodir dalam
Perda baru. Insya Alloh, kami meminta waktu satu atau dua pekan lagi kepada
pimpinan untuk menemukan formulasi yang tepat terhadap masalah ini dengan
melakukan langkah konsultasi kepada Otoritas Hukum yang mengeluarkan Akte
Pendirian yakni Kemenkumham dan Dirjen Otda terhadap satu rumusan pasal yang
sudah kami rancang tersebut,” ujarnya. (GA.
211*).
Baca Juga :
http://www.gardaasakota.com/2018/02/diduga-masa-jabatan-direksi-bank-ntb.html
http://www.gardaasakota.com/2018/03/ojk-akui-setujui-perpanjangan-masa.html
http://www.gardaasakota.com/2018/03/uji-persetujuan-ojk-pansus-raperda-bank.html
http://www.gardaasakota.com/2018/03/bank-ntb-dideadline-ojk-gelar-rups.html
http://www.gardaasakota.com/2018/03/jpn-benarkan-perpanjangan-jabatan.html