-->

Notification

×

Iklan

AMI Gelar Aksi, Tolak Cuti Paksa Mahasiswa IAIN Mataram

Wednesday, March 22, 2017 | Wednesday, March 22, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2017-03-21T23:31:40Z
Mataram, Garda Asakota.-
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI) Mataram yang terdiri dari SMI, HMP2K Unram, WMPM Unram, dan FMS Mataram menggelar aksi demontrasi di Gedung DPRD Provinsi NTB pada Selasa (21/03), dengan mengusung tema menolak cuti paksa Mahasiswa IAIN Mataram.
Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Andi Supratman, dalam pernyataan sikapnya menuding keluarnya SK Rektor IAIN Mataram Nomor 19/ln.07/KU.00.1472/2017 tentang tidak adanya perpanjangan SPP disemester ini ditudingnya menjadi biang kerok dari terjadinya cuti kuliah ratusan mahasiswa IAIN. “SK Rektor itu jelaslah cacat secara hukum karena tidak melibatkan satu pun mahasiswa, lebih-lebih kebijakan baru ini dikeluarkan saat liburan akademik sehingga sosialisasi dan informasi terkait kebijakan tidak adanya perpanjangan pembayaran SPP bagi mahasiswa IAIN telah melanggar UU Nomor 39 tahun 1999 Pasal 12 tentang hak mendapatkan pendidikan. Selain itu kebijakan ini  juga sangat bertolak belakang dengan UU Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 3 tentang Asas Pendidikan Tinggi yang harus mengedepankan  keadilan dan keterjangkauan,” ujar AMI sebagaimana tertuang dalam pernyataan sikapnya.
Mahasiswa ini juga menyatakan idealnya pembukaan pembayaran SPP di IAIN Mataram itu harusnya dimulai dari tanggal 03 Desember 2016. Namun pihak kampus menurut mereka baru membuka pembayaran tanggal 09 Desember 2016. “Sudah 12 kali kami melakukan aksi baik di internal kampus maupun di luar kampus agar pihak kampus mengeluarkan kebijakan untuk perpanjangan pembayaran SPP agar tidak ada lagi mahasiswa yang mengambil cuti. Namun permintaan itu tidak pernah direspon dengan itikad baik malah kami diadu dengan preman. Ini merupakan cerminan buruk bagi pendidikan kita,” ujar aktivis AMI.
Selain persoalan cuti kuliah, para aktivis AMI ini juga mengkritisi dugaan belum terdaftarnya 90 persen mahasiswa IAIN Mataram itu ditingkat DIKTI. Dampak dari 90 persen mahasiswa yang statusnya masih belum terdaftar ini, menurut aktivis AMI, yakni alumni IAIN tidak ada yang bisa melanjutkan studi S2. “Sebab untuk melanjutkan studi S2 itu, status mahasiswa harus sudah terdaftar di DIKTI. Hal ini tentulah akan memburamkan masa depan alumni IAIN Mataram,” kritik para Aktivis ini.

Wakil Rektor Bantah Tudingan AMI
Foto: Wakil Rektor I IAIN Mataram NTB, Dr. Masnun, M. Ag.

