-->

Notification

×

Iklan

Derita Warga Pulau Matalaang Pangkep Berjuang Mencari Pengobatan, Bikin Trenyuh

Saturday, August 5, 2017 | Saturday, August 05, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2017-08-08T13:47:07Z


Kota Bima, Garda Asakota.-

           Basran dari Pulau Matalaang Itu Telah 'Pulang'. Dengan Katinting Jenazah Diberangkatkan, menerjang hempasan gelombang laut dari Perairan Wera menuju Pulau Matalaang Pangkajene. 10 jam membelah laut.

         Innalillahiwainnalillahiroziun, semua telah ditakdirkan. Semua telah digariskan pada mi'raz nya masing-masing. "Setiap yang bernyawa, pasti akan mengalami kematian pada saatnya," demikian tulisan Julhaedin atau akrab disapa Rangga Babuju di dinding FB nya sekitar pukul 02.00 dini hari, Sabtu (5/8). Masih ingat dengan BASRAN...? Remaja umur 19 tahun berasal dari Pulau Matalaang Desa Sabalana Kecamatan Sapukang Kabupaten Pangkajene Kepulauan Sulawesi Selatan, yang diantar oleh beberapa orang keluarganya menggunakan Katinting (Monto: Bima) atau sampan kecil dengan panjang sekitar 5 meter dengan menggunakan mesin kecil, tanpa lampu, tanpa atap yangg memadai, tanpa tempat duduk. Katinting yang digunakanpun cukup untuk memuat 10 orang saja.

        Dini hari ini tadi, kata dia, sekitar pukul 01.05 Wita, BASRAN menghembuskan nafas terakhirnya di PKM Wera. Menurut dokter Vetty Rahmawati Rusdi, yang menginformasikan hal ini, bahwa (alm) Basran awalnya menderita panas tinggi. Setelah diperiksa, ia didiagnosa infeksi sehingga komplikasi menjadi Tipes, akibatnya terjadi penurunan kesadaran. "Alm diantar oleh keluarganya pada hari Rabu kemarin (2/8) dari Pulau Matalaang ke PKM Wera setelah menempuh perjalanan 12 jam dengan Katinting. Tanpa BPJS, tanpa KIS, tanpa jaminan apapun. Hanya berbekal KTP. Sementara keluarganya yang mendampingi tidak ada satu pun yang bisa berbahasa Indonesia," ungkapnya seperti ditulis Rangga Babuju.

         Menurutnya, kepedulian warga Wera dan postingan beberapa akun di Medsos, sehingga muncul simpati kemanusiaan dari berbagai pihak. Bantuan seala kadarnya pun terkumpul. Bantuan dalam bentuk uang langsung dialokasikan untuk pembelian obat-obatan yang dianggap dibutuhkan di Bima, karena di PKM wera sendiri tidak tersedia. Sejatinya akan dirujuk ke PKU Muhammadiyah Bima, namun keluarga Basran menolak karena tidak ada biaya, tidak ada keluarga dan belum pernah ke Bima sebelum ini. "Mereka menolak karena takut kesasar bang, meski pun sudah kami bujuk dan keluarganya sudah pasrah, cukup dirawat di PKM Wera" cerita Dokter Vetty.

       Malam tadi, lanjut Rangga Babuju, duka dan kesedihan mengantar kepergian (alm) Basran. Silih berganti warga Wera yang mengetahuinya datang melihat untuk terakhir kalinya. Keluarganya ngotot harus pulang tengah malam tadi menuju Pulau Maatalang, tempat Basran berdomisili. Di pulau itu, listrik dan signal HP tidak ada. Dana sisa bantuan dari berbagai pihak pun diserahkan, sebagian digunakan untuk membeli solar untuk ketinting yang mereka gunakan. Mereka akan menempuh perjalanan 10 jam menerjang gelombang dan hempasan ombak, menahan terpaan angin malam dengan kondisi suhu dingin menusuk persendian, dari perairan Wera Bima menuju Pulau Maatalang.
 "Kata keluarganya tadi, jika mereka star jam 2 dini hari ini, mereka akan sampai pada jam 12 siang esok bang" tutur Dokter Vetty yg saat ini berada di PKM Wera.

        Selamat Jalan Basran, remaja gagah, Korban dari ketidakmerataan Pembangunan di Indonesia bagian Timur. Mereka memilih dirawat menuju Bima karena jarak lebih dekat ketimbang ke Pangkajene daratan. Selain karena ganasnya ombak selat Makassar, juga jarak tempuh sekitar 15 -20 jam dengan menggunakan Katinting. Sabalana adalah Sebuah Desa kepulauan, salah satunya kepulauan Matalaang. Warganya hidup tanpa listrik yang memadai (hanya dibekali Genset), tanpa signal seluler. Jarang dikunjungi oleh pejabat daerah kecuali menjelang pemilu. Tak ada sekolah, tak ada tempat berobat, tak ada perawat sehingga pelayanan kesehatan dan pendidikan nyaris tak ada. Aktifitas masyarakat hanya melaut. Selamat jalan Basran, tidak banyak yang bisa kami perbuat dan membantu. Tidak banyak yang bisa kami suguhkan untuk mu dan keluarga mu, saudara ku. Tuhan punya cara untuk memerdeka kan mu dari segala penderitaan dan membebaskan mu dari perjuangan yang telah digariskan Nya. "Semoga Khusnul Khatimah, Alfatiha," tutup Julhaedin. (GA. 212*)
×
Berita Terbaru Update