-->

Notification

×

Iklan

MEMBANGUN KERAKTER PESERTA DIDIK DENGAN BUDAYA LITERASI

Sunday, April 23, 2017 | Sunday, April 23, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2017-04-23T01:06:27Z

Foto:Muh Ainul Basyirah 
Indonesia merupakan negara yang mutu pendidikannya masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain bahkan sesama anggota negara ASEAN pun kualitas SDM bangsa Indonesia masuk dalam peringkat yang paling rendah. Hal ini terjadi karena pendidikan di Indonesia belum dapat berfungsi secara maksimal. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus segera diperbaiki agar mampu melahirkan generasi yang memiliki keunggulan dalam berbagai bidang, baik itu aspek intelektual dan yang terpenting karakter peserta didik supaya bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa lain dan agar tidak semakin tertinggal karena arus global yang berjalan cepat.
          Untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia diperlukan sistem pendidikan yang responsif terhadap perubahan dan tuntutan zaman. Perbaikan itu dilakukan mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus menggunakan sistem pendidikan dan pola kebijakan yang sesuai dengan keadaan Indonesia. Dalam konteks pendidikan , menurut tim dosen FIP IKIP Malang pendidikan merupakan kehidupan itu sendiri.

          Sedangkan menurut Redja Mudyahardjo dalam buku pengantar pendidikannya mengatakan bahwa pendidikan itu sangat luas. Menurutnya, pendidikan adalah segala pengalam belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Salah satu upaya pemerintah menjadikan pendidikan berkualitas adalah melalui meningkatkan budaya literasi (membaca dan menulis).
 
          Masa depan suatu bangsa sangat tergantung pada mutu sumber daya manusianya dan kemampuan peserta didiknya untuk menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Hal tersebut dapat kita wujudkan melalui pendidikan dalam keluarga, pendidikan masyarakat maupun pendidikan sekolah. Dalam khazanah pembelajaran bahasa pada buku filsafat bahasa dan pendidikan karya Alwasilah , literasi diartikan melek huruf, kemampuan baca tulis, kemelekwancanaan atau kecakapan dalam membaca dan menulis.
Membaca hal pertama dan utama yang harus dilakukan oleh seseorang apabila ingin mengubah dirinya ke kehidupan yang lebih baik.

          Membaca merupakan instrumen fundamental dalam melakukan transformasi pribadi, masyarakat, dan bangsa. kualitas suatu lembaga pendidikan ditentukan oleh seberapa jauh tingkat minat baca para peserta didiknya. Pendidikan yang tidak dapat menumbuhkan minat baca akan menemui kegagalan. Sebaliknya, dengan minat baca yang bagus, walaupun tidak mengenyam sekolah tinggi, seseorang niscaya akan berhasil.

          Kondisi pendidikan saat ini memilki potret buram yang tidak bisa kita pungkiri bersama, , tawuran, seks bebas, narkoba, dan kriminalitas lainnya mulai lekat dengan dunia pendidikan kita lantaran melibatkan pelajar. . Sekolah bahkan tidak jarang dianggap hanya sebagai ”penjara” karena justru tidak membuat anak mampu berkreativitas serta berinovasi di bidang keilmuan. Apabila situasi ini tidak dibenahi secara tuntas dan menyeluruh, sulit mengharapkan lahirnya generasi emas yang kelak memegang tampuk kepemimpinan negeri ini, apalagi di tengah deraan krisis moral dan akhlak seperti sekarang ini.

          Maka, literasi diharapkan bisa menjadi pintu untuk mendongkrak permasalahan ini. Penguatan dan pengembangan budaya literasi harus dilakukan untuk mencetak sumber daya manusia unggul yang cerdas dan bermoral. Penguatan budaya literasi ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup, tetapi juga mengejar ketertinggalan kita dari bangsa lain. Buku adalah gudang ilmu dan membaca adalah kuncinya. ”Kunci” inilah yang sekarang ini hilang dari tradisi pendidikan kita. Harus kita pahami bahwa tingginya angka kemiskinan berkorelasi dengan rendahnya kualitas hidup. Karena itu, tradisi membaca harus dikembalikan dan diletakkan sebagaimana mestinya untuk meningkatkan kualitas hidup tersebut.

          Membangun karakter lewat budaya literasi menjadi pilihan yang pas bagi para siswa di sekolah. Secara sederhana, literasi berarti kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Dalam konteks sekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar.
Selain itu, diharapkan budaya menulis akan dengan sendirinya hadir ditengah-tengah anak, sehingga karakter anak akan muncul dan semakin menonjol. Keterampilan menulis dalam hal ini mendukung kemampuan berpikir dan nalarnya. Menempatkan posisi anak sebagai pembelajar menjadi keharusan guru untuk dapat memahami apa yang dilakukan anak, baik yang dibaca maupun yang dituliskannya. Didukung juga dengan keyakinan jika setiap anak bisa membaca dan menulis dengan baik dan benar maka tidak menutup kemungkinan jika budaya literasi akan berlanjut dan mendukung keterampilan lainnya dari siswa.

Bekal kesuksesan yang sudah pasti adalah banyaknya ilmu dan luasnya wawasan seseorang. Salah satu cara termudah dan paling fundamental untuk memperolehnya adalah rajin membaca. Harus ada kesadaran bahwa membaca ialah instrumen yang sangat penting demi memerdekakan manusia dari penjajahan, kebodohan, dan kemiskinan, sehingga membangun karakter generasi muda tidak hanya sekedar wacana belaka. Penulis*Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang. Aktivis Pegiat Literasi Bima Malang Aktivis BEM UMM.
×
Berita Terbaru Update