-->

Notification

×

Iklan

“MEWUJUDKAN TATA KELOLA SEKOLAH YANG BAIK, TRANSPARAN DAN AKUNTABEL”

Tuesday, February 28, 2017 | Tuesday, February 28, 2017 WIB | 0 Views Last Updated 2017-02-28T02:41:19Z
ARTIKEL.....
Oleh: Fris Wahyuddin, S.Pd, M.Si





A. PENGANTAR
Salah satu kunci keberhasilan program pengembangan karakter di sekolah adalah keteladanan dari seluruh warga sekolah. Tata kelola sekolah yang baik, transparan dan akuntabel merupakan cerminan pendidikan yang berkarakter. Keteladanan bukan sekedar menjadi contoh bagi siswa, melainkan juga sebagai penguat moral bagi siswa dalam berprilaku. Oleh karena itu, semua warga sekolah terutama kepala sekolah harus memilki kemampuan mewujudkan tata kelola sekolah yang baik, transparan dan akuntabel. Sehingga pelayanan pendidikan di sekolah semakin berkualitas. Jika tata kelola sekolah baik, maka kualitas pendidikan di sekolah pun akan baik.
Grindle (1980:7) dalam bukunya Politics and Policy Implementation in the Third World, berpendapat “Its success or failure can be evaluated in terms of the capacity actually to deliver programs as designed. In turn, overall policy implementation can be evaluated by measuring programs outcomes against policy goals.” Pada intinya menurut Grindle, berhasil tidaknya sebuah kebijakan atau program, sangat ditentukan oleh pelaksananya di lapangan.
Sebaliknya, keberhasilan sebuah implementasi hanya dapat diukur berdasarkan dampak positif yang ditimbulkan.  Kaitannya dengan masalah pelayanan pendidikan di atas, pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah, guru, siswa dan komite sekolah, menjadi eksekutor terakhir terlaksananya program-program sekolah yang digulirkan oleh Pemerintah. Program sekolah seperti BOS, Dana Pendidikan Murah, BSM, KIP dan KIS adalah program bantuan langsung oleh Pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan pendidikan di sekolah. Apabila program-program tersebut dilaksanakan dengan baik dan penuh tanggung jawab, maka tujuan daripada program tersebut akan dapat dicapai.
Lanjut Grindle dalam teori implementasinya, bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap terlaksananya sebuah kebijakan atau program adalah faktor eksternal atau lingkungan, yaitu 1. Power, interests, strategies of actors involved. 2. Institution and rezime characteristic. 3. Compliance and responsiveness, (Grindle, 1980:11).
Dari ketiga faktor di atas, kepala sekolah menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam menjalankan program-program sekolah. Oleh karenanya kepala sekolah tidak boleh tidak harus diangkat atas dasar kompetensinya bukan karena kepentingan politik semata. Jika tidak ada kedekatan dengan pejabat maka tidak diangkat jadi kepala sekolah. Padahal sekolah akan baik jika dipimpin oleh kepala sekolah yang berkompeten, memiliki integritas dan memilki visi kedepan. Sekolah akan baik apabila seluruh elemen yang ada mampu memberikan pelayanan pendidikan yang maksimal kepada warga sekolahnya termasuk lingkungan sekitarnya.
Rendahnya kompetensi kepala sekolah, pemanfaatan sumber dana yang tidak transparan dan akuntabel dapat menjadi pemicu menurunnya kualitas pendidikan yang ada di sekolah itu sendiri. Sehingga diperlukan tidak hanya keinginan dan niat baik dari kepala sekolanya saja, tapi diperlukan tindakan nyata dari semua warga sekolah untuk mewujudkannya, termasuk unsur guru, pegawai, siswa dan komite sekolah.
Saat ini masalah yang sedang disorot publik adalah masalah rendahnya kualitas dan mutu guru. Karena mengingat peran guru sangat diharapkan keikutsertaannya untuk kemajuan sebuah pendidikan. Untuk itu, pembinaan kompetensi seorang guru perlu menjadi perhatian khusus oleh kita semua. Kendatipun Pemerintah sudah banyak memberikan berbagai bantuan ke sekolah-sekolah, sebut saja tunjangan profesi guru atau sertifikasi. Harapannya, dengan adanya program sertifikasi akan menjawab permasalahan guru. Namun pada kenyataannya masih jauh dari yang diharapkan.
Tunjangan profesi yang diperoleh guru sepertinya tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas dan kompetensi gurunya. Hal tersebut menjadi problem terbesar yang dihadapi oleh dunia pendidikan kita, khususnya di daerah. Artinya ada yang salah dengan pendidikan kita. Oleh karenya, rendahnya kualitas pendidikan di tanah air mau tidak mau haruslah dilihat dari perspektif yang berbeda, tidak sekedar mengklaim karena rendahnya kompetensi guru saja. Bagaimanakah mewujudkan sekolah yang baik, transparan dan akuntabel? selanjutnya akan dikupas secara tajam dalam artikel ini.
