-->

Notification

×

Iklan

KPU NTB Tunggu Hasil Revisi 7 Point UU Pilkada

Thursday, February 12, 2015 | Thursday, February 12, 2015 WIB | 0 Views Last Updated 2015-02-12T02:44:12Z
Mataram, Garda Asakota.-
Lembaga DPR RI saat ini sedang menggodok revisi UU No. 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang direncanakan akan dihelat secara langsung dan serentak di Indonesia. Ketua KPU NTB, Lalu Aksar Ansori, SP, mengaku, pihaknya masih menunggu hasil revisi UU Pilkada baru bisa menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam menghadapi tahapan Pilkada di tujuh Kabupaten Kota di NTB. “Seperti dalam UU awalnya Pilkada serentak ditetapkan digelar akhir tahun 2015, tetapi dalam revisi direncanakan sekitar Februari 2016.
Untuk finalisasinya, kita tunggu paripurna DPR tanggal 17 Februari mendatang, dan diundangkannya kembali oleh Presiden,” ungkap Ketua KPU NTB, kepada wartawan, Senin (9/2).
Sebenarnya, kata dia, masing-masing daerah yang menghelat Pilkada, sudah ada kesiapan digelar tahun 2015 karena hampir semua daerah anggarannya sudah tertuang di APBD masing-masing.
Seperti Kabupaten Bima, Dompu, Sumbawa Barat, KLU, Kota Mataram, Loteng, dan Sumbawa. Empat Kabupaten rata-rata berakhir masa jabatan kepala daerahnya sekitar Agustus seperti Kota Mataram, Kabupaten Bima, KLU, dan KSB.
Sedangkan Kabupaten Dompu bulan Oktober, Loteng bulan Nopember, dan Kabupaten Sumbawa awal Januari 2016. “Jika Pilkada diundur Februari 2016, sebenarnya akan menyulitkan Sumbawa karena sebagian besar tahapannya di 2015.
Sementara Sumbawa belum punya APBD. Lebih bagus sesuai usulan KPU Pusat Pilkada serentak itu dihelat bulan Juni 2016, agar Sumbawa bisa mengajukan APBD-P tahun 2016,” jelasnya.
Berkaitan dengan beberapa point revisi lainnya seperti syarat minimal pendidikan bagi calon Gubernur, Bupati, dan Walikota, KPU mengaku dalam revisi disebutkan bahwa untuk calon Bupati/Walikota syarat minimal pendidikan D-III, sementara S1 untuk calon Gubernur.
“Namun untuk memastikan syarat-syarat ini, lagi-lagi kita tunggul parpurna DPR 17 Februari itu,” tegasnya. Bagaimana dengan aturan tentang konflik kepentingan (dynasty-kekuasaan) dalam UU, Lalu Aksar, menjelaskan rumusan-rumusan tentang adanya calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan suami/isteri di legislative misalnya, KPU belum mengetahui secara jelas. Sebab di Perppu, kata dia, hanya menjelaskan hubungan keberabatan calon petahanan. “Mestinya dijelaskan lebih konkrit, hubungan kekerabatan ke kiri ke kanan, ke atas ke bawah, harus jelas. Tapi, tentunya kalau tidak ada dalam UU, KPU bisa saja memperjelasnya untuk menghindari olirgarki kekuasaan,” tandasnya.
Dualisme Partai, KPU Mengacu Pada Keputusan Kemenkum HAM
Menyikapi adanya dualiesme Parpol di daerah yang akan berdampak pada berbedanya pengusungan bakal Calon Bupati/Walikota dalam Pilkada, diamati oleh KPU NTB akan menjadi potensi konflik khususnya saat-saat masa pencalonan.
Mengantisipasi hal itu, KPU NTB sudah melakukan langkah-langkah seperti melakukan komunikasi dengan KPU Pusat. “Sah tidaknya usulan parpol nantinya, bukan kewe nangan KPU. Tetapi  menjadi kewenangan Kemenkum HAM. Menyikapi hal ini kami bersurat ke Menkum HAM dan KPU agar masalah bisa diselesaikan sebelum pelaksanaan Pilkada,” ungkap Ketua KPU NTB, Lalu Aksar Anshori, SP, kepada Garda Asakota di Kota Mataram, Senin (9/2).
Tentunya, kata dia, untuk menyikapi hal itu pihaknya akan menunggu jawaban dari Menkum HAM. “Dan kalaupun tetap menjadi persoalan, KPU akan memverifikasi langsung ke Menkum HAM terhadap dualisme dukungan Parpol. KPU tidak dalam posisi menentukan mana yang sah dan tidak sah, tetapi mengacu pada keputusan Kemenkum HAM itulah yang akan diterima pendaftarannya oleh KPU,” tegasnya.
Jika Lembaga Bertanggung-jawab Ijasah Bisa Diterima Sebagai Syarat
KPU NTB tetap akan melakukan verifikasi terhadap penggunaan ijasah yang dilakukan oleh bakal calon kepala daerah baik ijasah SD, SMP, SMA maupun ijasah Sarjana yang digunakan dalam pendaftaran di Pilkada nantinya.
Tentunya, kata Ketua KPU NTB, Lalu Aksar Anshori, SP, sebelum dilakukan verifikasi pihaknya akan melihat apakah bakal calon nantinya sudah memenuhi syarat-syarat pencalonan atau bagaimana.
“Kemudian KPU akan melakukan verifikasi terhadap salah satu syarat yang dianggap penting, dan tentunya juga KPU pasti akan mendengar masukan-masukan dari masyarakat maupun laporan di Panwas. Yang pasti KPU akan memverifikasi, seperti penggunaan ijasah bakal calon,” ujarnya, Senin (9/2). 
Perguruan Tinggi atau sekolah yang mengeluarkan ijasah bakal calon akan didatangi pihaknya untuk diverifikasi, termasuk lembaga berwenang seperti Dikpora. “Kalau memang lembaga-lembaga ini bertanggung-jawab atas ijasah yang dikeluarkannya, secara adminstrasi kita akan terima. Kalau kemudian misalnya ada masalah hukum lain, itu urusan pidana seperti kasus di Sumbawa Barat, dan ini bukan ranahnya KPU,” tegasnya. Dia menambahkan, dalam memverifikasi ijasah nantinya, KPU hanya menanyakan kepastian keluarnya ijasah apakah betul dikeluarkan oleh lembaga yang bersangkutan atau tidak. “Ada lembaga yang bertanggungjawab, KPU tidak akan persoalkan,” tandasnya. (GA. 221*)

×
Berita Terbaru Update