-->

Notification

×

Iklan

Catatan akhir Tahun; MENGUJI VISI KEKUASAAN & KESADARAN PUBLIK".

Saturday, December 9, 2017 | Saturday, December 09, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2021-03-13T14:21:38Z
Hazairin, SH, MH. 

Sejak IDP dinyatakan terpilih secara politik berdasarkan hasil penetapan KPU Kabupaten Bima hingga di lantik dan di ambil sumpah jabatan sebagai Bupati Bima periode kepemimpinan 2016-2020, kekuasaan IDP tidak pernah sepi dari kritik publik yang menuntut pengelolaan kekuasaan yang transparan, akuntabel, efisien, serta efektif. 

Tuntutan & kritik publik dapat dibenarkan dalam perspektif kekuasaan IDP yang tengah mengalami distorsi & dis-orientasi. Distorsi karena moral kepemimpinan tidak mengakar di ruang publik, dis-orientasi karena janji politik  mengalami tanda kepunahan berdasarkan evaluasi perjalanan kekuasaan dan pengelolaan kekuasaan di rentang usia dua Tahun kepemimpin politik IDP yang bergerak paradoksal.

Visi Religius.

"Aspek Religius" tidak nampak sebagai kesadaran kolektif publik maupun kesadaran kolektif struktural di semua institusi penyelenggara pemerintahan di berbagai level. Visi religius hanya slogan himbauan dan praktek pesantren sehari namun hilang menahun. 

Impelementasi visi religius dapat diukur keberadaannya dari populasi masyarakat yang secara sadar menampakan rutinitas kontinu memakmurkan masjid, adanya membangun tatanan sosial berbasis majelis ta'lim secara luas dan merata pada semua titik di 191 Desa, diperkuat dengan regulasi Daerah sebagai dasar kekuatan yang memaksakan ketaatan aparatur perangkat Daerah diberbagai jenjang fungsi dan jabatan.

"Visi Keamananan"

Yang terlihat oleh pandangan mata, visi keamanan justru menampakkan percikan konflik di suatu tempat, kembali tumbuh dibanyak tempat dengan wajah serta topik bahasan yang sama. 

Pemda terpaksa mengeluarkan biaya yang tidak kecil untuk menopang tugas operasi pengamanan Kantibmas Polres dilapangan, sementara peran Kesbangpol sebagai mata dan telinga Kepala Daerah tidak mampu memaparkan persoalan secara akurat dan bertanggung jawab untuk mengkonsepsi solusi dihadapan Kepala Daerah. 

Akibatnya, Kepala Daerah kehilangan kebijakan publik menjawab persoalan konflik secara konsep. Pada saat yang sama, konflik sosial yang terjadi justru teratasi dengan baik oleh TNI. Tapi, keesokan hari muncul lagi percikan pada teritorial yang berbeda. ( baca berita opsus intel, "mereka ada tapi tidak terlihat").

"Visi Makmur" hanya mimpi yang berpelukan dengan janji yang tak kunjung berwujud dalam kekuasaan IDP. Angka kemiskinan yang cukup tinggi, pengangguran yang membengkak, PAD yang kecil, APBD yang sangat rendah adalah hambatan tersendiri pada satu sisi dan pada sisi lain kekuasaan IDP serta perangkat aparatur mengalami persoalan paradigmatik dan epistimologis.

Sebagai contoh: APBD Rp1,8 Triliun jika dibagi kepada 400 ribu orang mengambil statistik pemilih maka per-orang memperoleh Rp4.5 jt per-Tahun. Jika dibagi kepada 400 ribu orang per hari maka per-orang mendapatkan Rp12.000,00. Kita belum menghitung serapan APBD untuk menggaji 12 ribu pegawai, meliputi; ASN 6000 orang, honorer 4000 orang, K2 2000 orang. 

Ditambah menyerapan APBD untuk gaji 45 Anggota DPRD Kabupaten. Berdasarkan postur APBD, jumlah aparatur dan jumlah masyarakat maka secara logis dan statistik kita musti membenarkan bahwa Kabupaten Bima berada dalam garis kemiskinan! Tetapi problem dasarnya, ada pada mentalitas struktural aparatur yang tidak punya moral keberpihakan pada kepentingan publik!

"Visi handal" secara internal SDM rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi, sementara secara ekternal kekuasaan IDP secara strategis belum terlihat menampakan kemampuan mengkonsepsi potensi daerah untuk dijual ke berbagai stackholder sebagai ikhtiar melakukan langkah terobosan alternatif membangun daerah agar penyelenggaraan pemerintahan tidak berpaling menghakimi PAD yang kecil dan APBD yang rendah sebagai episentrum stagnasi pembangunan.  

Padahal, kemajuan daerah sangat ditentukan oleh "paradigma kepemimpinan & mentalitas pemimpin yang berani mengambil resiko berpihak kepada kepentingan publik".