B. MASALAH
Sekolah disebut-sebut sebagai ujung tombak penentu pelayanan pendidikan yang berkualitas. Untuk itu fungsi sekolah harus dikembalikan sebagaimana fungsi yang sebenarnya, yaitu sebagai tempat anak-anak belajar dan pengembangan seluruh potensi mereka, bukan dijadikan lahan bisnis atau doktrin terhadap anak. Begitu juga dengan kepala sekolah. Selama ini peran kepala sekolah tidak begitu difungsikan secara maksimal.
Masalah kepala sekolah ini perlu manjadi perhatian oleh Pemerintah. Mulai dari proses perekrutannya sampai pada pembinaan kompetensinya. Mengingat kepala sekolah adalah salah satu aktor penting pengambil kebijakan yang ada di sekolah. Oleh karena itu, sekolah harus mulai mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Jika tidak, kualitas pendidikan kita akan terus seperti ini, bahkan bisa lebih buruk dari kondisi sekarang.
Program Pemerintah dalam bentuk bantuan langsung untuk sekolah-sekolah seperti Bantuan Operasional Sekolah atau disingkat BOS dinilai sangat efektif untuk meringankan beban operasional yang ada di sekolah. Karena program BOS adalah dana bantuan Pemerintah yang dipergunakan khusus untuk memenuhi segala kebutuhan sekolah. Hanya saja, penggunaan dana BOS oleh pihak sekolah sejauh ini masih belum memberikan pelayanan yang terbaik dan adil bagi warga sekolahnya.
Masih banyak komponen-komponen penggunaan dana BOS sebagaimana dalam juklak dan juknis BOS yang masih belum dijalankan sebagaimana mestinya. Misalnya anggaran pembinaan minat dan bakat siswa dianggap masih belum cukup. Padahal kegiatan semacam itu merupakan bentuk pembinaan pendidikan berkarakter di sekolah. Sehingga membuat guru-guru pun enggan menyusun program-program pembinaan.
Ada tiga hal utama yang menjadi fokus pembahasan dalam artikel ini. Ketiga hal di atas dianggap menjadi penyebab buruknya tata kelola sekolah. Pada gilirannya akan mempengaruhi kualitas pelayanan pendidikan yang ada di sekolah, sebagai berikut:
1.  Rendahnya Kompetensi Kepala Sekolah.
2.  Pemanfaatan Anggaran Sekolah Tidak Tepat Sasaran.
3.  Kurangnya Pengembangan Profesi Guru.
C. PEMBAHASAN DAN SOLUSI
1. Pembahasan
a. Rendahnya Kompetensi Kepala Sekolah
Tugas sebagai Kepala sekolah adalah tugas tambahan yang diberikan kepada seorang guru di sekolah, disamping melaksanakan tugas pokok mengajar. Kepala sekolah disyaratkan memiliki beberapa kompetensi sebagaimana yang termuat dalam Permendiknas nomor 28 tahun 2010, yakni kompetensi kepribadian, manejerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial. Pertanyaannya, apakah semua kepala sekolah sudah memiliki kelima kompetensi di atas? jawabannya tidak. Tidak semua guru memenuhi syarat untuk diberikan tugas tambahan sebagai kepala sekolah. Karena dalam setiap pemilihan calon kepala sekolah harus melewati banyak tahapan, mulai dari seleksi administrasi, tes tulis, tes wawancara sampai pada diklat calon kepala sekolah untuk mendapatkan sertifikat layak tidaknya guru yang bersangkutan menjadi kepala sekolah.
Kenyataannya, masih banyak kepala sekolah yang diangkat tanpa melalui keseluruhan tahapan seleksi. Pengangkatan kepala sekolah tanpa melalui seleksi bisa saja terjadi karena guru tersebut memiliki kedekatan khusus dengan para pejabat setempat.Lalu apa jaminannya bahwa kepala sekolah yang angkat itu mampu memimpin dan mengelola sekolahnya dengan baik jika tanpa melalui seleksi. Tentunya tidak ada jaminan untuk itu. Jika demikian, kualitas pendidikan seperti apa yang diharapkan dari potret pendidikan yang seperti itu. Sungguh mencengangkan serta menciderai dunia pendidikan di tanah air yang tercinta ini.
Sebagai pengelola sekolah sekaligus pemimpin, sebetulnya kepala sekolah memiliki fungsi serta kewenangan dalam menentukan arah kebijakan internal sekolahnya, sepanjang tidak melenceng dari ketentuan dan aturan yang berlaku. Namun pada implementasinya, fungsi serta kewenangan tersebut sedikit terhambat oleh tugas pokok seorang kepala sekolah yang diwajibkan mengajar minimal 6 jam pelajaran per minggu. Sebenarnya tugas sebagai kepala sekolah bukan sekedar sebagai tugas tambahan, tetapi lebih dari itu. Peran kepala sekolah di sekolah menjadi sangat penting dalam menentukan kualitas pendidikan itu sendiri. Sekolah dinilai baik apabila dipimpin oleh kepala sekolah yang baik pula.

