-->

Notification

×

Iklan

*POLITIK ETIS dan MAGNET AHYAR MORI* *Suhaili antara Ambisi dan Fakta*

Sunday, September 24, 2017 | Sunday, September 24, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2017-09-24T13:05:33Z
Oleh: Salahuddin Dino


         Politik itu seni mengelola kemungkinan, karena itu bagi setiap kontestan politik akan diuji kesiapannya dalam menghadapi dinamika yang terjadi dalam setiap percaturan politik (Pilpres, Pilgub, Pilkada, Pilkades dan Pileg). Dalam hal ini mereka yang ingin maju tentu harus siap menjawab sejumlah syarat untuk bisa lolos sebagai calon. Banyak hal yang harus diperhatikan; terutama mengenai kesiapan modal dan adanya instrumen pendukung yang memadai, hitungannya tidak sekedar maju menjadi calon penggembira, akan tetapi harus fight totalitas dengan menjawab semua syarat untuk bisa menang. Barometer untuk menilai siapa yang ingin maju sebagai calon penggembira itu bisa diukur dari kesiapannya akan dua hal yang disebutkan diatas. Disini popularitas dan elektabilitas sangat menentukan siapa yang berpeluang maju untuk menang dan siapa yang maju sekedar penggembira.

           Terdapat dua jalur yang disyaratkan oleh UU untuk bisa maju menjadi Calon Kepala Daerah antara lain jalur formal melalui dukungan sejumlah partai koalisi dan jalur indepeden melalui foto kopy KTP dan surat dukungan resmi dari pemilih. Menarik  jika kita hubungkan dengan Pilgub NTB yang tengah alot dalam proses perebutan tiket untuk dapat lolos dengan harus mengantongi minimal 13 kursi partai pengusung bagi bakal calon yang maju jalur partai dan 300 ribu sekian KTP beserta surat dukungan resmi bagi bakal calon yang maju jalur independen (nonpartai).

Boleh kita membedah peluang dari para bakal calon gubernur dan wakil gubernur NTB 2018-2023, antara lain:

          Pertama Ahyar Abduh adalah bakal Cagub berpasangan dengan Cawagub Mori Hanafi telah resmi mendapatkan SK dukungan dari partai Gerindra & PPP (14 kursi), sejumlah partai lain yang belum disebutkan akan segera nyusul memberikan dukungan resmi kepada Ahyar Mori, disini kita hanya ingin mempertegas bahwa untuk syarat pencalonan pasangan Ahyar Mori sudah terpenuhi, AMAN. Sementara yang lain masih terlunta-lunta belum jelas, belum ada kepastian sampai hari ini. Untuk sementara harus diakui bahwa Ahyar Abduh sudah dua kali melangkah maju dari bakal calon lain, faktanya partai pengusung sudah jelas memenuhi syarat pencalonan (13 kursi) dan pasangannya Mori Hanafi juga sudah AMAN.

         Kandidat lain yang muncul adalah Suhaili FT yang konon kabarnya telah direkomendasikan secara tunggal oleh DPP Golkar bulan Maret lalu dibawah kepemimpinan Setya Novanto sebelum beliau terjerat sebagai tersangka kasus korupsi E-KTP. Sekarang rekomendasi DPP Golkar itu telah menjadi bayang-bayang belum mendapat kepastian dengan siapa Suhaili harus bergandengan (Cawagub). Sejumlah partai yang belum pasang badan masih banyak yang bisa digarap oleh semua bakal calon, dalam hal ini bukan hanya soal partai yang menjadi pertimbangan akan tetapi siapa Cawagub Suhaili yang kira-kira bisa mendongkrak kekuatannya sehingga Suhaili maju tidak sekedar menjadi calon penggembira. Disini Suhaili mendapatkan tantangan berat sebab ada sejumlah nama yang digadang gadang menjadi Cagub dan Cawagub masih saling tarik menarik kesiapannya menjadi Calon Wakil atau justru ingin menjadi Cagub.