"Hambatan Visi Kekuasaan IDP"

Kegelapan visi kekuasaan IDP di ruang publik sejalan dengan kemiskinan mentalitas struktural dilevel pengelolaan, akibatnya kegaduhan yang beranjak meluas sejak 2016-2017 di sejumlah Kecamatan adalah gambaran kegelapan visi yang bertautan dengan krisis etik yang menerpa kekuasaan IDP. Dalam  catatan saya dilatarbelangi oleh beberapa hal, yakni:

1. Visi-Misi yang di usung IDP hanya dirancang sebagai syarat administrasi pencalonan, bukan visi-misi yang lahir dari produk pikiran ideologis yang mengapresiasi aspek sosiologis kehidupan publik serta tidak menggali akar filosofis keluhuran daerah.

2. Parpol pengusung tidak memeriksa & mengakreditasi visi-misi itu sehingga menarik parpol pengusung untuk dituntut bertanggung jawab atas kegelapan penyelenggaraan kekuasaan IDP sangatlah beralasan.

3. Parpol yang secara politik tidak mengusung IDP gagal mempertegas garis perjuangan politik sebagai oposan dalam parlemen. Fenomena ini dapat di baca sebagai kenyataan betapa rapuh dan krisis ketua-ketua Partai sehingga mereka turut tenggelam dalam jurang kegelapan bersama kekuasaan IDP. Kemiskinan kas partai mendorong ketua partai terpaksa bersekongkol dengan kekuasaan tanpa memperdulikan keharusan menjaga martabat partai dan keluhuran visi politik partai.

Dengan demikian, awan kegelapan kepemimpinan IDP telah memberi isyarat sejak awal pelantikan. Awan kegelapan itu makin tebal menyertai obsesi IDP yang bermaksud bergerak maju secara manusiawi, tetapi visi yang gelap enggan dikunjungi keajaiban datangnya kabar gembira.

"Kesadaran Publik"

Publik dalam situasi menghadapi kekuasaan yang fakum secara etik & miskin visi harus mengambil jarak tanpa perlu mendelegitimasi keberadaan  pemerintahan sebagai sistem yang melayani kepentingan publik betapapun penyelenggara sistem terlihat gagap & gugup. Hakikat publik mengambil jarak terhadap kekuasaan yang fakum etik dan miskin visi tak lain agar kekuasaan dapat dikontrol seraya  bekerja melakukan konsolidasi secara berjenjang yang berujung pada maksud agar kekuasaan dikelolah secara patut dan bermartabat.

Ruang publik sebagai sarana juang agar tumbuh kepercayaan publik, membutuhkan visi yang luas, ekonomi yang memadai, moral yang tinggi. Konsolidasi publik yang rapi dalam ikatan bathin kesadaran saling memanusiakan meniscayakan kerontokkan kejayaan kekuatan politik yang miskin visi. Konsolidasi publik meskipun dalam jumlah kecil sepanjang tegak konsisten pada watak & visi pembaharuan maka sepadan jumlahnya dengan (400) empat ratus ribu pemilih.

Fenomena segelintir publik yang secara sadar mengambil jarak dgn kekuasaan IDP, mampu membuat kekuasaan IDP terpuruk dari sisi pembangunan sektor pertanian sebagai sumber energi politik IDP. Bahasa lain, IDP tidak diberi ruang meluaskan akses ekonomi di atas otoritas politik dengan menunggangi sektor pertanian. Saat yang sama, tak satupun IDP maupun gerbong politik pendukung mampu dan berani menunjukan kebenaran perjuangan IDP dari sektor pertanian lewat debat diruang publik!

"Kesimpulan"

Di Tahun 2018-2019 kekuasaan IDP sulit beranjak sembuh mengobati luka publik di Tahun 2016-2017. Penyebabnya; IDP tidak punya nyali keluar dari sandra kepentingan eksternal yang punya andil investasi ekonomi untuk kemenangan politiknya.

IDP rendah basis sumber daya personal dan sumber daya kelembagaan politik memahami hakikat birokrasi sebagai rumah rakyat, dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Meminjam istilah Ryas Rasyid, "gavermant of the people, by the people, and for the people".

IDP secara internal birokrasi tidak mampu menggerakkan dan meyakinkan aparatur sebagai sumber energi utama menyelaraskan visi-misi dalam merumuskan program kerja pembangunan daerah. Akibatnya, program eksekutif yang disahkan dalam paripurna Dewan, ada banyak sekali yang tidak sejalan dengan visi-misi IDP. Artinya, kendali IDP selaku Bupati terhadap roda pemerintahan sangat kecil, betapapun semua rancangan eksekutif turut diketahui dan di setujui IDP selaku Kepala Daerah. (Baca pengesahan APBD 2018).

Ketika situasi di atas bertemu dengan arus sosial yang kian massif dan secara konsisten memukul titik lemah IDP secara terus menerus dan teratur terkait pengelolaan kekuasaan, maka harapan IDP mengantarkan Bima di gerbang kemajuan dengan APBD 1,8 triliun yang sangat rendah, bersinggungan dengan kekuasaan yang kehilangan orientasi membangun terobosan, di titik itu akal sehat saya berkata "IDP akan menemui hambatan & tantangan yang tidak ringan menyertai perjalanan kepemimpinan hingga akhir periode kepemimpinan dengan menyisahkan kekecewaan mendalam di ruang publik. Wallahua'lam Bissawab*).
×
Berita Terbaru Update