b. Pemanfaatan Anggaran Sekolah Tidak Tepat Sasaran
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan yang selama ini masyarakat merasa terbebani. Program bantuan operasional sekolah yang digulirkan oleh Pemerintah tersebut telah dimulai sejak tahun 2005. Lebih kurang sudah berjalan 10 tahun, tentunya bukan waktu yang sebentar.
Walaupun begitu, bukan berarti serta merta dengan adanya BOS masalah pendidikan kita terselesaikan. Paling tidak harapannya dengan adanya dana BOS, sekolah tidak diperbolehkan lagi melakukan pungutan terhadap siswa terlebih terhadap siswa miskin dalam bentuk apapun. Selain itu, dana BOS juga sangat membantu ketersediaan sarana prasarana di sekolah, pengembangan sumber daya manusia, membiayai gaji guru dan tenaga kependidikan, untuk pengadaan peralatan dan bahan habis pakai, konsumsi dan masih banyak peruntukkan lainnya.
Dalam pengelolaan dana BOS mestinya melibatkan banyak pihak, tidak hanya melibatkan kepala sekolah dan bendahara BOS saja melainkan semua warga sekolah termasuk orang tua siswa. Sejauh ini ibarat pepatah ‘masih jauh api dari panggangnya.’ Masih banyak sekolah-sekolah yang tidak berani transparan dalam pengelolaan dana BOS mulai dari penyusunan rencana kerja sekolah (RKS) sampai pada pelaporan realisasi penggunaan dana BOS.
Berdasarkan pengamatan selama saya menjadi bendahara, tercatat ada tiga komponen penting dalam pemanfaatan dana BOS yang masih belum dijalankan dengan baik, dan mestinya bisa dimaksimalkan peruntukkannya bagi pemenuhan kebutuhan warga di sekolah, yakni: (1) Pengembangan Perpustakaan; (2) Kegiatan Pembelajaran dan Ekstra Sekolah; dan (3) Pengembangan Profesi Guru.
Pertama, Komponen Pengembangan Perpustakaan. Saat ini salah satu masalah yang sedang dihadapi oleh sekolah adalah kurangnya ketersediaan buku-buku baru di perpustakaan sekolah. Sebenarnya di dalam penggunaan dana BOS sudah jelas, bahwa sekolah wajib mengalokasikan 5% dari dana BOS untuk pembiayaan pengembangan perpustakaan sekolah. Hanya saja masih banyak sekolah yang tidak mengalokasikannya. Sehingga pada saat pelaporan pertanggungjawaban, bendaharanya yang pusing membuat laporan fiktif. Kalaupun dialokasikan, itu hanya jika ada proyek dari pihak luar.
Kedua, Komponen Kegiatan Pembelajaran dan Ekstra Sekolah. Keberhasilan proses pembelajaran di sekolah sangat tergantung pada ketersediaan sarana pendukung pembelajaran itu sendiri. Sarana dan prasarana sekolah seperti alat-alat olahraga, alat musik serta media pembelajaran lainnya harus tersedia di sekolah. Pada saat kegiatan mengajar, keberadaan alat-alat pembelajaran tersebut sangat diperlukan oleh seorang guru, sehingga pesan yang sampaikan mudah dicerna oleh siswa. Semua fasilitas yang diperlukan sebagai pendukung pembelajaran di sekolah menjadi tanggung jawab sekolah.
Ketiga, Komponen Pengembangan Profesi Guru. Kalau di sekolah saya kegiatan pembinaan terhadap profesi guru masih belum maksimal, bisa dibilang jarang sekali diadakan. Walaupun memang sudah dianggarkan dalam komponen pemanfaatan BOS. Bahkan ada beberapa sekolah yang tidak sama sekali melaksanakan MGMP di sekolah. Kecurangan-kecurangan seperti ini seharusnya memicu guru-guru yang lain di sekolah untuk lebih intens lagi mengontrol terkait pemanfaatan anggaran sekolah. Mengingat kegiatan pengembangan profesi guru ini penting bagi peningkatan kualitas guru itu sendiri. Dan tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah saja tetapi juga menjadi tanggung jawab semua pihak.
Apabila ketiga komponen di atas ataupun salah satunya tidak dijalankan secara baik dan maksimal, maka sama saja pihak sekolah telah melakukan kecurangan. Bahkan bisa menjurus pada indikasi praktek-praktek yang tidak wajar, misalnya pungutan liar (pungli) maupun korupsi. Praktek pungli ini bukan tidak mungkin bisa terjadi di lingkungan sekolah. Praktek pungli sangat berpotensi misalnya pada saat pembagian BSM (Beasiswa Miskin) kepada siswa, bahkan bisa juga pada saat pembayaran uang seragam sekolah. Karena kejahatan itu berpeluang terjadi kalau ada kesempatan, walaupun tidak ada niat. Potensi itu bisa saja terjadi.
Dalam kondisi seperti itu sangat dibutuhkan niat baik dari kepala sekolah sebagai pengambil kebijakan di sekolah. Transparansi dalam pengelolaan anggaran sekolah penting dilakukan oleh pihak sekolah, dalam hal ini oleh kepala sekolah. Menurut teori, semakin tinggi posisi jabatan seseorang, maka semakin berpeluang seseorang itu melakukan praktek korupsi. Untuk itu, pengawasan dan pembinaan secara berkelanjutan ke sekolah-sekolah menjadi perlu.
Praktek-praktek pungli dan korupsi yang terjadi di lingkungan sekolah tidak bisa dibiarkan begitu saja. Mengingat dampaknya yang sangat besar bagi kelangsungan ekosistem pendidikan di negara kita. Jika praktek pungli dan korupsi sudah menjamur ke dalam lingkungan sekolah, maka sama saja kita telah mengajarkan kepada anak didik kita berbohong. Tidak heran ketika nanti mereka sudah menginjak usia dewasa melakukan praktek-praktek korupsi atau sejenisnya.

