-->

Notification

×

Iklan

Kaukus Bidos Jakarta Laporkan Steven ke Bareskrim Polri

Tuesday, April 18, 2017 | Tuesday, April 18, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2017-04-17T21:55:49Z
Koordinator Kaukus Bidos Jakarta, Ir. Zulkifli Yusuf, didampingi Tim Advokasi Masyarakat Bidos Jakarta melaporkan SHS ke Bareskrim Polri, Senin (17/04).

Mataram, Garda Asakota.-
Perbuatan Steven Hadisuryo Sulistiyo (SHS) yang diduga telah melecehkan seorang ulama besar sekaligus Gubernur NTB, Dr. TGKH. M. Zainul Majdi, di Bandara Changi, Singapura dan di Bandara Soekarno-Hatta, dengan mengeluarkan kata-kata seperti “Dasar Indo, Indonesia, dasar pribumi, Tiko,” tidak hanya memantik aksi demonstrasi dari ribuan massa Nahdatul Wathan (NW) serta sejumlah elemen pergerakan lainnya yang menuntut agar SHS segera dilakukan proses hukum. Namun juga, memantik kemarahan dari sejumlah warga Bima, Dompu dan Sumbawa yang tergabung dalam Kaukus Masyarakat Bima, Dompu dan Sumbawa (Bidos) Jakarta.
Koordinator Kaukus Bidos Jakarta, Ir. Zulkifli Yusuf, kepada wartawan mengaku pada Senin (17/04) telah melaporkan secara resmi SHS ke Bareskrim Polri dengan nomor Laporan Polisi yakni TBL/263/IV/2017/Bareskrim.

“Laporan menyangkut dugaan tindak pidana penghapusan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 juncto pasal 4 huruf b angka 1, 2 dan angka 3 UU Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan diskriminasi ras dan etnis,” ujar pria yang akrab disapa Bezed Yusuf ini via selulernya, Senin (17/04).
Pihaknya melaporkan SHS ke Mabes Polri didampingi oleh Tim Advokasi Masyarakat Bidos Jakarta yang berjumlah sepuluh orang Advokat yakni Mujahid, SH., MH., (Koordinator Tim Advokasi), Nimran Abdurrahman, SH.,MH., Abdul Azis, SH., MH., Imron Abidin, SH., Indra Mauluddin, SH., Muhammad Suhud Macora, SH.. MH., Firdaus Djuwaid, SH.,MH., Abdullah SH., MH., Jamil B., SH., dan Erham SH., MH.
Sementara itu anggota Tim Advokasi Masyarakat Bidos Jakarta, Nimran Abdurrahman, SH., MH., kepada wartawan membenarkan adanya pelaporan SHS ke Bareskrim Polri oleh Kaukus Masyarakat Bidos Jakarta. Menurutnya, unsur pidana dari perbuatan SHS itu sudah terpenuhi sebab yang dihina dengan kata-kata oleh SHS itu bukan hanya pribadi seorang ulama besar sekaligus pejabat Negara di NTB.
 “Akan tetapi perkataan SHS itu telah menyinggung masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Tentu keberadaan hukum Kaukus Masyarakat Bidos Jakarta maupun Tim Advokasi yang mendampingi pelaporan ini sangat kuat dimuka hukum sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dan kaum pribumi yang ikut merasa sedih dan marah atas apa yang dilakukan oleh SHS,” terang pria yang juga merupakan Sekretaris Umum Badan Musyawarah Masyarakat Bima (BMMB) Jabodetabek ini.
Menurutnya, meski TGB telah memaafkan perbuatan SHS. Akan tetapi menurutnya, aspek pemaafan oleh TGB itu merupakan perkara tersendiri yang konteksnya berbeda dengan laporan yang dilakukan oleh Kaukus Masyarakat Bidos Jakarta. “Karena yang melaporkannya ini bukanlah TGB. Akan tetapi laporan ini adalah dari masyarakat yang berasal dari Provinsi NTB yang paling merasa sedih dan marah atas perbuatan SHS itu kepada seorang Tokoh Ulama Besar sekaligus Gubernur NTB. Karena ini adalah hak hukum warga Negara untuk menggugat atau menuntut perbuatan yang dilakukan oleh SHS yang sangat nyata bertentangan dengan UU Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Sekalipun TGB sudah memberikan maaf, akan tetapi mengingat perkataan yang mengandung diskriminasi ras dan etnis itu tidak hanya ditujukan kepada TGB pribadi, namun perkataan-perkataan tersebut juga ditujukan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Artinya bahwa semua masyarakat Indonesia yang pribumi berhak melaporkan perbuatan SHS tersebut,” Jelas Nimran.
Begitu pun dengan permintaan maaf SHS di media Nasional menurut Nimran tidak menghapus perbuatan pidana yang dilakukan oleh SHS. “Sebab perbuatan SHS itu tidak masuk dalam kategori delik aduan karena sanksi pidananya tidak diatur dalam KUHP akan tetapi diatur dalam UU tersendiri dimana sanksi pidananya didalam UU yang disebutkan tadi adalah sekitar lima tahun. Artinya pihak kepolisian semestinya tanpa adanya laporan dari masyarakat sudah bisa mengambil tindakan untuk menghindari masyarakat melakukan protes dan mengambil tindakan hukum sendiri karena ini bukanlah delik aduan akan tetapi pidana murni,” tandasnya. (GA. IAG*).
×
Berita Terbaru Update