          Sebut saja misalnya Rohmi kakak kandungnya TGB (Gubernur NTB sekarang) sedang hangat diisukan akan berpasangan dengan Suhaili (Golkar-Demokrat), namun sisi lain Rohmi sendiri semenjak pertama muncul sampai sekarang tetap menyatakan sikapnya tidak akan pernah menjadi 02 dari siapapun, termasuk dengan Dr. Zulkiflimansyah yang konon juga ingin maju menjadi Cagub NTB 2018-2023 berpasangan dengan Rohmi. Sebaliknya jika Rohmi maju sebagai cagub terus harus berpasangan dengan siapa ? Nama calon wakil Rohmi pun belum ada sampai hari ini belum jelas, sementara Dr. Zul dan Suhaili masing masing ngotot juga untuk maju sebagai cagub, tidak ada yang mau jadi cawagub. Disini kita menemukan dilema besar bagi tiga nama diatas. Jika demikian keadaannya maka bisa mungkin Suhaili melirik pasangan yang lain. Nama cawagub lain yang muncul adalah HM. Amin (Nasdem) yang juga konon ingin dilamar oleh Suhaili, termasuk oleh Rohmi dan juga Lalu Rudi (belum ada kejelasan dan atau kepastian).

        Terakhir yang diisukan yang akan bergandengan dengan Suhaili adalah H Aris Muhammad dari PBB (3 kursi). Issu H. Aris Muhammad berpasangan dengan Suhaili itu bukan bersumber dari kubu Suhaili tapi merupakan keinginan H. Aris Muhammad sendiri pasca lamarannya ditolak oleh Ahyar Abduh dengan beberapa pertimbangan SWOT bahwa H. Aris Muhammad terukur belum begitu siap untuk menjadi cawagub yang punya daya fighter, kecuali sekedar ingin maju sebagai calon penggembira dengan cagub lain. Jadi siapa yang akan berpasangan dengan Suhaili?, tentu finalnya akan bergantung penuh pada keputusan politik Suhaili, apakah siap menerima H. Aris Muhammad menjadi calon wakilnya atau tidak, ini juga belum ada kepastian dan semua masih berharap harap cemas.

         Jika Suhaili mengambil H. Aris Muhammad maka yang terjadi adalah koalisi Golkar-PBB; dimana internal Golkar pecah; sebagian ke Suhaili dan sebagiannya juga pasti ke Ahyar Abduh selaku kader Golkar yg selama ini besar menjadi DPRD dan Walikota Mataram 2 periode atas nama partai Golkar. PBB pun tidak bisa sepenuhnya memberikan dukungan atas nama H. Aris Muhammad selaku Bendahara DPP PBB sebab ada Kiyai Zul di NTB yang juga ingin maju sebagai Cagub jalur Independen. Kendati Kiyai Zul maju jalur Independen akan tetapi Kiyai Zul selaku Ketua DPW PBB NTB tetap dipastikan memiliki banyak pendukung fanatik di tingkat pengurus DPD dan DPW PBB NTB. Artinya jika PBB terpaksa merekom H.Aris Muhammad berpasangan dengan Suhaili atau jika terpaksa Suhaili mengambil H.Aris Muhammad sebagai calon wakilnya maka rekomendasi itu adalah rekomendasi simbolik saja yang tidak terlalu signifikan pengaruhnya untuk menambah kekuatan Suhaili. Nah disini sudah mulai terbuka, beranikah Suhaili mengambil H.Aris Muhammad sebagai wakilnya dalam keadaan posisi H.Aris Muhammad yang belum begitu dikenal atau elektabilitasnya yang sangat rendah?, apalagi sudah ada Mori Hanafi (Wakil Ketua DPRD NTB) yang mewakili Bidos sudah resmi berpasangan dengan Ahyar Abduh (Walikota Mataram).

         Jika Suhaili berani mengambil H. Aris Muhammad maka pilihan politik Suhaili adalah pilihan Politik bunuh diri. Tapi saya yakin Suhaili sudah mempertimbangkan itu dengan matang sehingga tidak kaget kita dengan tiba-tiba muncul lagi nama Suhaili berpasangan dengan St.Rohmi dan atau HM. Amin, ada juga yang mengisukan Suhaili-Nuri. Lagi-lagi Suhaili masih dalam dilema besar, ditambah lagi dengan masalah pertimbangan internal golkar masih pecah kongsi, antara Suhaili atau justru Ahyar Abduh yang akhirnya direkom oleh Golkar.

Wallahualam'Bissawab,
Kita tunggu kejutannya..!!
*=bersambung=*
×
Berita Terbaru Update