c. Kurangnya Pengembangan Profesi Guru
Disamping kegiatan pembelajaran di sekolah, siswa juga perlu mendapatkan pembinaan di luar sekolah atau kegiatan ekstrakurikuler. Hanya saja yang terjadi selama ini masih sangat kurang.  Oleh karena itu sekolah sangat membutuhkan guru-guru yang kreatif dan inovatif. Kegiatan pembinaan di luar jam sekolah, seperti pembinaan pramuka, olahraga, Bahasa dan Seni, KIR atau olimpiade adalah kegiatan pembinaan karakter yang sangat penting bagi pengembangan potensi anak yang perlu dukungan anggaran yang cukup.
Sejauh ini pemanfaatan anggaran untuk kegiatan pembinaan di luar jam sekolah dinilai masih kurang. Tidak sedikit guru-guru dan pegawai yang mengeluh sedikitnya dana pembinaan, begitu pun masalah honorarium pembina. Tidak adilnya lagi, terkadang guru ataupun pegawai yang malas justru mendapatkan gaji yang lebih banyak ketimbang mereka yang rajin. Walaupun demikian bukan berarti kita tidak bisa melakukan apa-apa.
Apakah kualitas pelayanan pendidikan di sekolah dapat mempengaruhi hasil belajar siswa? jawabannya ya. Karena hasil belajar siswa sangat tergantung pada kualitas mengajar gurunya. Jika input nya tidak bagus output nya pun akan tidak bagus. Oleh karena itu, guru perlu mendapatkan pembinaan dalam profesinya yang merupakan bagian dari tanggung jawab sekolah. Kegiatan pembinaan profesi guru ini dapat dilakukan dalam bentuk MGMP di sekolah. MGMP dianggap penting sebagai wadah diskusi antar guru per kelompok mata pelajaran. Pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah selaku pimpinan harus merespon positif kegiatan-kegiatan seperti itu. Karena yang terjadi selama ini kepala sekolah terkesan inklusif dan masa bodoh. Hanya sibuk pada saat pengurus proyek sekolah saja.


