-->

Notification

×

Iklan

Pembatalan Pasangan FERSY Menuai Jalan Buntu

Friday, September 7, 2012 | Friday, September 07, 2012 WIB | 0 Views Last Updated 2012-09-07T01:32:05Z
Sulitnya Mencari Institusi Berwenang
Mataram, Garda Asakota.-
Eksekusi ketentuan Pasal 50 dan Pasal 51 Peraturan Komisi Pemili¬han Umum (KPU) Nomor 16 Tahun 2010, khususnya Pasal 50 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) seolah menuai jalan buntu. Meski dalam ketentuan yang secara jelas dibuat oleh KPU itu sendiri mengatur tentang pemba¬talan pasangan calon atau tim kam¬panye yang terbukti melakukan pelang¬garan menjanjikan dan/atau
memberikan uang atau materi lain¬nya untuk mempengaruhi pemilih berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan ditindaklanjuti dengan Pasal 51 yang berbunyi “ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, dalam hal pasangan calon terpilih telah dilantik sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berlaku ketentuan sebagai¬mana diubah terakhir dengan PP Nomor 06 Tahun 2005 sebagaimana diubah terakhir dengan PP Nomor 49 tahun 2008”, namun tetap saja KPU Pusat tetap tidak bergeming untuk melakukan pembatalan terhadap pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Bima, Ferry Zulkar¬nain, ST., dan Drs. H. Syarfuddin HMN, yang tersangkut tindakan politik uang dalam Pemilukada lalu. Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berdasar¬kan ketentuan Pasal 123 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf c dan huruf f, Pasal 125 ayat (1) dan ayat (3) PP Nomor 49 tahun 2008 Peru¬bahan Ketiga atas PP Nomor 06 tahun 2005 tentang Pemilihan, Penge¬sahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pada Pasal 123 ayat (1) huruf c menyatakan “Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah berhenti karena diberhentikan”, ayat (2) huruf c “Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan karena tidak lagi memenuhi syarat Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah”, ayat (2) huruf f “Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan karena melanggar larangan bagi Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah”. Pasal 125 ayat (1) “Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD, apabila terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara paling singkat lima (5) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”, ayat (3) “Menteri Dalam Negeri memproses pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang menyatakan Bupati dan/atau wakil bupati atau Walikota dan/atau Wakil Walikota terbukti melakukan tindak pidana kejahatan melalui usulan dari Gubernur”. Kewenangan untuk membatalkan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang telah dilantik oleh Mendagri adalah merupakan kewenangan atributif Mendagri berdasarkan ketentuan peraturan per¬undang-undangan tersebut. Sehingga yang harus digugat itu menurut KPU Pusat adalah Menteri Dalam Negeri, Gubernur Provinsi NTB serta Bupati dan Wakil Bupati Bima Periode Tahun 2010-2015 atas nama H. Ferry Zulkarnain, ST dan Drs. H. Syafrudin HM. Nur. KPU Pusat berpendapat ketentuan Pasal 50 dan Pasal 51 tersebut tidak menjadi tugas dan Kewenangan KPUD Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/Kota dikarenakan berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2007 junto UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu dan Pasal 66 UU Nomor 32 tahun 2004 junto UU Nomor 12 Tahun 2008 dinyatakan bahwa tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilukada dan Wakil Kepala Daerah adalah sampai dengan batas melakukan evaluasi dan membuat laporan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. “Adapun peraturan perundang-undangan tidak memberikan tugas dan kewenangan secara atributif kepada KPU Kabupaten untuk melakukan pembatalan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih yang telah dilantik oleh Menteri Dalam Negeri,” tegas Kuasa Hukum KPU Pusat, Nanik Suwarti, SH., yang juga Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal KPU pada saat membacakan eksepsinya terhadap gugatan Kuasa Hukum Tim Zaman Bersatu di PTUN Mataram NTB, Rabu (29/08). KPU Pusat juga berpen¬da¬pat bahwa penerbitan Surat KPU Nomor 197/KPU/VI/2012 ter¬tanggal 11 Juni 2012 telah sesuai dengan prosedur, mekanisme, tugas dan wewenang KPU sebagaimana di-atur berdasarkan keten¬tuan Pasal 8 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2007 junctis UU No¬mor 15 Tahun 2011 Tentang Penyeleng¬garaan Pemi¬ lihan Umum. Penerbitan surat tersebut, menurut KPU, bukan merupakan suatu keputusan atau penetapan yang bersifat individual, final dan konkrit yang membawa akibat hukum kepada pihak Penggugat. Surat tersebut merupakan suatu penjelasan yang bersifat umum, tidak bersifat final, tidak bersifat konkrit