-->

Notification

×

Iklan

Katakan yang Benar tetapi Jangan Menyakiti…

Tuesday, December 11, 2012 | Tuesday, December 11, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-12-11T04:23:57Z
Bila tiap moment disodorkan dengan wacana yang membingungkan, arogan, dengan luapan kata-kata yang luar biasa menyakitkan. Ya… seperti layaknya opini dan adu mulut dipojok pasar tradisional ketika bentrok, atau ketika diterminal saat hilir mudiknya penumpang yang mencari tumpangan. Semuanya bising dan sangat berisik sehingga kadang telinga tidak mampu menangkap apa yang menjadi topik pembicaraan. Sangat tidak terstruktur, ambu¬radol, dan emosional ! Kebisingan itu pun kadang larut ditengah himpitan pikiran masing-masing . Semua membisu diantara tawaran-tawaran yang menjanjikan. Antara pesimis dan optimis yang sudah siap dengan semua item yang membingungkan.
Tidak ada satupun senta¬kan dan teguran sehingga berubah menjadi reflek, tetapi malah diam terpekur diringi igauan ringan yang tidak memberikan konstribusi sama sekali. Hati membatin protes dan tidak terima diperlakukan semena dengan melodi yang kian sarkas. Haruskah semuanya apatis atau dibrendel sehingga tidak meluber sampai ke hilir ? Haruskah kita hanya menjadi penonton yang tak mampu berapresiasi ? Segalanya tidak boleh dibiarkan melenggang seenaknya dengan meminggirkan dan mem¬buang krama yang telah tertata dengan santun. Karena dalam bertutur dan bersikap kita harus mengedepankan kesantunan, etiket dan perasaan orang lain. Andaikan hati terbuat dari batu mungkin segalanya akan terbebaskan dari lilitan dilema yang kian meruncing. Tetapi hati adalah segumpal daging yang jika disentil akan tersayat dan nyeri ! Akibat dari sayatan itu lama kelamaan akan tergores dan terluka yang kian dalam .Apapun yang kita chedule-kan haruslah selaras, harus toleran, dan harus menghargai orang lain dengan mengutamakan kepentingan bersama dan bukan mendewakan kepentingan pribadi. Ketika kepentingan itu menteror dan menghakimi, pelbagai cara kita akan lakukan untuk memenuhinya. Maka komunitas yang lain akan menjadi tumbalnya. Dalam menyikapi semua persoalan hendaknya semua input harus disimak, disikapi dengan objektif dan tidak serta merta menvonisnya sebagai “jamur” yang mematikan !Karena jamur pun akan bisa bermanfaat ketika kita mampu memenej dan menyulapnya dengan maksimal. Jamur Parasit bisa menimbulkan penyakit, tetapi jamur produktif berguna bagi manusia.Begitu pula dengan manusia, ada yang seperti jamur parasit dan ada juga yang seperti jamur produktif. Maka kita harus jeli dan saksama mencermati mana yang produktif dan mana yang sangat parasit! Sesungguhnya Apabila terpelihara lidah Niscaya dapat daripada faedah . Mengumpat dan memuji hendaklah pikir Di situlah banyak orang yang tergelincir. Dan Hati itu kerajaan di dalam tubuh Jikalau zalim segala anggota pun rubuh, Raja Ali Haji (Tokoh Gurindam 12) Dan maafkanlah musuh-musuh Anda, tapi jangan pernah lupakan nama-namanya.” John Fitzgerald Kennedy ( presiden ke-35 Amerika Serikat ) Apa yang diagendakan tidak pernah terkafer dari tuturan dan argumen yang diperdebatkan, malah menyulut api yang telah padam . Mengapa diwajibkan ada sentilan, sindiran ketika semuanya tidak bertujuan ?Mengapa harus menyakiti ketika semuanya tidak rela untuk disakiti ? Mengapa harus ada cercaan ketika semuanya mengaggapnya anekdot ! Yang benar akan selalu benar dan yang salah harus siap menerima kebenaran ! Mengapa mesti adu argumen ketika masalahnya telah tuntas dan damai? Kedamaian adalah hal yang mustahil terwujud ketika ditunggangi oleh ketidakpercayaan, kediktatoran, banyol, ngoceh, promosi, dan