2. Solusi
a. Penguatan Kompetensi Kepala Sekolah
Rendahnya kompetensi kepala sekolah dapat menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan pelayanan pendidikan di sekolah. Jika pelayanan pendidikan di sekolah tidak berkualitas maka akan berimplikasi pada rendahnya kualitas pendidikan itu sendiri. Kepala sekolah yang berkompeten adalah kepala sekolah yang memiliki integritas, yang mampu menggerakkan seluruh potensi warga sekolahnya, jujur, adil serta transparan dalam setiap kebijakan yang diambil. Kepala sekolah tidak bisa bekerja sendiri hanya karena ingin mendapatkan keuntungan pribadi. Apalagi kepala sekolahnya itu diangkat bukan atas dasar kompetensinya, tapi diangkat atas dasar kedekatan dengan pejabat.
Rendahnya kompetensi kepala sekolah menjadi masalah tersendiri yang tidak berdiri sendiri. Semuanya saling ada keterkaitan satu sama lainnya.  Sehingga, pembinaan kompetensi kepala sekolah juga perlu diadakan di sekolah, tidak hanya kegiatan di luar sekolah saja, misalnya MKKS atau kegiatan diklat lainnya. Disamping itu rasa memilki juga perlu ditanamkan dalam diri semua warga sekolah, tidak terkecuali. Sebab sekolah adalah milik semua warga sekolah, bukan milik kepala sekolah saja.

b. Pemanfaatan Anggaran Sekolah Harus Tepat Sasaran
Baru-baru ini saya dipercayakan oleh kepala sekolah untuk mengemban tugas sebagai bendahara BOS. Awalnya saya tolak. Karena terus didesak oleh kepala sekolah akhirnya saya terima. Seiring berjalannya waktu ternyata menjadi bendahara BOS itu tidak gampang. Lebih banyak dukanya ketimbang sukanya. Saya sebagai bendahara pun tidak bisa berbuat banyak. Karena semua kebijakan keuangan sekolah menjadi hak prerogatif kepala sekolah, sementara bendahara hanya melaksanakan perintah dari pimpinan saja.
Menjalankan amanat sebagai bendahara BOS, sebagai wakil kepala sekolah urusan sarana dan prasarana sekaligus sebagai guru tentu menjadi beban tersendiri bagi saya. Terkadang  bendahara BOS sering dicap sebagai koruptor. Sudah banyak contoh kasus pidana yang melibatkan kepala sekolah dan bendahara BOS lantaran tidak ada keterbukaan dalam pemanfaatan anggaran sekolah oleh kepala sekolah. Hal ini menjadi pelajaran berguna untuk kita semua.

