-->

Notification

×

Iklan

Tailing Newmont Dituding Biang Kerok Tercemarnya Lingkungan

Friday, January 18, 2013 | Friday, January 18, 2013 WIB | 0 Views Last Updated 2013-01-18T15:32:45Z
Mataram, Garda Asakota.- Kilauan emas, tembaga dan nikel memang sangat menjanjikan kemakmuran bagi suatu Negara. Apalagi ketika potensi cadangannya sangat besar mendekam di perut bumi. Siapasih yang tidak mau mengeruk kekayaan potensi yang tergolong barang tambang tersebut. Namun dibalik bayang kemakmuran barang tambang tersebut, ternyata disatu sisi muncul persoalan besar bagi keberlangsungan kehidupan manusia dan lingkungan dibalik
pengelolaannya yakni masalah limbah tambang atau yang biasa disebut tailing yang dianggap sebagai racun bagi manusia dan lingkungan. Salah satu anggota DPRD NTB, Nurdin Ranggabani, kepada wartawan media ini menuding PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT) yang mengelola tambang emas di Batu Hijau Sumbawa Barat merupakan biang kerok yang memicu terjadinya pencemaran lingkungan di daerah tersebut. Betapa tidak, menurut Nurdin, masyarakat disekitar wilayah tambang itu banyak yang menderita penyakit karena diakibatkan racun tailing yang ditengarai milik PT. NNT. “Disisi lain, masyarakat nelayan juga banyak mengeluhkan kurangnya hasil tangkapan mereka akibat tercemarnya lingkungan perairan di daerah tersebut. Serta banyak pengaduan lainnya yang dilayangkan masyarakat kepada kami terkait dengan hal ini. Dan ini tidak hanya terjadi di sekitar areal tambang, akan tetapi telah merembet juga diluar areal tambang. Dan bukan tidak mungkin, racun tailing ini suatu waktu akan menjadi Bom Waktu yang akan menghancurkan kita semua jika kita sendiri tidak segera mengambil langkah konkrit dalam penyelesaiannya,” ujar Nurdin kepada wartawan usai mengikuti HUT APP di sebuah lesehan di Kota Mataram, Sabtu (05/01). Tingginya angka kerusakan lingkungan dan penderitaan yang dialami oleh masyarakat tersebut menurut Nurdin, tidak sebanding dengan pemberian bantuan yang digelontorkan PT. NNT kepada pemerintah daerah. “Ini yang semestinya harus diperhatikan secara jeli oleh semua pihak,” katanya. Disamping itu, Nurdin juga sempat menyinggung keberadaan sejumlah aktifis mahasiswa maupun aktifis pemuda yang dinilainya gencar dan sangat aktif menentang tindakan PT. NNT yang mencemari lingkungan. “Namun saat sekarang ini mereka tidak lagi berdiri disisi rakyat dan justru memberikan pembelaan terhadap PT. NNT,” cibirnya tanpa merinci aktifis mana yang dimaksud. Sementara itu, Ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Wilayah NTB, Ali Al-Khairi, kepada wartawan mengungkapkan sebagai lembaga yang memang concer terhadap persoalan lingkungan, Walhi sendiri menurutnya sudah dari sejak awal menyorot masalah racun tailing PT. NNT ini dan bahkan masih konsisten hingga persoalan ini tuntas ditengah banyaknya fenomena aktifis yang telah mengangkat bendera putih tanda telah takluk terhadap apa yang diperjuangkan selama ini. Newmont, menurut Ali, disinyalir telah membuang racun tailing ini ke Laut Senunuk paling sedikit sebanyak 120 ribu ton setiap hari. “Perusahaan asing ini menjadikan laut Indonesia sebagai bak sampah tempat membuang racun. Hal itu menjadi concern Walhi sejak awal baik mengajukan gugatan ke PTUN, melakukan