karena masih memer¬lukan tindakan lebih lanjut dan konkrit dan tidak menimbulkan akibat hukum secara definitive dan langsung kepada pihak Penggugat. “Dengan demikian surat KPU Pusat tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai Keputusan TUN yang bersifat Final,” tegas Kuasa Hukum KPU Pusat yang terdiri dari Sembilan (9) orang tersebut yakni, Ida Budhiati, SH., MH., (Anggota KPU), Dr. Ferry Kurnia Rizkyansyah, SIP. MSi (Anggota KPU), Nanik Suwarti, SH (Karo Hukum Setjen KPU), DR. T. Syaiful Bahri, SH, MSi (Wakil Karo Hukum Setjen KPU), Lindawaty Ambarita, SH, (Kasubag Penyelesaian Sengketa Hukum pada Biro Hukum Setjen KPU), Darya¬tun, SH, (Kasubag Advokasi pada Biro Hukum Setjen KPU), Atiyah, SH, (Kasu¬bag Legislasi pada Biro Hukum Setjen KPU), Dyah Arniasita, SH, (Staf pada Biro Hukum Setjen KPU), dan Gemayel Paulus Aruan, SIP (Staf pada Biro Hukum Setjen KPU). Berbeda dengan pen¬ger¬tian KPU Pusat yang mengata¬kan bahwa su¬rat yang diter¬bit-kannya bu¬kan merupakan suatu keputu¬san atau pene¬tapan yang ber¬sifat indivi¬dual, final dan konkrit yang membawa akibat hukum kepada pihak penggugat. Pihak KPU Kabupaten Bima justru berpendapat bahwa surat yang diterbitkannya tersebut merupa¬kan surat yang bersifat decklaratoir berupa penegasan kembali terhadap surat yang diterbitkan pihaknya yakni surat nomor 379/Pemilukada/KPU/VIII/2010 tertanggal 30 Agustus 2010 dan surat KPU Pusat Nomor 489/KPU/VIII/2010 tertanggal 27 Agustus 2010 yang sudah memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena tidak pernah dilakukan upaya keberatan hukum melalui PTUN dalam tenggang waktu Sembilan puluh hari sesuai dengan ketentuan Pasal 55 UU Nomor 51 tahun 2009 tentang PTUN. “Sehingga surat KPU Pusat maupun Surat KPU Kabupaten Bima itu menjadi berkekuatan hukum mengikat karena alasan daluarsa,” kata Jaharuddin, SH., kuasa hukum KPU Kabupaten Bima pada saat pelaksanaan sidang di PTUN Mataram beberapa waktu lalu. Surat yang dikeluarkan oleh KPU Kabupaten Bima tersebut menurut Jaharuddin merupakan jawaban atau penjelasan KPU Kabupaten Bima atas surat dari Tim Zaman Bersatu. Sementara surat yang dikeluarkan oleh KPU Pusat tersebut merupakan surat internal kelembagaan KPU yang berisi penjelasan atau petunjuk KPU Pusat kepada KPU Kabupaten Bima. “Menjawab suatu surat, memberikan penjelasan atas suatu pertanyaan demikian juga memberikan arahan atau petunjuk dari struktur kelembagaan yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah adalah merupakan hal yang wajar bahkan merupakan kewajiban dari KPU Pusat maupun KPU Kabupaten sebagai administrator Negara sehingga tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan yang keliru menerapkan hukum, melampaui batas wewenang, sewenang-wenang dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Jaharuddin. Menurut Jaharuddin, berdasarkan ketentuan Pasal 51 Peraturan KPU Nomor 16 tahun 2010 yang berbunyi “ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, dalam hal pasangan calon terpilih telah dilantik sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berlaku ketentuan sebagaimana diubah terakhir dengan PP Nomor 06 Tahun 2005 sebagaimana diubah terakhir dengan PP Nomor 49 tahun 2008. Namun, didalam ketentuan tersebut tidak mengatur kewenangan KPU Kabupaten/Kota untuk membatalkan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang sudah dilantik oleh Mendagri menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. “Sehingga surat KPU Kabupaten Bima Nomor 379/Pemilukada/KPU/VIII/2010 tertanggal 30 Agustus 2010 maupun surat KPU Nomor 489/KPU/VIII/2010 ter¬tanggal 27 Agustus 2010 serta surat KPU Bima Nomor 200/KPU.KAB-017.433852/VI/2012 tertanggal 20 Juni 2012 dan surat KPU Pusat Nomor 197/KPU/VI/2012 tertanggal 11 Juni 2012 yang pada pokok¬nya menyatakan bahwa KPU Kabupaten Bima tidak berwenang lagi untuk memba¬talkan pasangan calon terpilih yang sudah dilantik oleh Mendagri menjadi Bupati dan Wakil Bupati sudah tepat dan benar menurut hukum, tidak salah dalam menerapkan hukum, tidak melampaui kewenangan, ti¬dak sewenang-wenang dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan,” tegas Jaharuddin. Menyikapi pembelaan KPU Pusat dan KPU Kabupaten Bima ini, Tim Kuasa Hukum Zaman Bersatu yang diwakili oleh Advokat Sulaiman, MT., SH., dan Ichsan Tabarani, SH., akan menyampai¬kan jawaban atau repliknya terhadap eksepsi yang disampaikan oleh Tim Kuasa Hukum Setjen KPU pada jadwal sidang selanjutnya tanggal 5 September, yang digelar di ruang sidang PTUN Mataram. Sidang itu sendiri dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Susana, SH, MH., dan dua orang Hakim Anggota yakni, M. Ikbar Andi Endang, SH., Indrawati Utami, SH., serta dibantu oleh panitera pengganti, I Gede Putu Ardana, SH. (GA. 211*)
×
Berita Terbaru Update