c. Pengembangan Profesi Guru
Guru mulya karena karya, begitulah seruan motivasi untuk guru. Pemberdayaan seluruh sumber daya yang ada adalah bagian dari tata kelola sekolah yang baik. Seluruh sumber daya yang ada di sekolah adalah dari, oleh dan untuk warga sekolahnya. Tata kelola sekolah yang baik, kualitas pelayanan pendidikan sekolah yang maksimal, penggunaan anggaran sekolah yang transparan dan akuntabel sangat menentukan kualitas pelayanan pendidikan di sekolah.
Sesibuk apapun kita mengajar ataupun sebagai bendahara BOS jangan mengurangi kreativitas kita di sekolah. Banyak sekali hal-hal positif yang dapat kita lakukan di sekolah. Bentuk kreativitas tersebut bisa berupa rancangan media pembelajaran, pembinaan-pembinaan karakter kepada siswa, menulis bahan ajar ataupun buku-buku pelajaran. Sebab yang saya tahu, kebanyakan teman-teman guru di sekolah terlalu menyibukkan diri dengan masalah-masalah yang tidak terlalu bermanfaat, terkadang tugas pokoknya pun terabaikan.
Di bawah ini beberapa dokumentasi kegiatan pengembangan profesi dan pembinaan karakter yang penulis sudah lakukan disela-sela kesibukkan, baik sebagai Wakasek Urusan Prasarana maupun Bendahara Bos.
D. KESIMPULAN DAN HARAPAN PENULIS
1. Kesimpulan Penulis
Ingin mewujudkan tata kelola sekolah yang baik, transparansi dan akuntabel perlu komitmen yang tinggi. Tata kelola sekolah yang baik, tranparansi dan akuntabel dapat diwujudkan apabila dipimpin oleh kepala sekolah yang memilki integritas yang tinggi. Sebab kepala sekolah menjadi penentu derajat kualitas pelayanan pendidikan di sekolah. Apabila pelayanan pendidikan di sekolah tidak maksimal, maka berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan secara keseluruhan. Untuk itu, peran kepala sekolah sangat diperlukan dalam mendukung dan melaksanakan setiap program yang ada di sekolah. Kurang tersedianya buku-buku di perpustakaan sekolah, kurang tersedianya alat atau media pembelajaran di sekolah, rendahnya kompetensi mengajar guru bukanlah dikarenakan keterbatasan anggaran semata sebagaimana yang gaungkan selama ini, tetapi lebih kepada tidak maksimalnya pemanfaatan anggaran sekolah oleh pihak sekolah.
Menurut saya, pemanfaatan anggaran sekolah seperti dana BOS masih perlu dievaluasi, agar pelayanan pendidikan di sekolah terjamin kualitasnya. Semua permasalahan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, adalah berawal dari kualitas pelayanan pendidikan yang ada di sekolah. Pemanfaatan anggaran sekolah yang tidak jujur dan tidak transparan menjadi bom waktu kebobrokan kualitas pendidikan di negara kita. Jikalau peruntukkan dana BOS dari Pemerintah dimanfaatkan oleh sekolah dengan baik dan tepat sesuai dengan pedoman dan aturan yang berlaku, mungkin potret pendidikan kita tidak seburuk sekarang ini.

2. Harapan Penulis
Terkait dengan masalah tata kelola sekolah sebagaimana judul dalam artikel ini, saya ingin mengatakan, bahwa kualitas pelayanan pendidikan di sekolah-sekolah tidak akan dapat diwujudkan tanpa ada niat baik dari seluruh warga sekolah. Lebih-lebih perhatian dari semua pihak, yaitu sekolah, masyarakat dan Pemerintah. Sejatinya, sekolah harus ditempatkan pada skala prioritas, antara lain dengan melakukan pengawasan dan pembinaan kepada sekolah-sekolah, terutama kepala sekolah dan semua warga sekolahnya. Sebagai ujung tombak pelayanan pendidikan, sekolah sudah saatnya mengembalikan peran dan fungsinya, serta berkontribusi ke arah kualitas pelayanan pendidikan yang berkualitas dan berkarakter.
Peran serta warga sekolah diperlukan dalam menciptakan tata kelola sekolah yang baik, transparan dan akuntabel. Warga sekolah tidak boleh hanya berdiam diri dan mengikuti semua keinginan kepala sekolahnya, demikian juga komite sekolah. Fungsi pengawasan komite sekolah juga perlu ditingkatkan. Yang kami perhatikan selama ini, peran komite sekolah terkesan membias, tidak lagi berperan sebagai penyambung komunikasi antara orangtua siswa dan sekolah, tetapi lebih cenderung menjadi perpanjangan tangan kepala sekolah.
Sebagai bahan refleksi kita di momen peringatan Hari Guru Nasional (HGN) dan agenda simposium tahun ini, saya ingin mengajak kepada kita semua dan seluruh para pelaku pendidikan maupun stake holder dimana pun berada, mari kita mulai membuka mata kita, bersama-sama membangun paradigma pendidikan ke arah yang lebih berkualitas dan berkarakter. Mari kita mulai dari sekolah kita masing-masing. Mewujudkan tata kelola sekolah yang baik adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.***

DAFTAR PUSTAKA

Grindle Merilee S. 1980. Politics and Policy Implementation in the Third World, Princeton University Press. New Jersey.
Mendiknas, 2010. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.
Mendiknas, 2016. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 16 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana Bantuan Opersional Sekolah.










×
Berita Terbaru Update