aksi-aksi demonstrasi di Kantor PT. NNT sendiri terkait persoalan-persoalan tailing ini. Dan secara tegas dari awal kami katakan bahwa tailing  NNT ini adalah racun yang telah menyebabkan hancurnya ekosistem yang ada di pesisir teluk Senunuk,” tegas Ali Al-Khairi kepada wartawan via telpon selulernya, Minggu (13/01). Kehancuran ekosistem pesisir yang merupakan sumber kehidupan rakyat tentunya akan mengganggu mata pencaharian warga yang ada disana, lanjutnya, terutama masyarakat pesisir. “Dan Walhi sendiri sudah melakukan banyak upaya untuk hal ini. Baik dengan melakukan advokasi hukum dengan menggugat Menteri Lingkungan Hidup dan PT. NNT sendiri kita gugat terhadap penempatan tailing di laut itu. Dan sekarang kami sedang banding di PTUN Surabaya. Dan juga harus diketahui bahwa di Negara asalnya itu sendiri, NNT ini tidak diperbolehkan untuk membuang limbah tambang di laut seperti di Australia, Amerika Serikat, yang notabene lokasi tambangnya didekat laut. Tapi tidak diperbolehkan membuang limbah tambangnya di laut dan mengolah limbah tambang itu didaratan,” jelasnya. Kenapa NNT membuang tailing itu kelaut?, menurutnya, pihaknya haqqul yakin bahwa PT. NNT ini memang tidak berniat untuk menyelamatkan pesisir Indonesia. Dan kepentingannya adalah mengakumulasi capital atau keuntungan sebesar-besarnya. “Sebab kalau pengolahan limbah itu dilakukan didarat maka anggaran yang akan digelontorkannya itu sangat besar. Dan salah satu cara yang aman bagi mereka adalah membuang limbah itu kelaut tanpa memperdulikan keselamatan dan pelestarian sumber daya alam Indonesia,” jelasnya lagi. Dikatakannya, kalau PT. NNT mengatakan telah membuang limbah itu 300 meter dikedalaman laut, itu merupakan hal yang tidak benar. “Karena di Teluk Senunuk itu tidak ada yang kedalamannya segitu. Kedalamannya hanya 180 meter dari permukaan laut. Kalau dia bilang dibuang dibawah Thermokling dan itu merupakan cara yang aman. Itu bohong belaka, sebab wilayah NTB ini merupakan wilayah yang sarat bencana alam terutama gempa. Sedikit saja terjadi gempa, maka sudah hampir 700 juta meter kubik yang telah dibuang di teluk Senunuk itu akan teraduk keluar. Dan hal itu akan memberikan mudarat bagi perairan Indonesia. Sehinga wajar kalau itu berdampak pada menurunnya pendapatan Nelayan ini. Disamping itu, banyak masyarakat yang terkena penyakit gatal-gatal, penyakit kulit, dan sebagainya. Dan itu tidak hanya berdampak di teluk Senunuk saja, akan tetapi juga berdampak di wilayah Selatan,” ungkapnya. Ketua Walhi NTB ini juga mengkritisi lembaga DPRD NTB yang tidak memiliki langkah kongkrit yang riel dalam menuntaskan racun tailing PT. NNT ini. “Apa tindakan kongkrit DPRD ini dalam membuat regulasi terkait dengan maraknya pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar terutama PT. NNT ini?. Mestinya DPRD NTB dan pihak Eksekutif ini membuat suatu regulasi yang jelas terkait dengan pencemaran lingkungan ini. Bila perlu buat Panitia Khusus (Pansus) menyangkut tailing kalau memang Pansus Tailing di DPRD KSB tidak diterima rekomendasinya. Dan tidak bisalah hanya mengandalkan aktifis lingkungan semata. Sebab di lembaga-lembaga inilah pembuat kebijakannya. Jadi wajib bagi mereka untuk melakukan tindakan-tindakan,” tandasnya. (GA. Joni/Imam*).
×
Berita Terbaru Update