Menanggapi aksi AMI Mataram ini, Wakil Rektor I IAIN Mataram NTB, Dr. H. Masnun, M.Ag., menegaskan bahwa tidak ada istilah cuti paksa dalam ruang lingkup kampus IAIN. “Kita tidak memaksa mahasiswa untuk melakukan cuti sebab cuti itu adalah hak mahasiswa Semester II hingga Semester VIII. Itu ketika mahasiswa itu menjalankan aktivitas akademiknya secara normal. Nah, bagi yang tidak normal menjalankan aktivitas akademiknya atau kewajibannya untuk melakukan pembayaran dan tidak melapor sampai batas-batas yang ditetapkan (pembayaran SPP dari tanggal 09 Januari-03 Februari), sehingga kampus membuat kebijakan, dengan sendirinya mahasiswa itu tidak dianggap sebagai mahasiswa aktif. Dan ini berlaku secara Nasional, tidak hanya di IAIN Mataram saja,” jelas mantan aktivis PMII ini kepada wartawan, Selasa (21/03), di Kampus IAIN Mataram.
Terminologi cuti paksa itu menurutnya hanya terminology yang sengaja dibuat oleh mahasiswa itu sendiri untuk menghindari kewajiban-kewajiban yang semestinya harus mereka lakukan. “Syarat-syarat registrasi itukan harus membayar SPP pada hari-hari yang telah ditentukan oleh pihak kampus. Mereka sendiri yang melanggar aturan. Kewajibannya sebagai mahasiswa itu tidak mereka lakukan. Terminologi cuti paksa itu dibuat oleh mereka sendiri. Dan itu terminology yang salah. Kalau mereka tidak teregistrasi sebagai mahasiswa tentu mereka harus mengajukan cuti dan kalau mereka tidak mengajukan cuti tentu status mereka tidak jelas,” sesalnya.
Masnun membantah isu yang disebarkan oleh AMI bahwa ada ratusan mahasiswa yang terpaksa harus mengambil cuti paksa akibat dikeluarkannya SK Rektor IAIN Mataram Nomor 19/ln.07/KU.00.1472/2017 tentang tidak adanya perpanjangan SPP disemester ini. “Tidak ada yang seperti itu. Aturan ini berlaku untuk semua mahasiswa. Ketika peraturan itu tidak ditaati atau diikuti maka dengan sendirinya system yang ada disini akan langsung mendelete. Jadi kalau semester Empat Belas (batas maksimum semester yang diatur secara Nasional) kemudian tidak selesai maka itu yang menyebabkan mereka harus dikeluarkan oleh system. Yang menjadi pertanyaan saya, apa sih kesibukan mereka hingga mereka tidak bisa menyelesaikan kewajiban mereka?. Apa mereka lebih sibuk dari para Dosen?. Semestinya para mahasiswa ini harus peduli dengan isu-isu menyangkut kalender akademik mereka sendiri atau menyangkut kewajiban mereka sendiri. Ini yang saya sebut paradox dikalangan mahasiswa ini,” katanya.
Pembayaran SPP di IAIN menurut Masnun adalah yang paling murah di Perguruan Tinggi. Untuk semester X keatas, SPP nya masih kisaran Rp400 ribu. “Sementara SPP di IAIN ini masih kisaran Rp1,4 juta, itu bagi yang punya grade tinggi karena orang tuanya dua-duanya ASN. Kalau grade mahasiswa yang standar kisarannya Rp1,2 juta, ada yang Rp1 juta, dan ada juga yang Rp900 ribu. Tergantung dia masuk di grade yang mana. Ada juga yang bayar mahal itu karena masuk program bidik-misi yang dibiayai oleh Negara. Tapi masih ada juga yang melanggar pembayarannya. Apalagi di IAIN ini, tidak ada pengenaan tambahan uang KKP, Uang KKN,  uang wisuda atau uang-uang lainnya karena ada program Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berlaku secara umum di PT. Jadi SPP di IAIN ini sangat murah dibandingkan dari SPP di tempat lain. Yah mungkin ini karena factor attitude atau culture mahasiswa kita yang sudah seperti ini,” keluh Masnun.
Menyangkut isu premanisme di Kampus, kata Masnun, hal itu didasari oleh karena aktivitas demo mahasiswa itu tidak murni dilakukan oleh mahasiswa IAIN sendiri akan tetapi itu mahasiswa dari berbagai PT di mataram yang membentuk aliansi dan pada aksinya beberapa waktu lalu ingin membakar kampus. “Hal itulah yang dihadang oleh Satpam dan penjaga malam kampus karena ingin melakukan pembakaran ban di kampus. Dan mereka juga notabene tidak pernah kuliah di kampus ini. Jadi tidak ada premanisme di kampus ini. Penghadangan itu sendiri dilakukan karena para pendemo ini ingin membakar ban dan membawa bensin di kampus. Penyampaian aspirasi itu tidak usahlah terlalu begitu, sampaikan saja secara elegan dengan mengedepankan etika publiknya saya kira tidak aka nada masalah karena kita semua ini jugakan alumni demonstran,” jelas Masnun yang saat itu turut juga didampingi oleh Wakil Rektor III IAIN Mataram, Dr. H. Subhan Abdullah, M.A.
Foto: Wakil Rektor III IAIN Mataram, Dr. H. Subhan Abdullah, M.A.
Sementara berkaitan dengan isu bahwa mahasiswa IAIN tidak terdaftar di DIKTI menurutnya merupakan isu yang tidak benar. PT itu menurutnya diatur oleh Delapan Lembaga yang masing-masing lembaga itu punya aturan tersendiri dalam mengurus PT. “Jadi salah satunya itu ada aturan untuk memasukan data mahasiswa itu dalam pangkalan data Dikti. Dan data mahasiswa IAIN itu sedang diproses atau diinput dalam pangkalan data DIKTI. Dan itu bukan hanya ditahun ini saja akan tetapi sejak berdirinya IAIN itu dilakukan proses seperti itu. Kalau IAIN ini dianggap tidak legal yah sudah sejak lama sih IAIN ini ditutup. Dan kampus ini statusnya Negeri loh, kalau dianggap tidak legal, itu sangat tidak masuk diakal,” ujar Masnun.  (GA IAG*).
×
Berita Terbaru Update