tidak terarah. Ada orang yang jarang berbicara, tapi mampu menghentikan cercaan orang-orang bodoh yang banyak omong hanya dengan satu kata. Dialah seorang jenius atau seorang pahlawan. Johan Kaspar Lavater (1741-1801), teolog Swiss . Dan Plato (428-348 SM), filsuf Yunani Kuno , Orang bijak berbicara karena mereka mempunyai sesuatu untuk dikatakan, orang bodoh berbicara karena mereka ingin mengatakan sesuatu.Dunia akan lebih bahagia jika manusia memiliki kemampuan yang sama saat diam dan berbicara, Baruch Spinoza (1632-1677) filsuf Belanda. Mengumbar kebohongan, melegalkan kelicikan dengan alasan klise tidak layak diangkat dan didengungkan dipentas. Mem¬banggakan sesuatu yang buruk adalah tindakan orang bodoh! Karena kebodohan yang kita pamerkan akan melalap tuannya sendiri. Membeberkan kebohongan, melegalkan yang salah, dan membuka aib orang lain harus kita singkirkan dari pikiran dan keinginan kita. Jangankan kebohongan yang dipromosikan, kebohongan yang digembok rapat-rapat pun akan terkuak dengan sendirinya. Karena kita tidak mungkin bisa membohongi orang lain sepanjang masa, Abraham Lincol. Di atas kebenaran masih ada kebenaran, dan di atas kebaikan masih banyak yang lebih baik dan profesional. Mengapa harus bangga dengan kebohongan dan kelicikan ? Tidakkah kita takut kebohongan itu akan terbaca ? Tidakkah kita takut dengan kebohongan itu akan memenggal kita? Ataukah kebohongan itu dilegalkan dan diberi mandat ? Siapakah pemilik-pemilik dewa bohong itu ? Ataukah kita sedang ikut sayembara adu bohong ? Pemenangnya adalah paling tinggi rentang kebohongannya. Dan mengapa kita malah kian takut dengan kejujuran dan kebenaran ? Untuk ngoceh dibelakang layar kita kadang sangat jago! kita sangat bijak ditengah orang-orang bohong ! Dan super licik ketika dimintai pertanggungjawaban! Ujung-ujungnya adalah menendang, memelintir, dan menggigit mangsa dari belakang. Ya… sangat licik dan tidak tahu malu. kinerja versi begini tidak boleh didekati karena akan memangsa ekosistem disekelilingnya. ya,…. Layaknya kaki tangan company dijaman penjajahan Belanda. Semuanya terdeteksi dan terpancar dari aura, tuturan, dan sikap yang busuk ditengah himpitan kebusukan. Kalau semuanya menjadi satu kesatuan, tidak akan pernah muncul kekusutan, kekalutan dan kediktaron yang terorganisir. Menghindari sikap mem-Beo, cari muka, mengadu domba , bermuka dua adalah sikap yang terbaik. Padahal tidak ada untungnya sama sekali ketika kita harus bersikap licik ! Apalagi memutarkan balikan fakta ! Kini semua direwind lagi di tengah deru yang kian memanas. Mencari sensasikah ? Ataukah sudah ketahuan belangnya ? Ataukah takut ditendang ? Ataukah takut tidak memiliki posisi ? Semuanya menjadi membingungkan dan merupakan teka teki panjang yang belum sempat terjawab. Dan jawabannya sangat menentukan bagi kelanjutan pihak-pihak yang menomorsatukan eksis yang terampas. Katakan dengan jujur dan benar, tetapi jangan menyakiti orang lain yang tidak bersalah. Jiwa besar dan bertanggung jawab akan lebih bermakna dari pada menjadi orang-orang licik, doyan menghasut dan menjadi kaki tangan pihak-pihak yang bertikai. Masih banyak masalah yang perlu mendapat perhatian ekstra, tetapi jangan sekali-kali hanya menjadi oknum yang hanya melegal¬kan tindakan orang-orang yang tidak berpen¬didikan. Tindakan demikian hanya akan meleng¬kapi image buruk yang telah terpatri selama ini. Mari kita menjauhi sikap-sikap yang merugi¬kan orang lain, pribadi dan masyarakat. Amin. Penulis adalah pemerhati budaya dan pendidikan Staff pengajar di SMA Negeri I Bolo
×
Berita Terbaru Update